Newsletter

Bursa Saham Global Bergairah, IHSG Bakal Happy Weekend?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
Jumat, 27/05/2022 06:23 WIB

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Tanah Air Kamis (26/5) kemarin tidak dibuka karena sedang libur nasional memperingati Hari Kenaikan Isa Almasih di tengah penguatan pasar ekuitas global. Namun sehari sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan Rabu (25/5) dengan koreksi 0,44% dan ditutup di level 6.883,504.

Rabu lalu,IHSG kembali terlempar dari level psikologis 6.900 meski sempat menguat di awal perdagangan. Namun setelah itu IHSG cenderung tertekan. Di sesi II, IHSG tetap berada di zona koreksi.

Asing net buy Rp 40,54 miliar di pasar reguler. Saham BBNI dan UNVR menjadi yang paling banyak diborong asing dengan net buy Rp 137 miliar dan Rp 55 miliar.

Sedangkan saham BBRI dan BUMI menjadi yang paling banyak dilepas asing dengan net sell masing-masing Rp 165 miliar dan Rp 34 miliar.

Pada perdagangan kemarin (26/5), bursa Asia ditutup variatif atau, dengan mayoritas mengalami pelemahan, kecuali indeks Shanghai dan Singapura yang mampu mengakhiri hari di zona hijau.

Dari benua biru, seluruh indeks utama kompak ditutup di zona hijau. Stoxx 600 menguat 0,78%, Indeks saham Inggris FTSE naik 0,56%, Indeks saham Jerman DAX dan Prancis CAC masing-masing melonjak 1,59% dan 1,78% secara berurutan.

Sementara itu, dari pasar keuangan lainnya, pada perdagangan Rabu (25/5) untuk pertama kalinya dalam 5 pekan terakhir rupiah akhirnya mampu mencatat penguatan beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS). Pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) masih menjaga kinerja rupiah, selain itu, dolar AS juga masih terus mengalami koreksi.

Melansir data Refinitiv, rupiah langsung menguat 0,21% ke Rp 14.625/US$ begitu perdagangan dibuka. Sempat berbalik melemah, tetapi rupiah akhirnya sukses mempertahankan penguatan. Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 14.630/US$, menguat 0,17% di pasar spot.

Penguatan beruntun hari Rabu lalu merupakan yang pertama sejak 19 April lalu.


Rupiah memang sudah terlihat akan mampu kembali mencatat penguatan melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat.

Penguatan secara beruntun terjadi pasca BI mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Selasa (24/5) lalu, meskipun suku bunga acuan masih belum diutak-atik sesuai ekspektasi pasar.

Namun, BI mengambil langkah-langkah lain guna menjaga stabilisasi rupiah dengan mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas dengan menaikkan GWM secara bertahap.

Sebelumnya di awal tahun ini, BI berencana mengerek GWM Pada Maret (100 basis poin), Juni (100 basis poin) dan September (50 basis poin), untuk bank umum konvensional (BUK) menjadi 6,5%

Dan untuk bank umum syariah (BUS) di September GWM menjadi 5%, dengan kenaikan masing-masing 50 basis poin.

BI kemudian mempercepat dan menaikkan lagi GWM. Untuk BUK, GWM yang saat ini 5% akan naik menjadi 6% di bulan Juni, kemudian 7,5% di bulan Juli dan 9% di bulan September.

Untuk BUS yang saat ini 4% naik menjadi 4,5% di Juni, 6% di Juli dan 7,5% di September.

Kenaikan tersebut diperkirakan akan menyerap likuiditas di perekonomian sebesar Rp 110 triliun. Penyerapan likuiditas tersebut diharapkan mampu membuat rupiah lebih stabil.


(fsd/fsd)
Pages