
Wall Street Cenderung Mixed, IHSG Lanjut Menguat?

Pada hari ini, investor akan memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang cenderung beragam kemarin.
Jatuhnya indeks Nasdaq pada perdagangan Rabu kemarin terjadi setelah emiten layanan streaming Netflix melaporkan kehilangan 200.000 pelanggan pada kuartal I-2022. Hal ini membuat sahamnya ambruk hingga 35% dan menjadi pemberat indeks Nasdaq.
Tak hanya menjadi pemberat Nasdaq, ambruknya saham Netflix juga membuat investor cenderung berhati-hati kembali memburu saham-saham teknologi, utamanya saham-saham streaming. saham Disney, Roku, Warner Bros Discovery, dan Paramount pun longsor.
Pada kuartal II-2022, Netflix memperkirakan kehilangan pelanggan berbayar global sebesar 2 juta. Terakhir kali Netflix kehilangan pelanggan yang cukup besar yakni pada Oktober 2011.
Netflix sebelumnya mengatakan kepada pemegang saham bahwa mereka mengharapkan untuk menambah 2,5 juta pelanggan selama kuartal pertama tahun 2022. Analis memperkirakan jumlah itu akan mendekati 2,7 juta. Selama periode yang sama tahun lalu, Netflix menambahkan 3,98 juta pengguna berbayar.
Namun meski Nasdaq ambruk, indeks Dow Jones kembali cerah pada penutupan perdagangan Rabu kemarin waktu AS, ditopang oleh saham IBM dan Procter & Gamble, setelah keduanya melaporkan kinerja keuangan yang baik pada tahun 2021.
Di lain sisi, yield Treasury tenor 10 tahun pada perdagangan kemarin terpantau melemah, setelah sempat melonjak dan mencapai lebih dari 2,94%, menjadi level tertinggi sejak Desember 2018.
Turunnya yield Treasury tenor 10 tahun terjadi di tengah pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2022 dan 2023 oleh Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dan Bank Dunia (World Bank).
Pada 2022, IMF meramal ekonomi dunia diperkirakan hanya mampu tumbuh 3,6% lebih rendah dari yang sebelumnya diramal 3,8%. Untuk 2023, akan menjadi lebih buruk karena ekonomi diperkirakan hanya tumbuh 0,8%-0,2%.
Buruknya ramalan tersebut disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina yang hingga kini belum ada tanda-tanda penyelesaian.
Padahal, kedua negara tersebut berperan besar pada perekonomian dunia, terutama dalam pasokan minyak dan gas bumi. Ini sekaligus memberikan pengaruh terhadap sederet harga komoditas internasional yang kini sudah melonjak. Perang juga berdampak pada kenaikan harga pangan internasional.
Situasi ini akhirnya turut mengerek inflasi di berbagai negara. IMF memperkirakan inflasi pada negara maju mencapai 5,7% dan 8,7% pada negara berkembang untuk 2022.
Negara maju dan berkembang dengan fiskal yang kuat, akan mampu memberikan subsidi atau bantalan untuk menjaga daya beli masyarakat. Akan tetapi, negara lain dengan fiskal terbatas tak mampu berbuat banyak.
Sebelumnya pada Senin lalu, World Bank juga telah menurunkan perkiraan pertumbuhan globalnya untuk tahun ini hampir satu poin persentase penuh dari 4,1% menjadi 3,2%.
Di lain sisi, perang Rusia dan Ukraina diyakini akan makin memanas ke depan. Hal ini diutarakan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) Rabu kemarin.
Pentagon menyebut serangan Rusia yang kini berpusat di Ukraina Timur, Donbass, adalah awal dari operasi yang lebih besar. Donbass sendiri adalah pusat milisi pemberontak pemerintah Kyiv.
"Kami pikir serangan ini adalah awal dari operasi ofensif yang lebih besar yang direncanakan Rusia untuk dilakukan," kata pejabat Kemhan AS yang berbicara dengan syarat anonim untuk berbagi rincian baru dari penilaian Pentagon tentang perang, dikutip CNBC International.
Pejabat itu menambahkan bahwa AS telah mengamati beberapa serangan darat. Termasuk beberapa tembakan jarak jauh dan pemboman artileri.
Ia juga mengatakan bahwa belum semua pasukan Rusia telah dikerahkan kembali ke pertempuran di Ukraina. Masih ada yang akan diapason ke beberapa unit.
Sementara itu, beberapa data ekonomi yang tak kalah penting akan dirilis pada hari ini. Salah satunya yakni data inflasi Uni Eropa pada Maret 2022 dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK).
Konsensus Tradingeconomics memperkirakan IHK Uni Eropa pada bulan lalu akan kembali melonjak menjadi 7,5% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan menjadi 2,5% secara bulanan (month-on-month/mom). Sedangkan IHK inti Uni Eropa diprediksi meningkat menjadi 3% (yoy).
Tak hanya di Uni Eropa saja, data inflasi pada bulan lalu juga akan dirilis di Korea Selatan, tetapi inflasi ini dari sisi produsen (producer price index/PPI).
Selain inflasi di Uni Eropa dan Korea Selatan, data klaim pengangguran AS mingguan untuk periode pekan yang berakhir 17 April juga akan dirilis pada hari ini.
Pasar memperkirakan ada 182.000 klaim yang diajukan pada pekan lalu, lebih rendah dari pekan sebelumnya yang sebesar 185.000 klaim.
(chd/luc)