Newsletter

Kabar Baik dari Wall Street, Akankah IHSG Bangkit?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
20 April 2022 06:50
Logo IMF
Foto: CNBC

Pada hari ini, investor akan memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street. Wall Street pun berhasil berbalik arah (rebound) ke zona hijau setelah beberapa hari terkoreksi.

Meski berhasil pulih, tetapi pelaku pasar di AS masih memantau dampak dari inflasi yang meninggi kembali pada Maret lalu. Mereka masih memantau pergerakan yield Treasury yang masih melonjak hingga mencapai level tertingginya sejak 2018.

Hal ini memicu ekspektasi bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunganya secara drastis.

Kecemasan seputar kenaikan suku bunga acuan memicu volatilitas tinggi di pasar obligasi yang memperberat saham dalam beberapa pekan terakhir.

Dengan inflasi tinggi dan kecenderungan sikap hawkish bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), investor di AS kini memantau situasi rantai pasokan dan permintaan konsumen di perusahaan raksasa AS.

Selain dari Wall Street, investor juga akan memantau dari proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang kembali dipangkas.

IMF memangkas proyeksi atas pertumbuhan ekonomi global. Bahkan untuk 2023 mendatang, IMF memproyeksikan ekonomi dunia akan mendekati resesi.

Hal ini tertulis dalam ringkasan laporan IMF yang bertajuk World Economic Outlook: War Sets Bank The Global Recovery, dikutip CNBC Indonesia, Selasa kemarin

Pada 2022, ekonomi dunia diperkirakan hanya mampu tumbuh 3,6% lebih dari yang sebelumnya diramal 3,8%. Untuk 2023, akan menjadi lebih buruk karena ekonomi diperkirakan hanya tumbuh 0,8%-0,2%

Buruknya ramalan tersebut disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina yang hingga kini belum ada tanda-tanda penyelesaian.

Padahal, kedua negara tersebut berperan besar pada perekonomian dunia, terutama dalam pasokan minyak dan gas bumi. Ini sekaligus memberikan pengaruh terhadap sederet harga komoditas internasional yang kini sudah melonjak. Perang juga berdampak pada kenaikan harga pangan internasional.

Situasi ini akhirnya turut mengerek inflasi di berbagai negara. IMF memperkirakan inflasi pada negara maju mencapai 5,7% dan 8,7% pada negara berkembang untuk 2022.

Negara maju dan berkembang dengan fiskal yang kuat, akan mampu memberikan subsidi atau bantalan untuk menjaga daya beli masyarakat. Akan tetapi, negara lain dengan fiskal terbatas tak mampu berbuat banyak.

Sementara itu dari China, bank sentral (People Bank of China/PBoC) akan mengumumkan kebijakan suku bunga pinjaman acuan terbarunya pada hari ini, di mana bank sentral Negeri Panda diprediksi akan tetap mempertahankan kembali suku bunga acuannya.

Untuk suku bunga pinjaman acuan tenor 1 tahun diprediksi tetap di level 3,7%, sedangkan suku bunga pinjaman acuan berjatuh tempo 5 tahun diperkirakan masih berada di level 4,6%.

Pada hari ini juga, beberapa data ekonomi yang akan dirilis juga tak kalah penting. Adapun data ekonomi tersebut yakni data neraca perdagangan dan data ekspor-impor Jepang periode Maret lalu.

Konsensus Tradingeconomics memperkirakan neraca perdagangan Negeri Sakura akan kembali defisit menjadi 668,3 miliar yen.

Sedangkan dari data ekspor Negeri Sakura, diprediksi akan naik menjadi 19,1% pada bulan lalu dan impor Negeri Sakura juga akan naik menjadi 34%.

Selain Jepang, data neraca perdagangan Uni Eropa atau Zona Euro pada periode Februari 2022 juga akan dirilis pada hari ini.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular