
The Fed Makin Galak karena Inflasi, Saatnya Defensif Guys!

Sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sudah terkonfirmasi bahwa mereka telah berbalik dari sangat-sangat royal super-dovish di era quantitative easing, menjadi sangat galak hawkish untuk urusan duit beredar. Sudah galak, agresif pula.
Dalam rilis risalah rapat Maret tersebut, terkuak bahwa bank sentral terkuat di dunia itu berencana menjual surat berharga yang dalam 2 tahun terakhir telah dikoleksi. Ini adalah kebijakan bank sentral yang tergolong hawkish.
Namun demi melihat nilainya yang ditargetkan mencapai US$ 95 miliar (Rp 1.360 triliun) per bulan, maka kita bisa melihat ada agresivitas di situ. Mereka seolah kerasukan untuk segera mengetatkan kebijakan moneter dalam waktu singkat.
Ada perubahan sikap moneter yang sangat drastis. Sejak 2020, mereka memborong obligasi dari pasar modal sehingga surat berharga yang disimpan di neraca keuangan (balance sheet) The Fed melesat dari US$ 3,8 triliun menjadi US$ 8,5 triliun.
Namun sejak pertengahan 2021, mereka mulai mengurangi pembelian aset (tapering off) tersebut dari pasar modal, dari US$ 120 miliar per bulan menjadi US$ 105/bulan. Artinya, masih borong-borong, tapi dengan nilai lebih kecil. Tahun ini, mereka tak lagi borong, tapi berbalik jadi obral.
Ibarat nyetir, tak ada masa jeda untuk pindah ke gigi netral, melainkan dari gigi R (mundur) ke gigi maju, dan ngebut. Efeknya bagaimana? Pelaku pasar berpeluang kaget apalagi jika sang sopir tidak komunikatif. Inilah yang membedakan tapering sekarang dengan tapering pada 2013.
Pada masa itu, mereka menyebutnya sebagai 'taper tantrum' di mana pelaku pasar kaget dengan perubahan kebijakan The Fed yang dilakukan tanpa aba-aba ke pasar. Bursa saham dan kurs negara berkembang tertekan massal.
Perubahan kebijakan yang drastis ini, meski dikomunikasikan, diharapkan tak berujung pada tantrum seperti tahun 2013. Namun demikian, efeknya tetap saja ada. Kemarin kita melihat dolar AS melibas seluruh mata uang Asia.
Bagi investor saham, ada baiknya mereka mendengar saran dari Kepala Perencana Investasi Saham Goldman Sachs AS David Kostin. Kepada CNBC International, dia menyarankan memburu saham-saham dengan "margin yang resilien" yakni mereka yang tahan banting di kala krisis karena memiliki margin yang stabil dan tinggi.
"Secara keseluruhan, pasar saham AS kemungkinan masih memiliki potensi penguatan sebesar 5% dari saham-saham demikian sampai dengan akhir tahun nanti," tutur Kostin. "Amit-amit jika kita masuk resesi yang berarti ketika ada koreksi pasar yang sangat berarti, meski itu bukan skenario dasar yang bisa terjadi saat ini."
(ags/ags)