
Global Masih Waspada, IHSG Masih Kuat Nanjak?

Pekan ini ada beberapa hal yang wajib diperhatikan oleh para investor, dengan mayoritas isu berasal dari luar negeri. Pertama tentu saja terkait perang Ukraina-Rusia serta implikasinya bagi sektor ekonomi dan bisnis global.
Hingga saat ini, perang di Ukraina bisa saja membebani pasar minggu depan. Karena terobosan terkait gencatan senjata sepertinya tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat.
Selanjutnya investor juga perlu memperhatikan volatilitas harga komoditas, yang kian hari semakin sulit diprediksi. Setelah cenderung melemah selama dua pekan sebelumnya, pekan ini komoditas tambang, energi dan perkebunan kompak menguat.
Dari negeri Paman Sam, investor juga akan mencermati mengikuti laporan terkait penggajian (payroll) AS dan data pengeluaran konsumsi pribadi sebagai proksi dan petunjuk seberapa cepat The Fed akan mengetatkan kebijakan moneter.
Baru-baru ini bank sentral AS tersebut telah resmi menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin (bp) selaras dengan harapan pasar. Meski demikian dari dalam negeri, Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuannya, setidaknya sampai Rapat Dewan Gubernur Selanjutnya.
Analis keuangan dan ekonom banyak yang memprediksi bahwa RI setidaknya akan melakukan dua kali kenaikan suku bunga dan paling cepat dilakukan pada kuartal kedua tahun ini. Agresivitas dari The Fed tentu juga mempengaruhi seberapa cepat suku bunga dalam negeri akan naik.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, sekali lagi menegaskan suku bunga 3,50% akan dipertahankan sampai ada tanda-tanda kenaikan inflasi secara fundamental.
Sebelumnya, pimpinan tertinggi The Fed telah menyebut bahwa kedepannya mereka dapat saja menaikkan suku bunga secara agresif hingga 50 bps bila benar-benar diperlukan.
Selanjutnya data pembacaan awal terkait inflasi di berbagai belahan dunia juga patut untuk dicermati dengan seksama. Beberapa negara yang sedang mengalami inflasi akut dan berada pada level petinggi multi tahun termasuk AS, Inggris, kawasan euro, Brazil, Turki hingga Rusia.
Dari dalam negeri data inflasi akan diumumkan pada hari Jumat pekan depan.
Sedangkan dari dalam negeri, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level 3,5%.
Indikator global lainnya termasuk aktivitas manufaktur dan pertumbuhan ekonomi. Purchasing Manager's Index (PMI) negara-negara besar mitra dagang RI akan diumumkan minggu depan termasuk China, Jepang, India, Korea Selatan dan Australia.
Kondisi pasar obligasi juga menarik untuk diperhatikan, baik secara global maupun nasional. Pelemahan pasar obligasi global berlanjut pada hari Jumat yang merupakan antisipasi dan respons atas siklus pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral utama yang berupaya untuk menjinakkan inflasi.
Imbal hasil obligasi 10-tahun AS mencapai 2,5%, tertinggi sejak Mei 2019, imbal hasil 10-tahun Jerman, patokan untuk Eropa, naik 0,59% dan merupakan yang tertinggi sejak Mei 2018, sedangkan obligasi 10-tahun Prancis imbal hasilnya telah berada di atas 1%.
Dari dalam negeri investor masih perlu mencermati perkembangan pandemi, meskipun pemerintah sudah menyebut bahwa mudik untuk tahun ini diperbolehkan.
Selain itu menyambut bulan puasa yang akan dimulai pekan depan, harga barang-barang kebutuhan dapat naik lebih tinggi, yang akhirnya dapat menaikkan inflasi yang kian hari semakin mendekati batas atas yang diinginkan Bank Indonesia.
(fsd/sef/fsd)