
Akankah IHSG Cetak "All Time High" Baru Lagi, Tembus 7.000?

Pada pekan ini, investor masih akan memantau perkembangan ketegangan geopolitik antara Rusia dengan Ukraina, di mana hingga kini, kedua negara yang dahulunya merupakan satu negara Uni Soviet tersebut masih bergejolak.
Sebagai informasi, pemicu konflik ini adalah keinginan Ukraina yang ingin bergabung dengan aliansi militer NATO.
Rusia yang tidak terima memilih untuk melakukan manuver berupa menggerakkan pasukan militernya ke perbatasan Ukraina.
Presiden AS, Joe Biden bahkan mengatakan bahwa Rusia bakal menginvasi Ukraina dalam beberapa hari ke depan meski klaim tersebut ditepis oleh Negeri Beruang Merah.
Ketegangan masih berpotensi berlanjut. Jika perkembangannya memburuk tentu saja akan berpengaruh ke pergerakan aset keuangan di pasar.
Saat ketegangan meningkat, aset-aset minim risiko (safe haven) seperti emas bahkan harganya naik hingga 2% pada pekan lalu. Sementara aset-aset keuangan growth asset cenderung tertekan parah. Kripto utamanya Bitcoin ambles sampai 6% pada pekan lalu.
Karena Rusia salah satu produsen energi dunia, ketegangan ini juga membuat harga energi seperti gas dan minyak mentah tetap berada di level yang tinggi.
Tingginya risiko geopolitik akan cenderung membuat investor mengurangi aset-aset berisiko dan beralih ke aset safe haven seperti komoditas dan obligasi negara. Setidaknya tren ini masih akan terus berlanjut sampai ketegangan benar-benar turun.
Selain dari risiko ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina, inflasi global juga akan masih menjadi perhatian pelaku pasar pada pekan ini.
Beberapa negara yang diketahui alami lonjakan inflasi adalah AS, Inggris, Argentina, Brasil, Turki, Meksiko, Rusia dan lainnya.
Di AS, per Januari 2022, inflasi AS meningkat 7,5% secara tahunan (year-on-year/YoY) dan menjadi level tertinggi sejak 4 dekade terakhir.
Secara persentase, bahan bakar minyak naik paling tinggi di Januari. Melonjak 9,5% dari 46,5% (YoY). Kenaikan juga didorong biaya kendaraan, tempat tinggal. Biaya makanan sendiri melonjak 0,9% untuk bulan Januari dan naik 7% selama setahun terakhir.
Hal senada juga terjadi pada Inggris. Pada Januari 2022, laju inflasi di Inggris mencapai 5,5%, atau yang tertinggi sejak Maret 1992.
Tingginya harga energi menjadi faktor terbesar kenaikan inflasi di Inggris. Pakaian dan alas kaki juga mendorong laju inflasi naik, meskipun ada penurunan harga-harga barang tradisional.
Kenaikan inflasi di Inggris juga diyakini akan terus terjadi, bahkan mencapai puncak 7,25% di April 2022. Ini terjadi karena adanya kenaikan tarif energi untuk rumah tangga sebesar 54%.
Terbaru di Uni Eropa (UE). Inflasi juga mencapai rekor tertinggi sejak pembentukan zona Uni Eropa. Pertumbuhan harga konsumen telah meningkat menjadi lebih dari 5% untuk kawasan secara keseluruhan. Lituania misalnya mencatat inflasi dua digit 12,2% sementara Italia mencatat inflasi 5,3%.
Jerman mencatat inflasi 5,1% tertinggi dalam 30 tahun sedangkan Prancis 3,3%. Kenaikan harga energi juga manjadi salah satu faktor.
"Dengan lonjakan inflasi mengejutkan pada Januari, pasar terus khawatir tentang The Fed yang agresif," kata ahli strategi alokasi aset di LPL Financial, Barry Gilbert, dikutip AFP.
Selain itu, risiko pandemi Covid-19 juga masih akan jadi fokus pasar. Meski kasus Covid-19 akibat varian Omicron cenderung turun, tetapi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) masih tetap memberikan wanti-wanti kalau varian Omicron juga terus bermutasi.
Ilmuwan WHO, Maria Van Kerkhove mengatakan varian Omicron telah bermutasi dan memunculkan varian baru yakni BA.2 yang lebih menular dari varian sebelumnya.
Kini varian BA.2 telah merebak di Denmark dan Inggris sehingga memunculkan risiko penyebaran yang lebih luas. Hal inilah yang perlu menjadi perhatian pengambil kebijakan karena kasus Covid-19 masih bisa naik sewaktu-waktu.
Melihat risiko global yang masih tinggi, ada kemungkinan investor akan cenderung wait and see di pekan ini.
Sementara itu pada hari ini, investor akan memantau pengumuman kebijakan suku bunga acuannya bank sentral China (People Bank of China/PBoC) terbaru.
Konsensus Tradingeconomics memperkirakan PBoC tetap akan mempertahankan suku bunga acuannya, di mana suku bunga pinjaman bertenor 1 tahun diperkirakan tetap di level 3,7%, sedangkan suku bunga pinjaman berjatuh tempo 5 tahun juga tetap di level 4,6%.
Selain dari kebijakan suku bunga bank sentral Negeri Panda, beberapa data aktivitas manufaktur periode Februari 2022 di beberapa negara akan dirilis pada hari ini.
Data pembacaan awal aktivitas manufaktur (Purchasing Manager's Index/PMI) periode Februari 2022 yang akan dirilis pada hari ini yakni PMI manufaktur Australia, Zona Euro, Jepang, dan Inggris.
(chd/chd)