Newsletter

Diserbu Ramainya Sentimen Luar-Dalam, Bagaimana Nasib IHSG?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
17 January 2022 06:35
Layar Pergerakan Saham
Foto: Layar pergerakan perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja pasar modal Indonesia tercatat beragam selama sepekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, sedangkan nilai tukar rupiah menguat di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Di tengah meningkatnya kasus Covid-19 Omicron di berbagai negara serta keputusan The Fed yang akan segera menaikkan suku bunga acuan, IHSG ditutup melemah pada minggu lalu.

Sebelumnya, pada minggu perdana perdagangan bursa, performa indeks semarak dan mampu menguat signifikan, salah satunya dikarenakan beragam sentimen positif yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato pembukaan perdagangan bursa tahun 2022.

Akan tetapi setelah meluasnya wabah Omicron dan sinyal buruk dari Gubernur bank sentral AS alias Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell, investor akhirnya kembali mengukur langkahnya. IHSG tercatat melemah 0,12% ke level 6.693,40, dengan tiga hari awal terseret di zona merah dan dua hari terakhir mampu menembus zona hijau.

Meski IHSG melemah, investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih sebesar Rp 2,57 triliun, Namun inflow besar-besaran tersebut belum cukup kuat membuat aset keuangan domestik menunjukkan kinerja yang positif.

Sementara, dalam sepekan rupiah tercatat mampu menguat baik itu di pasar spot maupun di kurs tengah Bank Indonesia (BI).

Pada Jumat pekan lalu (14/1/2022), kurs tengah BI atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.310. Dalam sepekan rupiah tercatat mampu menguat 0,35% di mana hari Jumat pekan sebelumnya di tutup di level Rp 14.360.

Di pasar spot, US$ 1 dibanderol Rp 14.295 kala penutupan perdagangan bursa. Sementara dalam sepekan rupiah mampu menguat 0,42%.

Dolar AS memang sedang di atas angin. Pernyataan sejumlah pejabat teras The Federal Reserve/The Fed (bank sentral AS) menjadi bahan bakar bagi laju greenback.

Lael Breainard, Gubernur The Fed, menyebut era suku bunga acuan yang hampir 0% sudah hampir pasti akan segera berakhir. Dia menyebut The Fed bakal menaikkan suku bunga acuan beberapa kali pada tahun ini.

"Kami akan berada di posisi itu (menaikkan suku bunga) setelah program pembelian aset selesai," tegas Brainard, seperti dikutip dari Reuters.

Charles Evans, Presiden The Fed cabang Chicago, juga menyebut kebijakan moneter ultra-longgar yang berlaku saat ini sudah tidak pada tempatnya. Sebab, inflasi AS sudah melambung ke 7% pada Desember 2021, tertinggi sejak 1982.

Meskipun The Fed telah menegaskan pendiriannya, nyatanya investor asing masih relatif ramai di bursa domestik RI. Pekan lalu, tercatat asing melakukan aksi beli bersih sebesar Rp 2,57 triliun. Aliran dana asing tersebut tentu memberikan dorongan bagi kinerja yang positif rupiah pekan lalu.

Tidak hanya itu, isu fundamental lain dari dalam negeri sebenarnya juga cukup bagus, karena sampai 10 Januari tax amnesty sudah dapat Rp 1,39 triliun.

Bursa saham AS alias Wall Street kembali loyo pada pekan kedua di awal 2022. Ini menggenapi kinerja negatif yang dimulai sejak pekan pertama tahun ini. 

Saham bank-bank besar di Wall Street anjlok pada perdagangan Jumat (14/1/2022) waktu setempat. Ini setelah sejumlah perusahaan melaporkan kinerja keuangan terbaru. Penurunan tersebut membebani pasar modal Amerika Serikat (AS) di mana Wall Street memulai tahun 2022 dengan catatan kinerja negatif dua minggu beruntun.

Pada Jumat, Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 201,81 poin atau 0,56% menjadi 35.911,81. Kemudian S&P 500 naik tipis 0,08% menjadi 4.662,85, sedangkan indeks dengan komposisi perusahaan teknologi, Nasdaq, tidak terlalu mengalami dampak negatif dan mampu ditutup naik 0,59% ke level 14.893,75.

Kinerja saham bank, yang telah mengungguli kinerja indeks Wall Street dalam beberapa pekan terakhir karena sentimen kenaikan suku bunga, terpukul secara luas akibat laporan keuangan yang mengecewakan investor. Walaupun metrik utama masih cukup kuat.

JPMorgan Chase, bank terbesar di AS dari sisi aset, melaporkan perolehan laba dan pendapatan yang melampaui perkiraan, tetapi sahamnya malah anjlok lebih dari 6%. Pendapatan perusahaan dibantu oleh rilis cadangan kredit yang besar. Meski demikian CFO Jeremy Barnum memperingatkan perusahaan kemungkinan akan gagal mencapai target laba utama dalam dua tahun ke depan.

Saham Citigroup turun hampir 1,3%. Perusahaan mampu melampaui perkiraan pendapatan tetapi menunjukkan penurunan laba hingga 26%. Saham Morgan Stanley dan Goldman Sachs, yang laporannya masih belum terbit hingga pekan ini, juga ikut turun.

Sementara itu, saham Wells Fargo naik hampir 3,7% setelah pendapatan bank melampaui ekspektasi. CEO Welss Fargo Charles Scharf mengatakan dalam rilisnya bahwa permintaan pinjaman meningkat pada paruh kedua tahun ini.

Saham Netflix melonjak lebih dari 1% setelah mengumumkan kenaikan harga untuk pelanggan AS dan Kanada, membantu kenaikan Nasdaq pada perdagangan Jumat.

Saham kasino adalah pemberat positif lainnya. Ini setelah pemerintah Makau mengumumkan hanya akan mengizinkan enam lisensi kasino di pusat perjudian itu. Saham Las Vegas Sands melonjak 14,1%, sementara Wynn Resorts naik 8,6%. Saham minyak juga mengungguli kinerja indeks akibat kenaikan harga minyak mentah.

Di sisi data perekonomian, penjualan ritel turun 1,9% pada bulan Desember, lebih buruk dari penurunan 0,1% yang diperkirakan oleh para ekonom yang disurvei oleh Dow Jones. Pembacaan sentimen konsumen awal Januari dari University of Michigan lebih rendah dari yang diharapkan karena masyarakat AS melaporkan ekspektasi inflasi jangka panjang yang lebih tinggi.

Menanggapi laporan tersebut, saham konsumen non esensial berada di bawah tekanan di mana Bath & Body Works dan Under Armour turun lebih dari 2%. Saham Peloton turun hampir 2,6% setelah Nasdaq mengumumkan saham tersebut akan dikeluarkan dari indeks Nasdaq 100.

"Penyebaran varian Omicron baru-baru ini kemungkinan membebani penjualan, tetapi faktor lain juga dapat terjadi. Konsumen kemungkinan mengalihkan belanja dari [kunjungan toko] ke online ketika virus menyebar, tetapi penjualan non-toko turun 8,7% pada bulan Desember, " kata ekonom JPMorgan Daniel Silver seperti dilansir CNBC Internasional.

Ini merupakan awal yang sulit untuk tahun 2022 bagi investor. Saham teknologi turun tajam di minggu pertama tahun ini karena Bank Sentral AS atau The Fed mengisyaratkan pendekatan yang lebih agresif terhadap inflasi, disertai dengan kenaikan suku bunga.

Selama minggu lalu, Nasdaq turun 0,28%, sedangkan Dow dan S&P 500 masing-masing kehilangan 0,88% dan 0,30%. Ini menandai minggu negatif ketiga beruntun untuk Nasdaq.

Selanjutnya beberapa hal yang ikut terjadi di pasar modal AS pekan ini termasuk raksasa manajemen aset kekayaan BlackRock membukukan pendapatan yang mengalahkan pendapatan bottom-line tetapi sedikit meleset pada pendapatan top-line. Sahamnya pun turun sekitar 2,2%.

Pada hari Rabu, indeks harga konsumen menunjukkan lonjakan 7% secara tahunan, angka tertinggi dalam empat dekade. Laporan indeks harga produsen hari Kamis mencerminkan kenaikan 9,7% dibandingkan periode yang sama. Namun, hasil tersebut lebih baik daripada yang dikhawatirkan beberapa investor.

Sepanjang pekan ini, sentimen pasar tercatat berimbang dari dalam dan luar negeri.

Sentimen pertama muncul dari China, yang pada Senin (17/1/2022) merilis pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2021. Menurut konsensus Tradingeconomics, ekonomi Negeri Panda tumbuh 3,6% secara tahunan, melambat dari kuartal III-2021 yang naik 4,9% (secara tahunan).

Namun secara kuartalan, Produk Domestik Bruto di China diprediksi tumbuh 1,1%, atau melesat dari kuartal III-2021 yang secara kuartalan tumbuh hanya 0,2%. Rilis tersebut bakal mempengaruhi psikologi pelaku pasar di Asia, termasuk Indonesia.

Pada hari yang sama, Negeri Panda akan merilis data produksi industri dan penjualan ritel per Desember. Keduanya diprediksi masih tumbuh, meski melambat dibandingkan dengan posisi November.

Di Indonesia, pada hari yang sama akan dirilis data neraca perdagangan. Ia bakal menjadi agenda kedua yang mempengaruhi sentimen pasar pekan ini. Badan Pusat Statistik Statistik (BPS) dijadwalkan merilis neraca perdagangan periode Desember 2021.

Kinerja perdagangan Indonesia per Desember 2021 diperkirakan masih kuat, di mana ekspor tumbuh lebih tinggi ketimbang impor sehingga berujung pada surplus neraca perdagangan. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 40,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy).

Sementara itu, impor diperkirakan tumbuh 39,7% yoy. Dibandingkan dengan bulan sebelumnya, pertumbuhan ekspor dan impor memang melambat. Per November 2021, ekspor melonjak 49,7% dan impor melesat 52,62%. Surplus neraca perdagangan saat itu mencapai US$ 3,51 miliar atau lebih tinggi dari proyeksi surplus neraca perdagangan Desember sebesar US$ 3,05 miliar.

Sentimen ketiga bakal muncul dari Jepang, di mana bank sentral mereka (Bank of Japan/BoJ) bakal menggelar rapat dewan gubernur yang akan menentukan arah kebijakan moneter Negeri Matahari Terbit itu.

Sejauh ini, pasar memperkirakan suku bunga acuan tak akan diubah di level -0,1%. Artinya, belum ada kebijakan ekstra ketat yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Jika tak ada kejutan, maka pasar akan kian nyaman bertransaksi di pasar saham negara berkembamg.

Inggris bakal menarik perhatian pelaku pasar, dan menjadi sentimen keempat yang perlu dicermati menyusul pengumuman angka inflasi Desember. Saat ini pasar memantau sejauh mana inflasi di negara maju bakal bergerak meninggi.

Menurut konsensus Refinitiv, Negeri Big Ben itu masih akan mencetak inflasi tinggi, sebesar 5,2% pada Desember 2021, atau menguat dibandingkan dengan posisi November.

Kenaikan inflasi yang terjadi bersamaan di negara maju akan memicu kekhawatiran pelaku pasar akan adanya transisi kebijakan moneter secara drastis, yang bisa memicu tekanan di pasar keuangan dunia. Jepang akan mengikuti, dengan rilis inflasi pada Jumat.

Pengumuman Suku Bunga Acuan BI

Sentimen pasar kelima bakal berasal dari dalam negeri dengan pengumuman penetapan suku bunga acuan (BI 7-Day Reverse Repo Rate) yang saat ini berada di level 3,5%. Sejauh ini konsensus pasar memperkirakan tak akan ada perubahan suku bunga acuan dari level tersebut.

Namun pasar menanti apakah stimulus masih akan disediakan sepanjang tahun ini, seperti misalnya pembebasan pajak pembelian kendaraan bermotor dan pelonggaran moneter terkait uang muka kredit, guna menopang pemulihan agar berjalan lebih cepat.

Sentimen keenam bakal berasal dari Amerika Serikat (AS) di mana emiten raksasa bakal antri merilis kinerja keuangan per kuartal IV-2022, dan berpeluang memicu penguatan saham-saham siklikal yang diuntungkan dari pemulihan ekonomi dan saham berbasis nilai.

Beberapa emiten yang akan merilis kinerja mereka adalah Goldman Sachs, Bank of America, Netflix, Procter & Gamble, dan United Airlines. Menurut Credit Suisse, laba bersih emiten konstituen indeks S&P 500 akan meningkat 11%, kebanyakan ditopang saham siklikal.

Sentimen terakhir yang patut dicermati adalah klaim tunjangan pengangguran baru di AS yang akan dirilis pada Kamis, diikuti data manufaktur Fed Philadelphia, serta data penjualan rumah siap huni. Ketiganya menunjukkan sejauh mana traksi pemulihan ekonomi dan efek Omicron mempengaruhi.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Pertumbuhan ekonomi China Q4-2021 (09.00 WIB)

  • Produksi industri & penjualan ritel China per Desember 2021 (09.00 WIB)

  • Neraca perdagangan Indonesia Desember 2021 (11.00 WIB)

  • Statistik utang luar negeri (ULN) Indonesia November 2021

  • Laju inflasi Italia (versi final) Desember 2021 (16.00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q3-2021 YoY)

3,51 %

Inflasi (Desember 2021, YoY)

1,87%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Desember 2021)

3,50%

Surplus/Defisit Anggaran Sementara (APBN 2021)

-4,65% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q3-2021)

1,50% PDB

Cadangan Devisa (Desember 2021)

US$ 144,9 miliar

Sumber: Berbagai data resmi, diolah

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular