Newsletter

Covid Delta & Omicron Siap Bawa Kekacauan di Pasar!

Putra, CNBC Indonesia
Selasa, 11/01/2022 06:45 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan pekan ini, pasar keuangan Tanah Air tak menunjukkan pergerakan yang solid. Harga saham dan obligasi negara terkoreksi sementara nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung bergerak volatil pada perdagangan kemarin (10/1). Sempat menguat di sesi I, tetapi IHSG harus rela terpelanting ke zona merah di akhir perdagangan.

Indeks saham acuan nasional tersebut ditutup melemah 0,15% ke level 6.691,12. Padahal IHSG sempat menyentuh level 6.725 pada perdagangan intraday.

Meski terkoreksi, asing malah memanfaatkan momentum tersebut untuk melakukan aksi beli saham. Hal ini tercermin dari net buy asing di pasar reguler yang mencapai Rp 339 miliar.

IHSG justru terkoreksi ketika mayoritas bursa utama kawasan Benua Kuning menghijau. IHSG menduduki peringkat ketiga dengan kinerja harian terburuk setelah VN-Index (Vietnam) dan KOSPI (Korea) yang masing-masing ambles 1,62% dan 0,95%.

Senada dengan saham, pasar obligasi pemerintah juga mengalami koreksi. Hal ini tercermin dari yield SBN 10 tahun yang naik 4 bps menjadi 6,46%. Kenaikan yield menunjukkan bahwa harga obligasi sedang tertekan.

Saat pasar saham dan SBN melemah, kinerja rupiah paling mencolok. Baik di pasar spot maupun di kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah menguat dan menjadi juara Asia.

Data BI menunjukkan nilai tukar rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menguat 0,26% dan ditutup di Rp 14.323/US$. Sedangkan di pasar spot rupiah menunjukkan tajinya di hadapan greenback dengan menunjukkan penguatan 0,35% ke level Rp 14.305/US$.

Dari dalam negeri, BI merilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Desember 2021. Hasilnya IKK mengalami penurunan namun tipis. IKK tercatat turun 2 poin menjadi 118,3 pada bulan lalu.

"Survei Konsumen Bank Indonesia mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap kuat pada Desember 2021. Hal tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Desember 2021 sebesar 118,3 atau berada pada area optimis, relatif stabil dibandingkan dengan indeks pada November 2021 sebesar 118,5," tulis BI dalam Laporan Survei Konsumen yang dirilis kemarin.

Secara sentimen, volatilitas di pasar keuangan masih digerakkan oleh faktor normalisasi kebijakan moneter dan juga penyebaran Covid-19 Omicron.

Kondisi inflasi yang terus meningkat memang bakal memicu bank sentral untuk mengetatkan kebijakan moneternya lewat penurunan injeksi likuiditas dan kenaikan suku bunga.

Secara historis, siklus pengetatan moneter bukanlah kabar baik untuk pasar keuangan global. Naiknya suku bunga acuan akan membuat yield surat utang pemerintah yang sering dikenal sebagai risk free meningkat.


(trp/vap)
Pages