Newsletter

Covid Delta & Omicron Siap Bawa Kekacauan di Pasar!

Putra, CNBC Indonesia
11 January 2022 06:45
Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York
Foto: Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York (AP/Frank Franklin II)

Kabar tak sedap kembali menghampiri bursa saham AS. Dua indeks saham acuannya kompak ditutup melemah pada perdagangan dini hari ini tadi setelah sempat ambruk lebih dari 1% pada perdagangan perdana minggu ini.

Indeks Dow Jones terkoreksi 0,45%, S&P 500 turun 0,14% sedangkan NASDAQ selamat setelah berhasil naik 0,05% karena bangkit jelang penghujung perdagangan.

Gejolak di pasar saham AS ini diakibatkan karena kenaikan imbal hasil SBN AS. Yield US Treasury 10 tahun yang menjadi acuan masih melanjutkan tren kenaikan dan mendekati level 1,8%. Padahal di akhir tahun yield masih berada di level 1,5%.

Peningkatan imbal hasil obligasi ini memicu aksi jual di pasar saham terutama pada saham-saham teknologi yang terkenal sangat sensitif terhadap kenaikan suku bunga di mana indeks acuan teknologi Wall Street yakni NASDAQ sempat ambruk 2,7% sebelum akhirnya selamat dari koreksi.

Di sisi lain para pelaku pasar juga masih menantikan rilis data inflasi AS bulan Desember 2021. Sebagai catatan, IHK AS pada November 2021 naik 6,8% dan menjadi kenaikan tertingginya dalam 4 dekade.

Pelaku pasar masih melihat inflasi di AS tetap membandel di penghujung tahun. Konsensus Trading Economics memperkirakan inflasi AS di akhir tahun bakal tembus 7% year-on-year (yoy).

Dikarenakan inflasi yang tetap tinggi dan seolah enggan turun, the Fed selaku bank sentral AS mulai turun tangan. Injeksi likuiditas lewat QE direm (tapering).

Lebih lanjut otoritas moneter AS tersebut juga bersiap menaikkan suku bunga acuan Federal Funds Rate (FFR) serta mengurangi porsi obligasi pada neraca (balance sheet).

The Fed diperkirakan bakal mulai menaikkan suku bunga acuannya pada Maret 2022 nanti. Jika mengacu pada dot plot the Fed, ada ruang 3x kenaikan FFR di tahun ini.

Namun Goldman Sachs memiliki pandangan bahwa the Fed akan lebih hawkish dan bisa menaikkan suku bunga hingga 4x.

Dampak ke pasar saham memang akan cenderung negatif karena kenaikan suku bunga membuat borrowing cost naik dan bisa menggerus laba emiten.

Namun secara spesifik, dampak kenaikan suku bunga ke pasar saham akan sangat bergantung pada sektor dan juga jenis saham.

"Pada awal pekan 2022 ini, tren perdagangan saham di pasar akan cenderung menunjukkan adanya rotasi dari saham-saham berbasis pertumbuhan (growth stock) ke saham-saham value stock dan sektor siklikal," tutur analis Goldman Sachs Chris Husset dalam laporan riset, yang dikutipĀ CNBC International.

(trp/vap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular