Newsletter

Alert! Wall Street Ambles Lagi, Waspada IHSG

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
14 December 2021 06:12
Emiten Wall Street. AP
Foto: Emiten Wall Street. AP

Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street ditutup merosot pada perdagangan Senin (13/12/2021), karena investor cenderung berhati-hati terkait bagaimana varian Omicron akan berdampak atau tidak pada ekonomi global dan jelang pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS pada Rabu (15/12/2021) waktu AS.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup terkoreksi 0,89% ke level 35.650,949, S&P 500 merosot 0,91% ke posisi 4.669,14, dan Nasdaq Composite ambles 1,39% menjadi 15.413,28.

Koreksi terjadi setelah saham maskapai AS terpantau berjatuhan, setelah AS mencatatkan 800.000 orang tewas akibat virus corona (Covid-19). Saham Boeing anjlok 3,7%, American Airlines drop 4,9%, dan Delta Air Lines terbanting 3,4%.

Sebaliknya, saham farmasi produsen vaksin yakni Moderna melesat 5,8% di penutupan perdagangan kemarin, setelah pakar penyakit menular terkemuka Gedung Putih, dr. Anthony Fauci menyebut suntikan booster Covid-19 sebagai "perawatan optimal", tetapi mengatakan definisi vaksinasi lengkap tidak akan berubah.

Peneliti Israel di Pusat Medis Sheba dan Laboratorium Virologi Pusat Kementerian Kesehatan AS menyimpulkan pada Sabtu (11/12/2021) bahwa dosis tiga kali vaksin Pfizer-BioNTech Covid-19 efektif terhadap varian Omicron. Saham Pfizer pun melonjak 4,6%.

Namun, varian baru telah mendorong beberapa pejabat pemerintah AS untuk memberlakukan kembali pembatasan kesehatan untuk memperlambat penyebaran. Pada Minggu (12/12/2021), pemerintah AS melaporkan ada sekitar 800.000 kematian akibat Covid-19.

Sementara itu di Inggris pada Senin kemarin, Perdana Menteri (PM) Boris Johnson mengkonfirmasi bahwa setidaknya satu pasien yang terinfeksi varian Omicron telah meninggal di negara itu.

"Kekhawatiran kembali terjadi ... mulai dari pasar yang baru-baru ini reli cepat kembali ke rekor tertinggi, hingga kekhawatiran Covid-19 yang sedang berlangsung. Tetapi 'gajah di ruangan hari ini' dan mungkin untuk beberapa hari ke depan adalah Federal Reserve dan betapa hawkish nada yang mereka adopsi akhir pekan ini," kata Jim Paulsen, kepala strategi investasi Leuthold Group, dilansir dari CNBC International.

Di lain sisi, investor juga masih mencerna dari data inflasi utama yang kembali memanas. Inflasi Negeri Paman Sam dari sektor konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) pada periode November 2021 yang dirilis Jumat (10/12/2021) pekan lalu melonjak menjadi 6,8% secara tahunan (year-on-year/yoy).

Melonjaknya IHK AS pada bulan lalu merupakan lonjakan terbesar sejak 1982 silam. Angka tersebut juga sedikit lebih tinggi dari perkiraan ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan kenaikan 6,7%.

"Kami percaya pasar dapat terus mengambil pembacaan inflasi yang lebih tinggi, meskipun volatilitas tambahan tetap menjadi risiko. Dengan kebijakan The Fed yang relatif akomodatif, latar belakang ekuitas masih positif, dan kami mendukung pemenang dari pertumbuhan global," kata Mark Haefele, kepala investasi UBS Global Wealth Management, dikutip dari CNBC International.

Pembacaan inflasi utama datang jelang pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang dilaksanakan selama dua hari, yakni dari Selasa (14/12/2021) hari ini hingga Rabu (15/12/2021) waktu AS.

Dalam rapat FOMC kali ini, para pembuat kebijakan diperkirakan akan membahas percepatan dari program pengurangan pembelian obligasi atau tapering.

Ketua The Fed, Jerome Powell, beserta koleganya baru-baru ini menyarankan bank sentral dapat mengakhiri program pembelian obligasi bulanan senilai US$ 120 miliar lebih cepat dari jadwal saat ini, yakni Juni 2022.

Mempercepat batas waktu untuk tapering juga dapat memajukan kebijakan bank sentral untuk menaikan suku bunga acuan, di mana hal ini dapat menakuti investor.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular