Newsletter

Dibayangi Banyak Sentimen Negatif, IHSG Bisa Rebound?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
06 December 2021 06:12
INFOGRAFIS, Waspada, Negara-Negara Ini sudah Tertular Omicron
Foto: Infografis/ Sebaran Omicron/ Edward Ricardo Sianturi

Awal bulan Desember pasar keuangan Tanah Air membukukan kinerja yang cukup mengecewakan. Harga aset finansial domestik kompak membukukan pelemahan sepekan terakhir.

Pasar keuangan global sedang dirundung sentimen Covid-19 lagi. Kini muncul varian baru bernama Omicron dari Afrika Selatan yang disebut memiliki tingkat penularan lebih tinggi dari varian Delta.

Dalam waktu yang singkat, varian tersebut sekarang sudah ditemukan di berbagai negara di belahan dunia, mulai dari AS, Eropa bahkan hingga Asia.

Adanya sentimen negatif tersebut membuat investor asing kabur dari pasar keuangan dalam negeri. Hal ini tercermin dari aksi jual bersih yang dibukukan non-residen di pasar modal domestik.

Bank Indonesia (BI) mencatat non-residen di pasar keuangan Tanah Air jual neto Rp 12,5 triliun yang terdiri dari net sell di pasar Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 9,82 triliun dan net sell di saham Rp 2,68 triliun.

Alhasil harga dua aset finansial tersebut pun turun. Selain IHSG, harga obligasi negara pun turun. Hal ini tercermin dari yield SBN 10 tahun yang naik 17 bps dari 6,22% menjadi 6,39%.

Tekanan dan aksi jual investor asing (outflows) tersebut juga turut menekan nilai tukar rupiah. Pada periode yang sama, mata uang Garuda terdepresiasi 0,52% di hadapan greenback. Di pasar spot rupiah dibanderol Rp 14.395/US$.

Minggu depan, investor patut mencermati berbagai sentimen yang berpeluang menjadi penggerak pasar.

Pertama tentu dari sisi pandemi terkait dengan penyebaran varian Omicron. Hal ini juga membuat bos Dana Moneter International (IMF) ikut angkat bicara.

"Varian baru yang menyebar dengan cepat dapat menurunkan keyakinan dan kemungkinan akan ada penurunan proyeksi [pertumbuhan ekonomi] global dari perkiraan Oktober lalu" kata Kristalina Georgieva.

Revisi turun pertumbuhan ekonomi global di tahun 2022 yang digadang-gadang bakal jadi tahun pemulihan ekonomi global tentu menjadi sentimen pemberat pasar terutama untuk aset berisiko seperti saham.

Selain dari perkembangan Covid-19 Omicron, ada beberapa hal yang harus dipantau. Meskipun varian Omicron menjadi risiko terbesar bagi perekonomian dan pasar keuangan global saat ini,, tetapi kenaikan inflasi yang tinggi juga mendapat perhatian khusus dari pejabat bank sentral.

Di AS misalnya, inflasi terus meningkat di sepanjang tahun ini. Pada Oktober lalu, Indeks Harga Konsumen (IHK) Paman Sam naik 6,2% year on year (yoy). Ini menjadi kenaikan tertinggi sepanjang 2021 dan bahkan tertinggi dalam dekade terakhir.

Di sisi lain, sektor ketenagakerjaan AS juga terus menunjukkan perbaikan. Per November 2021, tingkat pengangguran di AS sudah berada di level 4,2% dan menjadi level terendah sejak Maret 2020.

Dalam waktu kurang dari 2 tahun tingkat pengangguran di AS bisa turun dari 14,8% pada April 2020 menjadi ke bawah 5% sejak akhir kuartal III tahun ini.

Lewat perkembangan tersebut, ada kemungkinan The Fed akan mempercepat laju tapering dan diikuti dengan kenaikan suku bunga acuan yang lebih awal serta agresif.

Sebelumnya The Fed resmi mengumumkan tapering pada November dengan laju US$ 15 miliar per bulan. Jika secara mendadak The Fed akan berubah jauh lebih agresif untuk mengetatkan kebijakan moneter, bsia jadi pasar bereaksi negatif.

Risiko lain juga datang dari AS adalah kelanjutan debt ceiling atau plafon utang AS. Setelah diperpanjang hingga awal Desember sekarang adalah momen penentuan.

Jika plafon utang AS tak segera dinaikkan maka AS berpeluang mengalami gagal bayar pada surat utang jangka pendeknya pada 21 Desember.

Adanya default ini bisa memicu terjadinya penurunan rating kredit AS yang membuat yield obligasi negara AS naik. Sebagai aset keuangan yang dianggap risk free, tentu saja ini bisa menjalar ke pasar keuangan global.

Adapun sentimen positif untuk pekan ini datang dari para peneliti kesehatan yang menyebutkan bahwa varian baru yang memiliki tingkat penularan tinggi, Omicron, menimbulkan gejala yang lebih ringan.

Sebuah penelitian kecil terhadap orang-orang yang dirawat di rumah sakit selama wabah varian Omicron di Afrika Selatan menemukan gejala yang lebih ringan daripada gelombang Covid-19 sebelumnya, meskipun peneliti dan dan ilmuwan secara lebih luas, memperingatkan bahwa masih terlalu dini untuk dapat dikatakan dengan pasti jika strain baru yang menyebar cepat kurang ganas dari pendahulunya.

Menurut raksasa perbankan Wall Street, JPMorgan, kondisi tersebut dapat menawarkan beberapa peluang investasi kepada trader dan investor karena bisa menandakan bahwa akhir pandemi sudah di depan mata.

Marko Kolanovic dan Bram Kaplan yang merupakan ahli strategi pasar global JPMorgandalam sebuah catatan pekan lalu menyebutkan Ini akan sesuai dengan pola historis untuk virus yang lebih ringan dan lebih mudah menular untuk dengan cepat menyingkirkan varian yang lebih parah, yang dapat mengubah omicron menjadi katalis untuk mengubah pandemi mematikan menjadi sesuatu yang lebih mirip dengan flu musiman.

Kabar baik kedua datang dari Presiden AS Joe Biden, menegaskan tidak akan melakukan lockdown meski

"Kami akan melawan varian ini dengan ilmu pengetahuan dan kecepatan. Bukan kekacauan dan kebingungan," tegas Biden, sebagaimana diwartakan Reuters.

Kebijakan yang ditempuh pemerintahan Biden adalah pelancong yang masuk ke AS wajib dites sebelum keberangkatan dengan hasil negatif, meski sudah divaksin. Penggunaan masker diwajibkan di pesawat, kereta api, dan transportasi umum lainnya.

Melihat tone di pasar yang mayoritas diisi oleh sentimen negatif dengan segala risiko yang ada untuk minggu depan, para pelaku pasar harus siap menghadapi tingginya volatilitas di pasar keuangan domestik maupun global.

(fsd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular