Newsletter

Wall Street Kompak Rebound Tajam, IHSG Happy Weekend?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
03 December 2021 06:01
Kemunculan kasus virus Omicron di Amerika Serikat. (AP/Jae C. Hong)
Foto: Kemunculan kasus virus Omicron di Amerika Serikat. (AP/Jae C. Hong)

Seperti di perdagangan sebelumnya, galur Covid-19 anyar Omicron dalam kadar tertentu masih mempengaruhi mood pasar.

Kabar teranyar dari negeri tetangga, Singapura, Kementerian Kesehatan Singapura pada Kamis (2/12) melaporkan penemuan dua kasus Covid-19 Varian Omicron di negaranya. Kasus tersebut didapatkan secara impor dari Afrika Selatan.

Mengutip Straits Times, dua kasus itu tiba dari Johannesburg dengan penerbangan Singapore Airlines pada hari Rabu, 1 Desember 2021. Meski begitu, kementerian mengaku bahwa kedua pasien itu belum berinteraksi dengan publik dan masih dalam karantina ketat.

"Kedua kasus saat ini dalam pemulihan di bangsal isolasi di Pusat Nasional untuk Penyakit Menular. Mereka telah divaksinasi lengkap, dan memiliki gejala ringan batuk dan tenggorokan gatal," ujar kementerian itu.

Indonesia sendiri saat ini telah menutup/melarang sementara masuknya Warga Negara Asing (WNA) dengan riwayat perjalanan 14 hari terakhir dari 11 negara seperti Afrika Selatan Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambique, Eswatini, Malawi, Angloa, Zambia, dan Hong Kong.

Di tengah kekhawatiran yang ada, sejumlah kabar yang melegakan pun datang.

Kali ini kabar optimis mengenai virus itu datang dari Hong Kong dan Australia.

Melansir Straits Times, sekelompok ilmuwan Hong Kong telah berhasil mengisolasi varian Omicron untuk menjadi sampel medis. Hal ini berguna untuk penelitian lebih lanjut demi mengetahui respon kekebalan yang tepat atas virus ini.

Dalam keterangan resmi University of Hong Kong (HKU), pengisolasian virus ini merupakan yang pertama di Asia. Tim peneliti saat ini sedang memperluas pengamatan virus untuk menilai penularan, kemampuan penghindaran kekebalan, serta menebak patogenisitasnya.

Kabar baik lainnya, regulator kesehatan Inggris pada Kamis (2/12) memberikan lampu hijau untuk penggunaan obat Covid-19 terbaru. Obat itu merupakan pengembangan yang dilakukan perusahaan farmasi GlaxoSmithKline.

Dalam laporan Al Jazeera, pejabat berwenang menyebut bahwa obat yang diberi nama Sotrovimab terbukti ampuh dalam melawan pasien Covid-19 yang memiliki gejala cukup parah.

"Lampu hijau untuk Sotrovimab yang mengobati mereka yang berisiko tinggi mengembangkan gejala Covid-19 yang parah," ujar pernyataan itu.

Sementara itu, di lain sisi, GlaxoSmithKline mengklaim bahwa obatnya ini juga dapat digunakan untuk membentuk daya tahan tubuh dalam melawan Varian Omicron.

Pemberian izin ini menambah panjang laporan obat-obatan Covid-19 yang juga dianggap mampu melawan Varian Omicron. Sebelumnya, CEO Pfizer Albert Bourla mengatakan obat pengobatan Covid-19, Paxlovid, yang saat ini sedang dikembangkan perusahaannya mampu melawan infeksi varian itu.

Simak Juga Data Eksternal

Dari eksternal, investor akan mengamati rilis data ekonomi sejumlah negara.

Pertama, soal rilis data Purchasing Managers' Index (PMI) sektor jasa, misalnya di Australia, Jepang, China hingga AS.

Khusus AS, data PMI non-manufaktur atau jasa akan diterbitkan oleh Institute for Supply Management (ISM). Setelah mencatatkan rekor di 66,7 pada Oktober lalu, konsensus pasar mematok data PMI jasa AS turun ke 65 per November.

Kedua, pelaku pasar modal juga akan mengamati rilis data non-farm payrolls (NFP) atau penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian AS per November. Konsensus pasar sepakat bahwa data NFP bulan lalu akan bertambah 550 ribu.

 

 

Sebelumnya, terdapat tambahan 531 ribu pekerjaan pada Oktober 2021, terbesar dalam 3 bulan dan di atas perkiraan pasar 450 ribu di tengah kasus Covid-19 turun kala itu dan pengusaha menawarkan upah yang lebih tinggi dan jam kerja yang lebih fleksibel.

NFP adalah sebuah data berisikan perubahan jumlah tenaga kerja Amerika Serikat di semua sektor dengan pengecualian pegawai pemerintah, pegawai rumah tangga, pegawai yang bekerja pada organisasi LSM (non-profit/nirlaba) dan karyawan sektor pertanian.

Ketiga, masih dari Negeri yang dipimpin Presiden Joe Biden, investor juga bakal menunggu rilis data tingkat pengangguran oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS per November. Konsensus yang dihimpun oleh Tradingeconomics memperkirakan, tingkat pengangguran AS akan turun tipis menjadi 4,5%.

Sebelumnya, tingkat pengangguran AS turun menjadi 4,6% pada Oktober 2021, terendah sejak Maret 2020 dan sedikit di bawah ekspektasi pasar 4,7%.

 

Menurut catatan Tradingeconomics, pasar tenaga kerja AS terus pulih secara bertahap dari pukulan pagebluk, dibantu oleh lonjakan permintaan tenaga kerja, rekor tingkat pembukaan pekerjaan, hingga berakhirnya tunjangan pengangguran.

(adf/adf)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular