Newsletter

Siap-Siap! Tak Cuma Omicron, Pasar Juga Kawal Ketat Kabar Ini

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
01 December 2021 06:18
Infografis/Varian Covid Omicron Bikin Sedunia Ketakutan, Ini Buktinya!/Aristya rahadian
Foto: Infografis/Varian Covid Omicron Bikin Sedunia Ketakutan, Ini Buktinya!/Aristya rahadian

Masih soal Omicron

Hari ini, perkembangan kabar soal Covid-19 Omicron, termasuk perdebatan soal apakah vaksin yang ada saat ini bisa melindungi orang dari galur Corona teranyar tersebut, masih akan membayangi pasar modal.

Seperti dijelaskan di atas, CEO Moderna Stephane Bancel mengatakan kepada Financial Times, Senin (29/11) bahwa dia memperkirakan vaksin yang ada saat ini kurang efektif melawan Omicron. Pernyataan ini turut membuat bursa saham global memerah.

Sementara, salah satu pendiri perusahaan biotek dan produsen vaksin Corona BioNTech SE Ugur Sahin mengatakan kepada The Wall Street Journal, Selasa (30/11), varian Omicron mungkin bisa menyebabkan lebih banyak infeksi, tetapi orang yang telah divaksinasi kemungkinan tetap terlindungi dari penyakit yang parah.

"Pesan kami adalah: Jangan panik, rencananya tetap sama: Percepat pemberian suntikan booster ketiga," kata Dr. Sahin dalam sebuah wawancara dengan The Journal, Selasa (30/11).

Selain itu, melansir Reuters, Selasa (30/11), Direktur Eksekutif Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) Emer Cooke mengatakan kepada Parlemen Eropa bahwa, bahkan jika penyebaran varian baru semakin meluas, vaksin yang ada akan terus memberikan perlindungan.

Andrea Ammon, ketua Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC), mengatakan dari 42 kasus varian yang sejauh ini dikonfirmasi di 10 negara Uni Eropa adalah ringan atau tanpa gejala, meskipun pada kelompok usia yang lebih muda.

Lebih lanjut, Universitas Oxford mengatakan tidak ada bukti bahwa vaksin saat ini tidak akan mencegah penyakit parah dari Omicron, tetapi mereka siap untuk dengan cepat merekayasa versi terbaru dari vaksin buatannya, yang dikembangkan bersama AstraZeneca jika perlu.

Timbulnya Virus Corona Varian Omicron telah membuat dunia mengambil langkah-langkah baru pengetatan protokol Covid-19.

Terbaru, Norwegia mulai kembali memberlakukan pengetatan penggunaan masker di transportasi umum dan tempat publik lainnya.

Tak hanya di Norwegia, langkah-langkah pemberlakuan penggunaan masker juga diberlakukan di Inggris dan di beberapa wilayah di AS. Di Inggris, pemberlakuan masker diwajibkan mulai Selasa di transportasi dan di toko-toko, bank dan juga salon.

Sentimen dari Dalam Negeri

Selain itu, dari dalam negeri investor akan menyimak 2 data penting.

Pertama, pada pukul 07.30 WIB, akan ada data aktivitas manufaktur RI yang diukur dengan Purchasing managers index (PMI) per November 2021. Konsensus yang dihimpun Tradingeconomics menyebutkan, PMI Manufaktur Indonesia pada November akan naik menjadi 57,4%, rekor tertinggi baru.

Diwartakan CNBC Indonesia sebelumnya, pada Oktober lalu, aktivitas manufaktur Tanah Air mencatat rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuat industri manufaktur Indonesia bergairah. IHS Markit melaporkan PMI Manufaktur Indonesia pada Oktober 2021 adalah 57,2, melesat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 52,2.

Kedua, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan akan merilis data inflasi November 2021 hari ini, pukul 11.00 WIB, Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan angka median 0,31% untuk inflasi November 2021 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).

Sementara median proyeksi inflasi November 2021 dibandingkan November 2020 (year-on-year/yoy) adalah 1,7%. Kemudian 'ramalan' inflasi inti tahunan ada di 1,435%.

Jika ekspektasi ini terwujud, maka laju inflasi Tanah Air mengalami akselerasi. Pada Oktober 2021, inflasi bulanan adalah 0,12% dan tahunan di 1,66%. Sedangkan inflasi inti tahunan sebesar 1,33%.

Konsensus pasar tidak jauh dari angka proyeksi Bank Indonesia (BI). Dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) sampai pekan IV, MH Thamrin memperkirakan inflasi November 2021 sebesar 0,34% mtm. Ini membuat inflasi tahunan berada di 1,72% dan inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) 1,27%.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, tahun depan sederet tekanan ekonomi akan menghantui. Salah satunya soal kenaikan inflasi.

Perry menjelaskan, kemungkinan akan terjadinya kenaikan inflasi di tanah air pada Semester II-2022, disebabkan karena adanya kenaikan harga energi.

"Dari waktu ke waktu, ada risiko tekanan inflasi pada paruh kedua tahun depan, karena kenaikan harga energi atau kenaikan permintaan lebih cepat," ujarnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (29/11/2021).

Selain risiko inflasi, ekonomi di tanah air juga akan menghadapi risiko dari pengurangan likuiditas bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang berpotensi mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Kendati demikian, kata Perry, BI akan berkomitmen untuk terus menjaga indikator asumsi makro agar sesuai dalam APBN 2022, meliputi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%, inflasi sebesar 3%, kinerja nilai tukar rupiah dengan rata -rata sepanjang tahun depan sebesar Rp 14.350.

Perry optimistis tahun depan ekonomi Indonesia akan terus pulih, meski masih ada beberapa isu permasalahan yang harus terus diantisipasi ke depan.

Sentimen dari Luar Negeri: Dari data PMI sampai Tapering 

Pertama, pada pagi hari, pukul 07.30 WIB, investor akan mengamati data pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III (Q3) 2021 Australia baik secara kuartalan dan tahunan.

Konsensus pasar menyebutkan, laju pertumbuhan PDB Negeri Kanguru akan minus 2,7% secara triwulanan (sebelumnya, +0,7%), sedangkan laju pertumbuhan PDB tahunan Q3 Australia akan naik 3% (sebelumnya 9%).

Kemudian, kedua, pukul 08.45 WIB, Caixin dan IHS Markit akan merilis data PMI Manufaktur China per November. Konsensus pasar sepakat bahwa PMI Manufaktur China akan turun tipis menjadi 50,5, setelah pada Oktober lalu berada di 50,6--level tertingginya sejak Juni 2021. Kendati demikian, aktivitas manufaktur China masih berada di zona ekspansi atau di atas 50.

Ketiga, tidak hanya di Indonesia dan China, akan ada banyak data PMI Manufaktur yang akan dirilis hari ini, seperti di Australia, Jepang, Korea Selatan, Rusia, Jerman, Uni Eropa, sampai AS.

Ambil contoh, di Negeri Paman Sam, akan ada 2 jenis data PMI Manufaktur, yakni yang dirilis oleh Markit Economics dan Institute for Supply Management (ISM).

Berdasarkan konsensus Tradingeconomics, PMI Manufaktur per November untuk kedua data tersebut akan sama-sama naik masing-masing menjadi 59,1 (sebelumnya 58,4) dan 61 (sebelumnya 60,8).

Keempat, di samping soal data PMI, investor juga akan mencerna data tenaga kerja AS versi ADP Research Institute per November 2021.

Menurut prediksi analis, akan ada tambahan 580.000 pos kerja baru pada November. Namun, konsensus Tradingeconomics memberikan angka yang lebih kecil, yakni sebanyak 520.000 tenaga kerja baru.

Sebelumnya, berdasarkan data ADP, pekerjaan sektor swasta meningkat 571.000 pada Oktober 2021, naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 523.000 pos kerja.

Sebagai gambaran, laporan tenaga kerja ADP memberikan gambaran bulanan tentang kondisi ketenagakerjaan sektor swasta non-pertanian A.S. berdasarkan data penggajian transaksional aktual.

Selain itu, kelima, investor juga akan mengamati data perubahan stok minyak mentah AS per 26 November versi American Petroleum Institute (API)--yang terdiri dari hampir 600 perusahaan minyak--dan stok minyak mentah & bensin versi badan pemerintah AS Energy Information Administration (EIA).

Konsensus Tradingeconomics sepakat bahwa inventori atau stok bensin AS per 26 November akan bertambah 1,267 juta barel, setelah berkurang sejak awal Oktober lalu. Sementara, inventori minyak mentah AS akan berkurang 1,667 juta barel per 26 November, usai bertambah 1,017 juta barel pada 19 November 2021.

Adapun data dari API sudah dirilis pada Rabu (1/12) pagi, 04.30 WIB. Melansir situs Oilprice.com, per Minggu ini, API memperkirakan persediaan untuk minyak mentah turun 747.000 barel, di bawah ekspektasi analis sebesar 1,667 juta barel.

Dengan ini, persediaan minyak mentah AS telah turun sekitar 57 juta barel sejak awal tahun.

Pada minggu sebelumnya, API melaporkan peningkatan persediaan minyak sebesar 2,307 juta barel.

Harga minyak--seperti dijelaskan pada halaman sebelumnya-- turun tajam pada Selasa kemarin menjelang rilis data di tengah kekhawatiran baru bahwa varian baru omicron covid akan sekali lagi mengurangi permintaan minyak.

Tidak ketinggalan, kelima, sentimen soal pengurangan pembelian obligasi bulanan atau tapering off The Fed AS masih akan menjadi perhatian pasar.

Pada Selasa, Ketua The Fed Jerome Powell mengindikasikan bahwa bank sentral dapat meningkatkan upayanya untuk meningkatkan ekonomi untuk 'memerangi' meningkatnya tekanan inflasi.

Dalam pidato di hadapan komite Senat, Kepala Fed tersebut mengatakan, bank sentral akan mengurangi laju pembelian obligasi bulanan lebih cepat daripada jadwal US$15 miliar per bulan yang diumumkan awal bulan ini.

Powell mengatakan dia masalah itu akan dibahas pada pertemuan Desember.

"Pada titik ini, ekonomi sangat kuat dan tekanan inflasi lebih tinggi, dan oleh karena itu, menurut pandangan saya, mempertimbangkan untuk mengakhiri pembelian aset kami [tapering off]... mungkin beberapa bulan lebih cepat," kata Powell, dilansir CNBC International.

"Saya berharap bahwa kita akan membahasnya pada pertemuan kita yang akan datang," imbuh Powell.

Dengan demikian, komentar Powell di atas menunjukkan bahwa fokus The Fed kini telah berubah untuk memerangi inflasi dan dampak negatifnya ketimbang potensi gangguan dalam kegiatan ekonomi akibat adanya varian baru Covid.

(adf/adf)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular