
Waspadai Krisis Properti China, Bagaimana Pasar Hari Ini?

Untuk perdagangan hari ini, pelaku pasar perlu mencermati beberapa sentimen, di mana yang pertama adalah keputusan DPR AS untuk meloloskan Rancangan Undang-undang (RUU) Infrastruktur.
Salah satu isi aturan tersebut adalah persyaratan pelaporan pajak mata uang kripto. Hal ini jelas menjadi sentimen negatif untuk pasar token kripto.
Sebagai informasi, Dewan Perwakilan Rakyat AS (US House of Representatives) sepakat untuk meloloskan RUU infrastruktur bipartisan yang berisi persyaratan pelaporan pajak mata uang kripto yang oleh beberapa kalangan, khususnya pecinta kripto dianggap sebagai langkah kontroversial.
DPR AS mendukung RUU tersebut dengan setidaknya 218 setuju pada Jumat malam, memuluskan salah satu prioritas utama bagi pemerintahan Presiden AS Joe Biden.
Senat awalnya meloloskan RUU tersebut pada bulan Agustus setelah anggota parlemen menolak segala upaya untuk mengubah ketentuan terkait kripto.
RUU tersebut akan memberikan dana US$ 550 miliar atau setara dengan Rp 7.865 triliun (kurs Rp 14.300/US$) untuk investasi federal baru dalam infrastruktur Amerika selama 5 tahun, menyentuh segala aspek mulai dari jembatan dan jalan hingga sistem broadband, air, dan energi.
Selain itu pelaku pasar juga masih perlu mencermati perkembangan kasus gagal bayar (default) surat utang emiten properti di China.
Otoritas Bursa setempat memutuskan untuk menghentikan perdagangan saham developer properti, Kaisa Holdings akibat gagal bayarnya kupon obligasi ke investor lokal.
Berdasarkan catatan Reuters, Kaisa memiliki utang sebesar US$ 3,2 miliar yang akan jatuh tempo dalam 12 bulan mendatang.
Sementara itu dalam waktu dekat Kaisa memiliki utang senilai US$ 400 juta yang jatuh tempo pada 7 Desember nanti. Ditambah lagi Kaisa juga memiliki kewajiban untuk membayar kupon senilai US$ 59 juta pada pekan depan tepatnya pada 11 November 2021.
Dari pasar komoditas, harga energi seperti minyak, batu bara dan gas alam naik cukup signifikan di akhir perdagangan minggu ini. Penyebabnya masih sama, kecemasan investor akan supply and demand gap di pasar yang belum mereda.
Harga komoditas terutama yang masih tetap tinggi dikhawatirkan bakal memicu inflasi akan tetap berada di atas level sasaran target bank sentral hingga 2022.
Dalam jangka pendek, kenaikan harga komoditas terutama batu bara yang melesat 10% lebih sepekan dapat membuat harga saham-saham emiten tambang batu hitam dalam negeri mendapatkan tenaga untuk menguat.
Namun untuk jangka yang lebih panjang ketakutan akan setan inflasi bisa memicu reli harga emas. Harga emas kembali melesat 1% lebih pekan ini dan menyentuh level US$ 1.816/troy ons.
Adanya antisipasi inflasi tinggi turut direspons pelaku pasar. Berdasarkan data Commodity Futures Trading Commission (CFTC), posisi net long (beli bersih) trader untuk kontrak berjangka COMEX naik signifikan di bulan Oktober mencapai 701 ton dibandingkan dengan 537 ton di akhir September.
Terakhir, faktor yang perlu diperhitungkan investor adalah perkembangan pandemi. Di dalam negeri kondisi pandemi terus membaik. Tren kasus infeksi harian konsisten di bawah angka 1.000 dan di minggu ini saja tambahan kasus baru turun 5,4%.
Namun di negara Eropa, kenaikan kasus infeksi Covid-19 kembali terjadi. Reuters melaporkan bahwa kasus infeksi Covid-19 di Eropa naik 6% secara mingguan di awal November.
Di Benua Biru setidaknya ada tambahan 1,8 juta kasus baru. Pada saat yang sama angka kematian juga meningkat 12% secara mingguan.
Meskipun ketakutan akan inflasi dan bahkan stagflasi masih menghantui pasar, harga saham dan obligasi pemerintah AS masih lanjut naik. Di akhir perdagangan Jumat (5/11), tiga indeks saham Paman Sam kompak menguat lebih dari 0,2%.
(chd/sef)