Newsletter

The Fed Sebut Tapering Mulai Tengah November, IHSG Kuat?

Research - Aldo Fernando, CNBC Indonesia
14 October 2021 06:18
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021).  Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) Foto: Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021). Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup variatif pada perdagangan Rabu (13/10/2021). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil melonjak dan menembus level psikologis 6.500, sementara nilai tukar rupiah stagnan di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Adapun harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat.

IHSG ditutup melesat 0,78% ke 6.536,90, setelah konsisten berada di zona hijau sepanjang perdagangan. Nilai transaksi mencapai Rp 17,79 triliun dan asing net buy di pasar reguler Rp 1,24 triliun.

Asing borong saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Astra International Tbk (ASII) masing-masing Rp 506,3 miliar dan Rp 431,2 miliar.

Sementara itu saham yang banyak dilego asing adalah saham PT Capital Financial Indonesia Tbk (CASA) dan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dengan net sell masing-masing mencapai Rp 299,4 miliar dan Rp 124,9 miliar.

Kemarin Dana Moneter Internasional (IMF) merilis laporan World Economic Outlook. Dalam laporan tersebut, IMF memangkas prospek pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,1 poin persentase dibanding proyeksi bulan Juli lalu menjadi 5,9%.

IMF menilai masalah disrupsi rantai pasok di negara maju serta perkembangan pandemi yang memprihatinkan di negara berkembang menjadi pemicu utama terjadinya penurunan proyeksi pertumbuhan PDB global.

Lebih lanjut, IMF memangkas proyeksi ekonomi sebesar 1,4 poin untuk kelompok "ASEAN-5" Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.

Sementara, rupiah berakhir mendatar terhadap greenback AS. Melansir data dari Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.215/US$. Rupiah stagnan dibandingkan penutupan perdagangan Selasa lalu.

Pelaku pasar saat ini menanti rilis data inflasi AS yang dirilis Rabu malam. Inflasi merupakan salah satu acuan bank sentral AS (The Fed) dalam memutuskan kapan waktu tapering serta menaikkan suku bunga.

Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memperingatkan bank sentral di dunia seperti The Fed agar bersiap untuk menaikkan suku bunga seandaianya inflasi lepas kendali.

Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) terbaru edisi Oktober 2021, lembaga yang berkantor pusat di Washington DC itu menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, tidak terkecuali Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi dunia 2021 kini diperkirakan 5,9%. Turun 0,1 poin persentase dibandingkan WEO edisi Julli 2021.

"Momentum pemulihan ekonomi dunia masih berlanjut, tetapi melambat. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) masih menjadi risiko utama," sebut WEO Oktober 2021.

Sementara itu untuk Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, IMF kini memperkirakan pertumbuhan 3,2% tahun ini. Turun 0,7 poin persentase dibandingkan WEO Juli 2021. Untuk 2022, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak berubah di 5,9%.

"Di luar China dan India, perkiraan pertumbuhan ekonomi diturunkan karena pandemi yang mengganas," sebut WEO Oktober 2021.

Kemudian, mayoritas investor kembali ramai memburu SBN pada Rabu kemarin, ditandai dengan kembali melemahnya imbal hasil (yield) di hampir seluruh SBN acuan. Hanya SBN bertenor 1 tahun yang masih dilepas oleh investor dan mengalami kenaikan yield.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun menguat 2 basis poin (bp) ke level 3,197%. Sedangkan untuk yield SBN dengan tenor 25 tahun kembali stagnan di level 7,189% pada perdagangan hari ini.

Sementara, yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi pemerintah berbalik melemah 3 bp ke level 6,342% pada hari ini. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Tiga Hari Memerah, Bursa Saham AS Mulai Rebound
BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :
1 2 3 4
Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading