
Standing Ovation Kemarin, Awas IHSG Rawan Hari Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri kompak finish di zona hijau kemarin. Saham, obligasi dan nilai tukar rupiah, semuanya menguat.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melesat 1,83% ke level 6.342,69. Data perdagangan mencatat nilai transaksi hari ini kembali turun menjadi Rp 17,2 triliun.
Investor asing tercatat masih melakukan pembelian bersih (net buy) dalam jumlah yang cukup besar, yakni mencapai Rp 1,9 triliun di pasar reguler. Sebanyak 317 saham menguat, 202 saham melemah dan 143 lainnya mendatar.
Beberapa saham yang menjadi penggerak (movers) bagi indeks berasal dari sektor energi terutama batu bara.
Hal tersebut merespons kenaikan harga bahan bakar fosil baik gas, batu bara hingga minyak mentah akibat adanya krisis energi yang melanda dunia.
Sementara itu mayoritas harga obligasi pemerintah ditutup menguat di saat yang sama. Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara berbalik melemah 2,6 bp ke level 6,333% pada hari ini.
Kenaikan harga saham dan obligasi pemerintah turut menjadi katalis positif bagi nilai tukar rupiah. Di pasar spot rupiah menguat 0,28% sementara di kurs tengah BI rupiah mengalami kenaikan 0,27% terhadap dolar AS. Rupiah pun kembali ke bawah Rp 14.300/US$.
Penguatan aset keuangan dalam negeri tak luput dari adanya tren kenaikan harga komoditas. Salah satunya adalah minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).
Harga CPO masih menjalani tren bullish. Dalam sepekan terakhir, harga naik 3,55% secara point-to-point. Selama sebulan ke belakang, kenaikannya adalah 5,06%.
Indonesia adalah negara produsen dan eksportir CPO terbesar dunia. Kenaikan harga komoditas berarti devisa hasil ekspor yang diterima Indonesia akan membengkak. Melimpahnya pasokan valas di perekonomian domestik menjadi pijakan kuat bagi stabilitas rupiah.
Halaman 2>>
Mengawali perdagangan pekan pertama di bulan Oktober, tiga indeks saham acuan Wall Street ditutup di zona merah.
Dow Jones ambles 0,94%. Indeks S&P 500 drop 1,3%. Nasdaq Composite memimpin pelemahan dengan koreksi 2,14%.
Pada Jumat pekan lalu, mayoritas saham di AS menguat menyusul kabar kemajuan perawatan Covid-19 dengan obat produksi Merck, yang memicu keyakinan bahwa ekonomi bisa dibuka kembali secara aman.
Sepanjang September, indeks S&P 500 ambles 4,8%, memutus reli 7-bulan beruntun, sementara Dow Jones dan Nasdaq terkoreksi masing-masing sebesar 4,3% dan 5,3% menjadi bulan yang terburuk.
Kuartal IV biasanya menjadi periode penguatan terutama di tengah aksi permak kinerja investasi akhir tahun aliaswindows dressing. Menurut data CFRA indeks S&P 500 menguat rata-rata 3,9% di tiap kuartal terakhir dan mencetak empat reali tiap 5 tahun perdagangan.
"Kuartal IV-2021 sepertinya akan mencetak tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari rat-rata. Namun, investor harus berpegangan penuh di tengah pergerakan yang biasanya meliar pada Oktober, dengan volatilitas 36% lebih tinggi dari rerata 11 bulan," tulis Kepala Perencana Investasi CFRA Sam Stovall, seperti dikutipCNBC International.
Prospek pengurangan stimulus moneter ke pasar dan kenaikan utang AS dan risiko gagal bayar raksasa properti China Evergrande menjadi pemberat. Pasar juga akan memantau rilis data tenaga kerja yang akan menjadi acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam memutuskan program pembelian obligasi di pasar.
Ekonom dalam konsensus FactSet memperkirakan ada 475.000 pos pekerjaan baru yang dibuka pada September, atau jauh meningkat jika dibandingkan dengan angka Agustus sebesar 235.000
Halaman 3>>
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati beberapa sentiment yang bakal menggerakkan pasar keuangan.
Pertama adalah kinerja bursa Wall Street. Pelemahan tiga indeks saham bursa New York bukanlah kabar yang bagus untuk bursa Asia yang buka hari ini termasuk Indonesia.
Sentimen lain yang masih perlu terus dipantau sampai saat ini adalah tren pergerakan harga komoditas terutama komoditas energi.
Harga tiga komoditas energi utama seperti batu bara, minyak dan gas masih melanjutkan reli.
Terakhir harga kontrak batu bara acuan ditutup tembus US$ 249/ton. Harga kontrak minyak Brent berada di level US$ 81,26/barel sementara gas alam Asia di US$ 32/MMBtu.
Terkait dengan batu bara, penipisan pasokan tidak hanya terjadi di China saja tetapi juga di India. S&P 500 melaporkan stok batu bara di India berada di level terendahnya di bawah 10 juta ton pada September lalu.
Data CEA menunjukkan bahwa dari 101 pembangkit listrik India bertenaga batu bara, jumlah stok batu baranya hanya mencukupi untuk kebutuhan pembakaran pembangkit kurang dari 8 hari.
Kemudian kenaikan harga minyak juga diakibatkan oleh OPEC yang terdiri dari negara-negara eksportir minyak seperti Arab dan Rusia yang sepakat untuk tetap menaikkan produksi secara gradual.
Kebijakan peningkatan produksi secara bertahap tersebut membuat harga minyak mentah mengalami kenaikan lebih dari 50% sepanjang tahun ini dan berada di level tertingginya dalam 3 tahun.
Berlanjutnya tren kenaikan harga komoditas memang bisa menjadi katalis positif bagi saham-saham di sektor energi Tanah Air.
Namun kekhawatiran terkait dengan plafon utang AS yang belum menemukan titik temu masih menjadi hal yang patut untuk dikhawatirkan.
Yield untuk surat utang AS tenor panjang memang cenderung flat di 1,48%. Namun untuk tenor pendek 1 bulan yield-nya menguat ke level 0,14% dan menjadi level tertinggi sejak Oktober 2020.
Risiko juga muncul dari tren penguatan IHSG yang gila-gilaan kemarin. Indeks saham acuan domestik yang melesat 1,83% membuka ruang untuk adanya aksi ambil untung (profit taking) yang bisa memicu terjadinya koreksi hari ini.
Halaman 4>>
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Rilis Data Neraca Dagang Australia bulan Agustus 2021 (07.30 WIB)
- Pengumuman Suku Bunga Acuan Australia (10.30 WIB)
- Rilis Data PMI Manufaktur dan Sektor Jasa India bulan September 2021 (12.00 WIB)
- Rilis Data PMI Jasa dan Komposit Rusia bulan September 2021 (13.00 WIB)
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk (NELY)
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Wijaya Karya Bangungan Gedung Tbk (WEGE)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q2-2021 YoY) | 7,07% |
Inflasi (September 2021, YoY) | 1,60% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (September 2021) | 3,50% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021) | -5,82% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q2-2021) | -0,80% PDB |
Cadangan Devisa (Agustus 2021) | US% 144,78 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(sef/sef) Next Article Volatilitas Meninggi, Tren Rotasi ke Value Stock Terbuka Lagi