
Wall Street Reli 3 Hari Beruntun, IHSG 'Tancap Gas' Lagi?

Bursa saham AS alias Wall Street kembali kompak melonjak pada penutupan pasar Rabu (25/8) waktu setempat. Dalam minggu ini, ketiga indeks utama bursa AS sudah serentak menguat sejak Senin lalu.
Kenaikan indeks utama AS terjadi seiring minimnya katalis negatif dan investor masih akan menanti gelaran Simposium Jackson Hole mendatang untuk mendapatkan petunjuk soal kapan Federal Reserve/the Fed mulai melakukan untuk pengetatan kebijakan moneternya.
Saham perusahaan pembuat chip dan sektor finansial membantu mendorong S&P 500 dan Nasdaq ke rekor penutupan tertinggi baru pada Rabu.
Indeks Dow Jones Industrial Average naik 39,24 poin, atau 0,11%, menjadi 35.405,50. S&P 500 bertambah 0,22% ke penutupan tertinggi baru di 4.496,19. Nasdaq Composite juga naik 0,15% ke 15.041,86, juga meraih rekor penutupan tertinggi baru.
"Berita positif tentang persetujuan vaksinasi, dan harapan bahwa Fed tidak akan mengejutkan pasar di Jackson Hole, membantu menjaga harga ekuitas lebih tinggi," kata David Carter, kepala investasi di Lenox Wealth Advisors di New York kepada Reuters.
Imbal hasil (yield) Treasury AS yang meningkat mendorong sektor keuangan yang sensitif terhadap suku bunga (.SPSY), dan sektor-sektor yang paling diuntungkan dari kebangkitan ekonomi--seperti, smallcaps , chips dan transports --memuncaki pasar.
Yield Treasury benchmark 10-tahun benchmark naik setinggi 1,352% pada hari Rabu, mencapai level tertinggi sejak awal bulan ketika berada di posisi 1,364%.
Kenaikan imbal hasil ini turut mengangkat saham JPMorgan 2%, sementara Wells Fargo naik 1,9%. Bank regional Zions naik 1,6%, dan Regions Financial naik 1,5%.
Selain itu, saham perjalanan dan liburan juga lebih tinggi. Beberapa maskapai penerbangan dan jalur pelayaran memperoleh kenaikan 1%. Saham kasino Penn National Gaming dan Caesars Entertainment masing-masing melesat 8,6% dan 4%. MGM Resorts terkerek 2,9%.
Akhir-akhir ini pasar telah didorong oleh tanda-tanda bahwa kasus Covid-19 varian delta bisa memuncak. Tom Lee dari Fundstrat mengatakan dalam sebuah catatan kepada klien Selasa malam bahwa yang terburuk mungkin ada di belakang kita, mengutip tingkat kasus positif yang turun di Florida dan Texas.
"Irama data yang masuk telah meningkat dalam beberapa hari terakhir, yang paling menonjol adalah puncak kasus COVID-19 di sejumlah negara bagian," jelas Lee.
Johnson & Johnson mengatakan pada hari Rabu bahwa suntikan penguat (booster) Vaksin Covid menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam uji klinis tahap awal, secara signifikan meningkatkan antibodi penangkal virus. Namun, sahamnya malah sedikit turun.
Delta Air Lines mengatakan pada hari Rabu bahwa pihaknya akan menaikkan premi asuransi kesehatan bagi karyawan yang tidak divaksinasi untuk menutupi biaya Covid yang lebih tinggi.
Perusahaan ini memiliki sekitar 75.000 karyawan dan sekitar 75% dari mereka telah divaksinasi secara penuh. Pada hari Selasa, Goldman Sachs itu akan mewajibkan karyawan yang memasuki kantornya untuk divaksinasi secara penuh. Saham Delta dan Goldman masing-masing naik 1,9% dan 1,1%.
Analis yang disurvei oleh Reuters, melihat pasar saham tetap dalam target kisaran untuk sisa tahun 2021.
"Dalam jangka panjang, indeks ekuitas telah mendingin karena mesin pertumbuhan berikutnya tidak jelas," Carter dari Lenox Wealth Advisors menjelaskan kepada Reuters.
"Stimulus fiskal dan moneter mungkin telah kehilangan semangat untuk mendorong pasar lebih tinggi lagi," imbuhnya.
Data ekonomi yang 'jinak', termasuk pesanan baru yang datar untuk barang modal inti di AS, memperkuat gagasan bahwa Ketua Fed Jerome Powell tidak mungkin mengisyaratkan percepatan timeline untuk pengetatan kebijakan di acara Jackson Hole Symposium yang bakal digelar secara virtual pada hari Jumat minggu ini.
"(Ekspektasinya) adalah bahwa Fed tidak akan menakut-nakuti pasar, dan hanya akan mengumumkan tapering yang hati-hati," kata Carter.
Informasi saja, the Fed telah membeli setidaknya US$ 120 miliar obligasi per bulan untuk mengekang suku bunga jangka panjang dan mendorong pertumbuhan ekonomi seiring pandemi yang membuat ekonomi anjlok.
"Taper talk adalah kekhawatiran, tetapi jika inflasi terus memanas dan data ekonomi terus beragam, waktu tapering bisa didorong," kata Lindsey Bell, kepala strategi investasi di Ally Invest, kepada CNBC International.
"Kecil kemungkinannya The Fed akan memaksakan pengurangan (tapering) pada ekonomi yang belum siap, dan prospeknya menjadi kurang pasti dengan munculnya varian delta," jelas Bell.
Bell menambahkan bahwa faktor penentunya adalah laporan lapangan kerja per Agustus yang akan dirilis pada 3 September mendatang, mengingat kasus Covid telah melonjak dalam sebulan terakhir seiring sebaran kasus Covid-19 varian Delta yang mengganas.
(adf/adf)