Newsletter

Indonesia Jadi Episentrum Covid-19 Global, PPKM Diperpanjang?

Putra, CNBC Indonesia
16 July 2021 06:00
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses terapresiasi 1,13% ke level 6.046,75 pada perdagangan Kamis (15/7/21) dampak dari kabar positif dari China dan Amerika Serikat (AS).

Data BEI mencatat, nilai transaksi hari ini sebesar Rp 9,4 triliun dan terpantau investor asing membeli bersih Rp 444 miliar di pasar reguler.

Angka penjualan ritel di China per Juni sukses melesat 12,1% secara tahunan atau melampaui ekspektasi pasar dalam konsensus Reuters yang memperkirakan angka 11%. Pertumbuhan itu mengindikasikan konsumsi masyarakat di China telah pulih kembali.

Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), bos bank sentral (Federal Reserve/The Fed) Jerome Powell menyatakan belum akan mengubah kebijakan moneternya menjadi ketat, dan memperkirakan inflasi akan melandai.

Beda nasib dengan pasar modal, di pasar spot nilai tukar rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (15/7/2021).

Meski demikian, kabar baiknya Mata Uang Garuda masih mampu bertahan di bawah Rp 14.500/US$. Rupiah bahkan bisa saja menguat seandainya tidak tertekan akibat kemungkinan diperpanjangnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat.

Melansir data Refinitiv, rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat 0,1% ke Rp 14.460/US$, sayangnya level tersebut menjadi yang terkuat hari ini. Rupiah setelahnya masuk ke zona merah, melemah hingga 0,24% ke Rp 14.510/US$.

Rupiah berhasil memangkas pelemahan, mengakhiri perdagangan di Rp 14.480/US$ atau melemah 0,03% di pasar spot, melansir data Refintiv.

Bursa saham Amerika Serikat (AS) khususnya saham-saham teknologi ditutup anjlok dini hari tadi, menyusul turunnya imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS yang menandakan naiknya risiko perekonomian dalam perspektif investor.

Imbal hasil obligasi tenor 10 tahun turun 3 basis poin (bp) ke 1,326%, meninggalkan level tertinggi tahun ini di 1,7% pada Maret. Penurunan ini mengindikasikan pelaku pasar memborong surat utang dan kurang nyaman menaruh dananya di aset berisiko tinggi seperti saham.

Jumlah klaim tunjangan pengangguran minggu lalu yang tepat sesuai proyeksi ekonom dalam polling Dow Jones, di angka 360.000 unit dan menjadi yang terendah dalam 16 bulan terakhir, tidak cukup membantu mengangkat sentimen pasar. Padahal, angka itu lebih baik ketimbang posisi sepekan sebelumnya (373.000 unit).

Data perdagangan mencatat, indeks acuan Dow Jones menjadi satu-satunya yang sukses naik tipis 0,15% ke level 34.987, sedangkan indeks acuan S&P 500 terpaksa ambruk 0,33% ke level 4.360, sedangkan indeks acuan Nasdaq dengan komponen saham teknologi ambruk paling parah setelah terkoreksi 0,70% ke level 14.543.

Akibatnya, saham Morgan Stanley pun drop bahkan setelah perseroan merilis kinerja keuangan kuartal II-2021 yang melampaui ekspektasi. Nasib saham Wells Fargo dan Bank of America juga sama, karena penurunan yield obligasi pemerintah AS memang menekan margin laba bank.

Powell dalam pidatonya di depan Kongres mengatakan bahwa dirinya sudah mengantisipasi tingginya inflasi yang disebutkan akan terus turun dalam berberapa periode kedepan.

Meskipun demikian sebagian investor tetap berspekulasi bahwa pembalikan arah kebijakan dari moneter longgar sekarang ke moneter ketat, bakal terjadi setelah inflasi Juni melesat yang ditimpali lonjakan indeks harga produsen.

"Dalam pertemuan Juni, Komite mendiskusikan tentang perkembangan ekonomi yang mendekati sasaran kami setelah kami menjalankan pembelian aset akhir Desember lalu. Meski mencapai standard 'kemajuan lebih jauh yang substansial' masih jauh, peserta rapat menilai bahwa kemajuan akan berlanjut," tuturnya.

Selanjutnya Jay Powell juga berpidato di depan Senat hari ini. "Investor obligasi mengikuti narasi Fed terkait inflasi," tutur Jim Paulsen, Kepala Perencana Investasi Leuthold Group, sebagaimana dikutip CNBC International.

Dari dalam negeri, investor masih akan memantau perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia yang masih belum mereda bahkan terus mencetak rekor dan bahkan kini Indonesia dinyatakan menjadi episentrum Covid-19 di dunia.

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang berjalan hampir dua pekan pun seperti tidak mampu membendung kasus baru. PPKM dilakukan sejak 3 Juli 2021, dan masih akan berlaku sampai dengan 20 Juli mendatang.

Kementerian Kesehatan menyebutkan pada Kamis (15/7/2021) hingga pukul 12:00 WIB tercatat jumlah tambahan kasus Covid-19 baru sebanyak 56.757 orang.

Dengan begitu total kasus Covid-19 di tanah air sebanyak 2.726.803 orang. Jumlah ini kembali memecahkan rekor dari sebelumnya, pada Rabu (14/7/2021) tambahan kasus baru 54.517 orang.

Angka ini menjadikan Indonesia memimpin klasemen pertambahan harian kasus Covid-19 di posisi wahid, jauh berada di atas UK di angka 48.553 dan India di angka 38.311.

Gagalnya pemberlakuan PPKM Darurat yang sudah diterapkan sejak 3 Juli dengan target akan menekan laju penyebaran virus Covid-19 ke bawah angka 10 ribu kasus per hari menyebabkan tanda-tanda bahwa PPKM Darurat yang akan usai dalam 4 hari kedepan akan diperpanjang kembali.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso angkat suara perihal kemungkinan perpanjangan PPKM Darurat.

Sebagaimana diketahui, Menko Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto merupakan koordinator PPKM Darurat untuk kabupaten/kota di luar Jawa dan Bali.

"Apakah nanti diperpanjang, berapa lama diperpanjang, besok kita akan ada rapat biasanya setiap jumat, kemudian nanti Sabtu Minggu kita komunikasikan dengan pemda dan hari Seninnya biasanya dilaporkan di ratas dengan bapak presiden (Presiden Joko Widodo). Nah perpanjangannya kapan, berapa lama, kita selalu evaluasi periodik," ujar Susiwijono dalam Media Briefing di kanal YouTube (15/7).

Dengan berlarut-larutnya kasus Covid-19 serta perpanjangan PPKM Darurat hal ini jelas akan menganggu pertumbuhan ekonomi sehingga ditakutkan meski ekonomi sudah 'dikorbankan' Covid-19 masih tak dapat ditekan.

Bahkan akibat pemberlakuan PPKM Darurat pemerintah merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021 dari 4,3-5,3% menjadi 3,7-4,5%. BI juga menurunkan 'ramalan' dari 4,1-5,1% menjadi 3,8%. Sebagai catatan, angka ini tentunya dalam kasus pasca PPKM Darurat kasus Covid-19 dapat ditekan sesuai target ke bawah 10 ribu kasus per hari.

"Asesmen awal kami menunjukkan kalau PPKM Darurat ini kita lakukan selama satu bulan dan bisa menurunkan Covid-19 secara baik, pertumbuhan ekonomi kita akan turun sekitar 3,8 persen," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR, belum lama ini.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Order Permesinan Jepang Periode Mei 2021 (06:50 WIB)
  • Tingkat Pengangguran Turki Periode May 2021 (14:00 WIB)
  • Inflasi India Periode Juni 2021 (19:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp) Next Article Investor Berdebar Menanti Rapat The Fed, IHSG Rawan Terkoreksi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular