
Masih Menunggu Data Inflasi AS, IHSG-Rupiah Kuat Nanjak Gak?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah berhasil mencatatkan penguatan pada perdagangan Senin (7/6/2021). Sementara, harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) beragam, di tengah kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS).
Setelah sempat melemah di menit-menit terakhir, IHSG akhirnya berhasil ditutup di zona hijau, walaupun hanya tipis-tipis saja. Indeks bursa saham acuan nasional tersebut ditutup menguat tipis 0,08% ke level 6.069,94.
Data perdagangan mencatat sebanyak 200 saham menguat, 294 saham melemah dan 159 lainnya mendatar. Nilai transaksi hari ini naik tipis menjadi Rp 11,7 triliun.
Investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) di pasar reguler sebesar Rp 190 miliar. Namun di pasar tunai dan negosiasi, asing tercatat masih melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 314 miliar.
Sekitar 15 menit sebelum pasar ditutup, IHSG sempat bergerak ke zona merah, yakni melemah tipis 0,04% karena aksi jual investor asing di beberapa saham big cap, yakni salah satunya di saham BBRI. Hari ini investor akan menunggu rilis data cadangan devisa oleh BI yang akan dirilis pada pukul 10.00 WIB.
Selain IHSG, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga menguat pada perdagangan pasar spot awal pekan ini, setelah melemah tipis 0,07% sepanjang pekan lalu. Kemarin, US$ 1 dibanderol Rp 14.260/US$ di pasar spot.
Rupiah menguat 0,21% dibandingkan dengan penutupan perdagangan terakhir pekan lalu. Sebelumnya di awal perdagangan rupiah menguat 0,42% ke Rp 14.230/US$.
Setelah kemarin pasar mencermati data ketenagakerjaan terbaru di Negeri Paman Sam yang meski meningkat tetapi masih di bawah ekspektasi pasar, kini pasar menanti data lain yaitu inflasi yang diukur dengan Indeks Harga Konsumen periode Mei 2021. Data ini akan dirilis pada Kamis malam waktu Indonesia.
Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan inflasi AS bulan lalu adalah 4,7% dibandingkan periode yang sama bulan sebelumnya (year-on-year/yoy). Lebih cepat ketimbang laju bulan sebelumnya yaitu 4,2% yoy dan jika terwujud bakal menjadi yang tercepat sejak September 2008.
Perkembangan inflasi tentu akan menjadi warna dalam pertemuan bank sentral AS bulan ini. Jika laju inflasi diperkirakan bakal stabil di atas target 2%, maka bukan tidak mungkin The Fed bakal mulai melakukan pengetatan.
Suku bunga mungkin tetap bertahan rendah. Tetapi gelontoran likuiditas (quantitative easing) kemungkinan bisa dipangkas dari saat ini yang US$ 120 miliar per bulan.
Sedikit bernuansa, harga SBN beragam kemarin. Ini di tengah kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS karena investor terus mencerna data laporan pekerjaan AS terbaru.
Sikap investor di SBN cenderung mix di mana pada SBN bertenor 1 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dan 30 tahun ramai dikoleksi oleh investor dan mengalami penguatan harga serta imbal hasilnya (yield) mengalami penurunan. Sedangkan sisanya yakni SBN berjatuh tempo 3 tahun, 5 tahun, dan 25 tahun cenderung dilepas oleh investor dan mengalami pelemahan harga, ditandai dengan kenaikan yield.
Yield SBN bertenor 3 tahun dengan kode FR0039 naik 0,1 basis poin (bp) ke level 4,826%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 5 tahun dengan seri FR0081 juga naik 0,2 bp ke posisi 5,388%, dan yield SBN dengan jatuh tempo 25 tahun dengan seri FR0067 naik 2 bp ke level 7,526%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Dari AS, yield obligasi pemerintah (Treasury) acuan terpantau bergerak naik pada Senin dini hari waktu AS, di mana investor masih mencerna data laporan pekerjaan AS baru sembari menanti rilis data inflasi AS pada periode Mei 2021 yang akan dirilis pada Kamis (10/6/2021) waktu AS.
Mengutip data dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun naik 2 bp ke level 1,579% pada dini hari waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan Jumat (4/6/2021) lalu sebesar 1,559%.
Bursa Wall Street AS ditutup beragam seiring investor menunggu berita tentang tarif pajak perusahaan minimum global, kekhawatiran soal inflasi, dan kurangnya katalis penggerak pasar pada Senin.
Indeks S&P 500 terkoreksi tipis 0,08% menjadi 4.226,52. Saham sektor material dan industri mengalami kerugian terbesar pada hari Senin, sehingga membebani pergerakan S&P 500. Dow Jones turun 126,15 poin, atau 0,36%, menjadi 34.630,24. Berbeda, indeks yang banyak berisi saham-saham teknologi, Nasdaq, menguat 0,49% ke posisi 13,881,72.
"Secara tematis, kita sudah selesai dengan [rilis] pendapatan, jadi Anda memiliki jeda di antara pendapatan ketika apa yang mendorong pasar adalah poin data ekonomi," kata Joseph Sroka, kepala investasi di NovaPoint di Atlanta kepada Reuters.
"Tidak banyak dorongan bagi investor untuk mengambil tindakan hari ini," imbuhnya.
Sroka menambahkan, sentimen yang akan dicermati pelaku pasar selama sepekan ini ialah soal laporan data inflasi AS yang akan dirilis pada Kamis. Para pelaku pasar tampaknya masih silang pendapat soal apakah inflasi bakal bersifat sementara atau berlangsung lebih lama.
Pada bulan April indeks harga konsumen (CPI) AS naik 4,2% dari tahun sebelumnya, menjadi kenaikan tercepat sejak 2008. Jika harga terus naik, hal itu dapat menyebabkan the Fed kembali memberlakukan pengetatan kebijakan moneternya.
Saham meme kembali menjadi sorotan lagi awal pekan ini. AMC melonjak 25% sepanjang hari dan akhirnya ditutup melejit 15%, sementara GameStop dan BlackBerry juga menguat sebanyak dua digit.
"Anda telah melihat demokratisasi pasar selama beberapa dekade yang didukung teknologi dan tentu saja ada kelompok investor individu yang berduyun-duyun ke ide-ide ini," kata Sroka.
"Kita melihat perdagangan spekulatif di zaman banyak outlet dan media sosial memperkuat berita yang ada," jelasnya.
Selain soal inflasi, pada Sabtu pekan lalu, negara kaya-raya yang tergabung ke dalam G7 sepakat untuk mendukung tarif pajak perusahaan global minimum setidaknya 15%. Kesepakatan soal pajak ini bertujuan untuk menyerok banyak uang dari perusahaan multinasional seperti Amazon dan Google.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan ini merupakan "komitmen yang signifikan dan belum pernah terjadi sebelumnya".
Selain itu, Anggota parlemen di Washington sedang berfokus pada upaya untuk menyusun paket pengeluaran infrastruktur. Anggota parlemen dari partai Demokrat sedang bersiap untuk memulai proses pemungutan suara untuk RUU infrastruktur pada Rabu di DPR AS.
Sentimen yang bakal memengaruhi pasar keuangan RI hari ini berasal baik dari domestik maupun eksternal. Dari Tanah Air, tercatat ada sejumlah jadwal cum date pembagian dividen tunai dari sejumlah emiten, seperti PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON), PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE), dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) (selengkapnya lihat halaman 4).
Asal tahu saja, cum date merupakan tanggal terakhir seorang investor dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh dividen dari kepemilikan saham suatu perusahaan.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) akan merilis data cadangan devisa (cadev) per akhir Mei 2021 pada pukul 10.00 pagi WIB. Menurut prediksi Trading Economics, angka cadev Mei akan meningkat menjadi US$ 140 miliar.
Sebelumnya, BI melaporkan angka cadangan devisa per akhir April 2021 sebesar US$ 138,8 miliar, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Maret 2021 sebesar US$ 137,1 miliar. Ini adalah rekor tertinggi sepanjang Indonesia merdeka.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 10,0 bulan impor atau 9,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Para pelaku pasar juga akan mengamati data-data dari luar negeri. Pada pukul 08.30 WIB, National Australia Bank (NAB) akan merilis data indeks keyakinan bisnis bulan Mei.
Sebelumnya, indeks keyakinan bisnis NAB di Australia naik 9 poin dari bulan sebelumnya ke rekor tertinggi 26 pada Maret 2021.
Menurut Trading Economics, angka ini menyiratkan bahwa kondisi akan tetap solid dalam waktu dekat, di tengah kekuatan dalam utilisasi kapasitas dan pesanan ke depan.
Adapun utilisasi kapasitas melonjak ke 85,3% yang sangat tinggi di bulan April, dari 82,5% pada Maret. Pasar meramal indeks keyakinan bisnis akan berada di level 24 pada Mei kali ini.
Kemudian pada pukul 16.00 WIB, pasar akan menantikan rilis Indeks Sentimen Ekonomi per Juni dari Jerman. Konsesus pasar memprediksi indeks ini mencapai 85,3, melebihi perolehan bulan Mei.
Informasi saja, indeks sentimen ekonomi Jerman melonjak 13,7 poin dari bulan sebelumnya menjadi 84,4 pada Mei 2021. Ini merupakan level tertinggi sejak Februari 2000 dan jauh di atas ekspektasi pasar yang sebesar 72,0.
Lalu, beralih ke benua Amerika bagian utara, pada pukul 19.30 WIB akan dirilis neraca perdagangan Kanada dan AS di bulan April.
Kanada mencatat defisit neraca dagang sebesar CAD$ 1,14 miliar pada bulan Maret 2021, dibandingkan dengan surplus sebesar CAD$ 1,42 miliar pada bulan sebelumnya. Ini merupakan adalah defisit dagang pertama setelah dua surplus dagang bulanan berturut-turut.
Menurut konsensus pasar yang dihimpun Trading Economics, neraca dagang Kanada diprediksi akan kembali defisit CAD$ 800 juta.
Setali tiga uang, defisit dagang negeri Paman Sam sempat meningkat 5,6% mencapai level tertinggi sepanjang masa US$ 74,4 miliar di bulan Maret. Angka ini meningkat dari defisit US$ 70,5 miliar pada bulan sebelumnya.
Pelebaran defisit dagang AS pada Maret terjadi di tengah melonjaknya permintaan domestik, yang membuat impor naik mencapai 6,3% ke level tertinggi sepanjang masa. Konsensus pasar meramal, neraca dagang AS per April akan kembali defisit sebesar US$ 69 miliar.
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Indeks Bisnis NAB Australia per Mei (08.30 WIB)
- Cadangan devisa Indonesia periode Mei (10.00 WIB)
- Indeks Sentimen Ekonomi ZEW Jerman per Juni (16.00 WIB)
- Neraca Dagang Kanada periode April (19.30 WIB)
- Neraca Dagang AS periode April (19.30 WIB)
Berikut sejumlah agenda emiten yang akan berlangsung hari ini:
- Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) suransi Bina Dana Arta (ABDA) (10.00 WIB)
- RUPST Metrodata Electronics (MTDL) (13.00 WIB)
- RUPST Harum Energy (HRUM) (14.00 WIB)
- Cum date di pasar reguler & negosiasi pembagian dividen tunai Wijaya Karya Beton (WTON)
- Cum date di pasar reguler & negosiasi pembagian dividen tunai Wijaya Karya Bangunan Gedung (WEGE)
- Cum date di pasar reguler & negosiasi pembagian dividen tunai Telkom Indonesia (TLKM)
- Cum date di pasar reguler & negosiasi pembagian dividen tunai Sawit Sumbermas Sarana (SSMS)
- Cum date di pasar reguler & negosiasi pembagian dividen tunai Pinago Utama (PNGO)
- Cum date di pasar reguler & negosiasi pembagian dividen tunai Nusa Raya Cipta (NRCA)
- Cum date di pasar reguler & negosiasi pembagian dividen tunai Samindo Resources (MYOH)
- Cum date di pasar reguler & negosiasi pembagian dividen tunai Mark Dynamics Indonesia (MARK)
- Cum date di pasar reguler & negosiasi pembagian dividen tunai Lautan Luas (LTLS)
- Cum date di pasar reguler & negosiasi pembagian dividen tunai Kino Indonesia (KINO)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
(adf/sef/adf) Next Article Banyak Agenda Sepekan, IHSG Bakal Ngegas Gak Nih?