Newsletter

IHSG 'Standing dan Terbang' 3% Lebih, Awas Profit Taking!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 June 2021 05:54
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Optimisme bangkitnya perekonomian Indonesia dan global masih menjadi sentimen positif ke pasar saham. Meski demikian, patut diwaspadai aksi profit taking melihat IHSG yang sudah melesat lebih dari 3% di pekan ini. Apalagi, Wall Street menguat tipis-tipis kemarin, sehingga kurang memberikan inspirasi bagi pasar saham Asia. 

Sektor manufaktur global yang menunjukkan peningkatan ekspansi semakin memperkuat optimisme bangkitnya perekonomian. Seperti disebutkan sebelumnya, IHS Markit melaporkan PMI manufaktur Indonesia mencatat ekspansi tertinggi sepanjang sejarah di 55,3.

"Dua komponen utama penyumbang kenaikan PMI adalah produksi (output) dan pemesanan baru (new orders). Perusahaan membukukan peningkatan permintaan yang signifikan, didukung oleh permintaan eksternal yang tumbuh dua bulan beruntun. Untuk memenuhi permintaan, dunia usaha meningkatkan pembelian bahan baku/penolong," sebut keterangan tertulis IHS Markit.

Ada kabar baik lain yaitu lapangan kerja mulai semakin tercipta. Dunia usaha akhirnya melakukan ekspansi tenaga kerja untuk kali pertama dalam 15 bulan terakhir untuk memenuhi peningkatan produksi.

Sementara itu, ekonom Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal menyebutkan laju inflasi Mei 2021 yang naik masih sesuai dengan ekspektasi BI dan konsensus pasar sehingga target pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi Q2-2021 di atas 7% sangat mungkin tercapai.

Sementara itu dari eksternal, perhatian tertuju pada data tenaga kerja Amerika Serikat. Maklum saja, data tenaga kerja merupakan salah satu indikator bagi The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter, selain juga inflasi.

Inflasi di AS sudah melesat naik. Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat (28/5/2021) lalu melaporkan data inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE). Data tersebut merupakan inflasi acuan The Fed.

Inflasi PCE inti dilaporkan tumbuh 3,1% year-on-year (yoy) di bulan April, jauh lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya 1,8% yoy. Rilis tersebut juga lebih tinggi ketimbang hasil survei Reuters terhadap para ekonomi yang memprediksi kenaikan 2,9%. Selain itu, rilis tersebut juga merupakan yang tertinggi sejak Juli 1992, nyaris 30 tahun terakhir.

Setelah inflasi, jika data tenaga kerja AS juga menunjukkan perbaikan yang signifikan, maka ekspektasi The Fed akan segera mengetatkan kebijakan moneternya akan kembali muncul.

Ekspektasi tersebut dapat memicu koreksi di pasar saham, dolar AS akan berbalik menguat dan rupiah serta SBN mengalami tekanan. Kemarin, indeks dolar AS sempat menguat hingga 0,46%, sebelum terpangkas dan berakhir di 89,904 atau menguat 0,08% saja. Pergerakan tersebut setidaknya menunjukkan ada potensi penguatan dolar AS merespon data tenaga kerja nantinya.  

Oleh karena itu, pelaku pasar akan lebih berhati-hati jelang rilis data tenaga kerja AS versi Automatic Data Processing (ADP) Inc. malam ini, dan versi pemerintah AS Jumat besok.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Data dan Agenda Berikut

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular