
Waspada, Bung! Wall Street Ambruk Lagi

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street berakhir di zona merah pada perdagangan Senin (10/5/2021) waktu setempat, karena masih khawatirnya pelaku pasar terkait inflasi AS dan mendorong investor menjauhi saham-saham siklikal yang paling diuntungkan saat ekonomi dibuka kembali.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 0,1% ke level 34.742,82, S&P 500 merosot 1,04% ke 4.188,43, dan Nasdaq Composite anjlok 2,55%ke posisi 13.401,86.
Di lain sisi, Harga kontrak berjangka minyak mentah dunia menguat setelah serangan siber melumpuhkan fasilitas pemipaan di AS. Colonial Pipeline, yang mengoperasikan sistem pipa sepanjang 5.500 mil terpaksa menunda pengiriman BBM dari Pesisir Teluk Meksiko ke New York.
Saham energi pun melesat, seperti misalnya Marathon Oil, Occidental Petroleum dan Devon Energy. Saham Chevron melesat 1,7%, diikuti saham Exxon.
Sementara untuk saham teknologi kembali dilepas oleh investor dan menjadi pemberat indeks Nasdaq pada hari ini, di mana saham Microsoft dan Apple merosot 2% dan saham Tesla ambruk hingga 6%.
Berikutnya Facebook turun lebih dari 4%, sementara Amazon dan Netflix turun lebih dari 3%. Alphabet turun lebih dari 2% setelah penurunan versi oleh Citigroup.
Investor kembali keluar dari saham-saham yang sedang bertumbuh, melanjutkan tren yang terlihat awal tahun ini, di tengah meningkatnya kekhawatiran inflasi dan suku bunga yang lebih tinggi.
"Tindakan harga teknologi sangat membuat frustasi bagi banyak orang karena pemikiran pada Jumat akhir pekan lalu akan menghasilkan rebound yang lebih berkelanjutan, sebaliknya, sektor tersebut terlihat adanya aksi penjualan yang agresif," kata Adam Crisafulli, pendiri Vital Knowledge, dalam sebuah catatan, dikutip dari CNBC International.
Reli saham teknologi terjadi pada Jumat (7/5/2021) akhir pekan lalu, setelah laporan pekerjaan April yang jauh lebih lemah dari perkiraan sempat meredakan kekhawatiran tentang perubahan kebijakan dari bank sentral AS. Saham teknologi sempat mampu bertahan, bahkan melesat di tengah suku bunga rendah selama pandemi.
Walaupun saham sektor utilitas dan konsumer pada perdagangan kemarin menguat, namun pelemahan saham teknologi yang tak terbendung membuat bursa saham Wall Street akhirnya ditutup di zona merah.
Pemicu lainnya adalah data tenaga kerja April yang jauh lebih lemah dari ekspektasi, dengan hanya 266.000 gaji baru atau jauh dari ekspektasi dalam polling Dow Jones yang memperkirakan 1 juta slip gaji baru. Pasar pun bertaruh bahwa kebijakan moneter ekstra longgar bakal dipertahankan.
Mike Wilson, Kepala Perencana Saham Morgan Stanley, menilai pelaku pasar sudah memfaktorkan pembukaan ekonomi di tengah penurunan kasus Covid-19 dalam reli kemarin. Kabar apapun yang membalikkan ekspektasi itu akan memukul pasar saham.
"Kita melihat pertarungan antara ekspektasi dan realitas di mana pasar sekarang memfaktorkan pembukaan ekonomi. Berdasarkan basis kumulatif, penjualan ritel sudah melampaui angka sebelum adanya Covid-19," tulis Wilson seperti dikutip CNBC International.
Pelaku pasar akan memantau rilis data inflasi. Investor khawatir bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bakal dipaksa untuk mengubah kebijakan uang longgarnya menjadi lebih ketat, demi mengendalikan inflasi yang bisa membahayakan pemulihan ekonomi nanti.
(chd/chd)