Newsletter

Wall Street Tak Tertolong! Nasib IHSG, Rupiah & SBN Piye?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
26 February 2021 06:06
Layar Pergerakan Saham
Foto: Layar pergerakan perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jatuhnya bursa saham Wall Street bukanlah kabar yang bagus pasar keuangan Benua Asia yang akan dibuka pada pagi ini, Jumat (26/2/2021). Volatilitas di pasar keuangan mulai meningkat. 

Bagi Indonesia sebagai negeraa berkembang, kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS berpotensi menekan harga SBN. Di sisi lain nilai tukar rupiah juga berpeluang untuk terdepresiasi di hadapan greenback.

Sementara untuk saham peluang koreksi juga terbuka lebar. Namun sepertinya pasar akan bergerak dengan volatilitas tinggi hari ini. Ada beberapa sentimen yang perlu dicermati di pasar saham hari ini. 

Pada perdagangan kemarin asing melakukan aksi jual terhadap aset ekuitas perusahaan publik Tanah Air. Saham yang paling banyak dilego asing rata-rata adalah saham blue chip. 

Saham PT Astra International Tbk (ASII) menjadi saham yang paling banyak dilepas asing dengan nilai transaksi mencapai Rp 378 miliar pada perdagangan kemarin. Namun dalam seminggu terakhir saham ASII dilego hampir Rp 710 miliar oleh asing. 

Di pekan ini saham ASII sudah turun 3,46%. Salah satu pemicunya adalah laba bersih ASII yang tergerus 26% semasa pandemi Covid-19. 

Berbeda dengan ASII saham emiten telekomunikasi pelat merah yakni PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) justru diburu asing. Dalam seminggu terakhir saham TLKM sudah diborong asing sebesar Rp 1,14 triliun. 

Sementara itu saham-saham yang menduduki jajaran top gainers masih saham bank-bank mini.

Meroketnya harga saham-saham bank mini di atas tampaknya masih didorong oleh sentimen konsolidasi perbankan yang mewajibkan modal inti bank minimal Rp 2 triliun di tahun ini oleh OJK.

Menurut Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020, bank diharuskan memiliki modal inti minimum bank umum sebesar Rp 1 triliun tahun 2020, Rp 2 triliun pada 2021 dan minimal Rp 3 triliun tahun 2022, sehingga, ada spekulasi, bank-bank yang belum memenuhi ketentuan harus melakukan merger atau akuisisi atau penambahan modal dari pemilik bank tersebut.

Sinyal akan lebih ramainya aksi korporasi berupa merger pada tahun ini sempat dihembuskan Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso.

Menurut Wimboh, dengan mempertimbangkan persaingan industri jasa keuangan ke depan yang akan semakin ketat dengan era digitalisasi, kebutuhan modal juga harus semakin kuat, terutama di sektor perbankan.

"Trennya [di 2021] akan lebih banyak lagi bank yang melakukan akuisisi dan merger," kata Wimboh, dalam pemaparan secara virtual, Selasa (26/1/2021).

Terlepas dari adanya euforia di saham-saham bank mini yang selanjutnya mungkin bakal dirubah menjadi bank digital, investor harus lebih berhati-hati hari ini karena kemungkinan badai dari Barat bisa berhembus ke Timur.

(twg/twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular