
Arigatou Mr. Powell! Pasar Saham Jadi Kalem Karenamu

Wall Street yang berhasil memangkas koreksi dan berubah menjadi positif mengisyaratkan sinyal baik bagi bursa saham Asia yang akan buka pagi hari ini, Rabu (24/2/2021). Namun yang perlu diingat adalah saham-saham kawasan Asia sudah sering hijau belakangan ini. Sehingga potensi koreksi itu memang terbuka.
Sejak The Fed memompa likuiditas ke sistem keuangan yang membuat neraca (balance sheet) bank sentral mengembang, investor yang tadinya cari aman cenderung berubah menjadi agresif dalam memburu aset berisiko. Saham, komoditas bahkan aset digital seperti mata uang kripto tak luput dari incaran.
Ekonomi riil memang belum bergerak kencang. Masih jauh bahkan dari kata pulih. Hanya saja pasar sudah berjalan mendahului ekonomi riil yang masih jalan di tempat. Saham-saham teknologi menjadi primadona karena dinilai minim terdampak krisis kesehatan dan justru menunjukkan prospek yang cerah di masa mendatang.
Banjir likuiditas, kemajuan pengembangan dan penyuntikan vaksin Covid-19 yang terjadi secepat kilat membuat investor menjadi kalap dan tak jarang mengambil tindakan-tindakan spekulatif.
Mulai dari trader Robinhood di AS sampai investor angkatan Corona di RI pernah merasakan gejolak atau volatilitas pasar yang tinggi. Banyak dari kalangan investor terutama ritel Tanah Air yang nyangkut di saham-saham farmasi karena terlalu bertaruh pada vaksin.
Akhir Januari menjadi saksi ketika aksi spekulasi tersebut harus diganjar dengan pembalikan tren bullish IHSG sejak kuartal terakhir tahun lalu. Setelah saham farmasi, kini saham primadona pelaku pasar Tanah Air adalah bank mini yang diisukan bakal dipermak jadi bank digital.
Pelaku pasar mulai melihat potensi bahwa bank-bank mini akan disulap menjadi bank digital yang jauh lebih cost efficient sehingga memberikan imbal hasil lebih besar dari bank konvensional. Appetite investor yang tinggi terhadap sektor ini membuat harga saham bank-bank bermodal cekak beterbangan.
Beberapa bank mini tersebut bahkan sampai diawasi ketat oleh otoritas bursa. Ada yang terkena suspend perdagangan. PT Bank Bumi Artha Tbk (BNBA) misalnya. Namun ada pula yang terus meroket seperti PT Bank Net Syariah Indonesia Tbk (BANK) yang baru IPO bulan ini tapi kapitalisasi pasarnya sudah meroket 1.250%.
Selain saham-saham bank digital saham komoditas terutama nikel ikut terimbas euforia. Kenaikan harga nikel didukung dengan peningkatan volume penjualan mobil listrik global membuat saham-saham emiten tambang nikel tak luput dari buruan.
Namun pada perdagangan kemarin saham perusahaan tambang nikel banyak yang diterpa aksi ambil untung terutama oleh asing sehingga harganya terjerembab. Beberapa saham emiten nikel yang sudah melesat tinggi dalam enam bulan terakhir bahkan ada yang dilepas oleh investor asing secara besar-besaran sebulan terakhir.
Dua saham emiten nikel yang paling banyak dilepas asing di pasar reguler satu bulan terakhir adalah saham PT Timah Tbk (TINS) dengan net sell Rp 63 miliar dan saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) dengan net sell mencapai Rp 124,31 miliar.
Euforia saham bank digital dan nikel cukup menarik dicermati karena akan menjadi tren investasi saham di tahun ini seiring dengan tema global yang bertajuk dunia yang terdigitalisasi dan commodity supercycle sebagai konsekuensi dari pandemi Covid-19.
Namun yang namanya euforia selalu ditumpangi dengan tindakan yang irasional. Kenaikan harga yang sudah gila-gilaan tak bisa terus menerus naik. Ada periode di mana harga akan turun. Tren sektoral ini patut untuk diwaspadai!
Untuk sekarang pasar saham Indonesia boleh sedikit bernafas lega dengan pernyataan bos The Fed. Setidaknya sinyal pengetatan moneter masih jauh dari pandangan sehingga aliran dana asing yang masuk tak langsung 'pulang kampung'.
Baik rupiah, harga obligasi serta saham masih berpeluang melanjutkan penguatan yang juga ditopang oleh sentimen membaiknya prospek ekonomi di tahun Kerbau Logam ini serta imbal hasil aset keuangan yang sangat menarik di mata investor global.
(twg/twg)