
Arigatou Mr. Powell! Pasar Saham Jadi Kalem Karenamu

Kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS menyita perhatian kalangan pelaku pasar. Bahkan bursa saham Wall Street sempat goyang. Pada perdagangan sebelumnya Wall Street cenderung lesu. Namun testimoni bos The Fed Jerome Powell di depan Komite Perbankan Senat menjadi penyelamat perdagangan pagi ini.
Indeks S&P 500 dan Dow Jones Industrial Average (DJIA) yang tadinya drop berakhir di zona hijau dengan apresiasi sebesar 0,1%. Namun indeks Nasdaq Compsite yang berisi saham-saham teknologi tetap tertekan 0,5%.
Kenaikan suku bunga akan menjadi ancaman bagi pasar saham. Pasalnya reli panjang harga saham selama ini ditopang oleh rendahnya imbal hasil di pasar obligasi. Kenaikan suku bunga juga akan membuat biaya pinjaman (borrowing cost) meningkat sehingga valuasi saham menjadi kurang atraktif lagi.
Prospek pemulihan ekonomi serta ekspektasi inflasi yang tinggi adalah biang kerok utamanya. Sektor manufaktur dan jasa di AS sudah berada dalam kondisi ekspansif. Hal ini tercermin dari angka indeks manajer pembelian (PMI) yang berada di atas 50.
Di saat yang sama, pasokan uang beredar (M2) di AS juga meningkat pesat. Di bulan ini saja, nilai M2 di AS tercatat mencapai US$ 19,41 triliun di bulan ini atau naik 25,71% (yoy) dari periode yang sama tahun 2020. Per Februari 2020 nilai M2 di AS hanya tercatat sebesar US$ 15,45 triliun.
Likuiditas yang berlimpah dan geliat ekonomi yang semakin terasa membuat banyak pihak mulai mengantisipasi kenaikan inflasi yang tinggi. Wajar saja jika investor juga berharap mendapat kompensasi kenaikan imbal hasil dari obligasi.
Kenaikan harga yang sangat tinggi ditakutkan akan membuat The Fed mau tak mau menaikkan suku bunga jangka pendeknya. Kalau ini sampai terjadi maka pasar keuangan akan kembali goyang.
Namun investor, analis dan pelaku ekonomi lainnya menyambut positif testimoni bos The Fed Jerome Powell di hadapan Komite Perbankan Senat AS yang akan dihelat dalam dua hari ini.
Banyak yang mencari sinyal terkait apa yang bakal dikatakan oleh orang nomor wahid di dunia kebanksentralan Paman Sam itu. Dalam kesempatan kali ini, Powell kembali menegaskan bahwa stance kebijakan moneter yang longgar akan tetap dipertahankan.
Menurut Powell inflasi di AS masih terbilang lunak. Kenaikan harga rata-rata dalam 12 bulan terakhir masih di bawah sasaran target otoritas moneter Adikuasa tersebut yang dipatok di angka 2%.
"Perekonomian masih jauh dari tujuan kami untuk mencapai sasaran ketenagakerjaan [maximum employment] serta target inflasi dan kemungkinan akan membutuhkan waktu untuk kemajuan substansial lebih lanjut untuk dicapai," kata bos Fed dalam sambutan yang disiapkan untuk Komite Perbankan Senat.
Ungkapan tersebut seolah mencoba memberikan sinyal di pasar bahwa jangan terlalu antusias dalam menyambut prospek ekonomi yang sangat cerah dibarengi dengan inflasi tinggi.
Sebenarnya yang ditakutkan pasar adalah perubahan yang mendadak pada kebijakan moneter. Namun The Fed sadar betul membuat manuver tajam pada stance kebijakan moneter hanyalah tindakan yang gegabah yang tidak hanya memicu shock di pasar keuangan tetapi juga ekonomi riil
Atas pernyataan bos The Fed tersebut, pasar menjadi lebih kalem. Di saat pasar saham mulai kalem, aset berisiko lain yang juga jadi primadona belakangan ini yakni Bitcoin drop signifikan.
Dalam waktu singkat nilai kapitalisasi pasar mata uang kripto terpopuler itu drop lebih dari 10% setelah Menteri Keuangan AS memperingatkan risiko inefisiensi ketika bertransaksi dengan Bitcoin.
(twg/twg)