Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri bervariasi pada perdagangan Kamis kemarin, menyambut pelantikan Joseph 'Joe' Biden sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) ke-46. AS merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, sehingga bagaimana arah kebijakan sang presiden akan memberikan dampak besar ke pasar finansial global.
Pada perdagangan hari ini, Jumat (22/1/2021) pergerakan bervariatif berpeluang kembali terjadi, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berisiko terkoreksi, dan rupiah berpotensi menguat, penyebabnya akan dibahas pada halaman 3 dan 4.
IHSG Kamis kemarin berakhir melemah 0,25% ke 6413,892. Data perdagangan mencatat investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 250,23 miliar di pasar reguler, dengan nilai transaksi mencapai Rp 18,62 triliun.
Penurunan IHSG terjadi akibat aksi ambil untung (profit taking) mengingat di awal perdagangan sempat melesat 1,17% ke 6.504,992.
Untuk pertama kalinya sejak April 2019 IHSG kembali menyentuh level 6.500. Dari level tersebut, IHSG juga berjarak kurang dari 3% menuju rekor tertinggi sepanjang masa 6.693,466 yang dicapai pada 20 Februari 2018.
Mayoritas bursa utama Asia juga menguat pada perdagangan Kamis kemarin yang memperkuat indikasi profit taking yang menimpa IHSG.
Sementara itu, nilai tukar rupiah menguat 0,28% melawan dolar AS ke Rp 13.980/US$. Sementara dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN) bervariasi kemarin, yang tercermin dari pergerakan yield-nya.
Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Saat harga naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya.
Joe Biden Rabu waktu AS resmi dilantik menjadi Presiden AS menggantikan Donald Trump.
Selain pelantikan Biden, Senat AS yang sebelumnya dikuasai oleh Partai Republik, kini dikuasai oleh Partai Demokrat. Sehingga blue wave atau kemenangan penuh Partai Demokrat berhasil dicapai.
Parlemen AS menganut sistem 2 kamar, House of Representative (DPR) yang sudah dikuasai Partai Demokrat sejak lama, dan Senat yang pada rezim Donald Trump dikuasai Partai Republik.
Dengan dikuasainya DPR dan Senat, tentunya akan memudahkan dalam mengambil kebijakan, termasuk dalam meloloskan paket stimulus fiskal US$ 1,9 triliun.
Hal tersebut menjadi sentimen positif bagi pasar finansial global, bursa saham mayoritas mengalami penguatan.
Selain itu, saat stimulus tersebut cair, maka jumlah uang bereda di perekonomian AS akan bertambah, dan dolar AS berisiko tertekan.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan 3,75% saat mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pertama di tahun 2021. Keputusan tersebut sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia.
Dengan dipertahankannya suku bunga, penguatan rupiah menjadi terakselerasi. Sebab jika suku bunga kembali diturunkan, maka yield obligasi di Indonesia juga akan menurun, hal ini dapat membuat capital inflow menjadi seret, bahkan tidak menutup kemungkinan terjadi outflow yang bisa menekan rupiah. Sebab selisih yield dengan negara-negara maju, misalnya dengan AS akan menyempit, hal itu membuat Indonesia sebagai negara berkembang menjadi kurang menarik.
Negara berkembang memiliki risiko investasi yang lebih tinggi ketimbang negara maju, sehingga untuk menarik aliran investasi diperlukan yield yang lebih tinggi.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street Kurang Bertenaga, Tapi S&P 500 dan Nasdaq Cetak Rekor Lagi
Bursa saham AS (Wall Street) kurang bertenaga pada perdagangan Kamis waktu setempat, sehari pasca mencetak rekor tertinggi sepanjang masa setelah dilantiknya Joe Biden menjadi Presiden AS ke-46.
Meski demikian, indeks S&P 500 mampu mencetak rekor penutupan tertinggi sepanjang masa setelah menguat tipis 0,03% ke3.853,07. Indeks Nasdaq mampu berlari lebih kencang 0,55% ke 13.530,92 yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.
Sementara indeks Dow Jones melemah tipis 0,04% ke 31.176,01, turun dari rekor tertinggi sepanjang masa yang dicapai sehari sebelumnya.
Pelantikan Joe Biden pada hari Rabu membawa ketiga indeks utama tersebut mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Biden diharapkan mampu mempercepat vaksinasi sehingga perekonomian bisa segera dibuka. Para analis di Wall Street juga optimis rencana Biden dalam menangani pandemi Covid-19 nisa membawa bursa lebih tinggi lagi.
Biden merilis rencana pengendalian pandemi di hari pertama berkantor, termasuk menerbitkan keputusan presiden (executive orders) dan rencana menggunakan UU Produksi Pertahanan untuk mendongkrak produksi alat pelindung diri (APD).
Dia juga akan mempercepat vaksinasi dengan menggunakan pendanaan pemerintah federal dan pemerintah lokal, memperbanyak pusat vaksinasi dan merilis kampanye pendidikan nasional.
"Kami melihat laju vaksinasi sebagai kunci pendorong bursa sepanjang 2021, seperti halnya peralihan mobilitas dan kasus Covid-19 mempengaruhi bursa pada 2020," tutur Keith Parker, Kepala Perencana Saham UBS, dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.
Data klaim pengangguran yang dirilis oleh Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan ada 900.000 penganggur baru akhir pekan lalu, atau , turun dari pekan sebelumnya 965.000 orang. Capaian itu lebih baik daripada estimasi ekonom di polling Dow Jones yang sebanyak 925.000.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari ini
Wall Street yang bervariasi pada perdagangan Kamis kemarin mengindikasikan euforia dari dilantiknya Joe Biden mulai memudar.
Selain itu, reli yang terjadi belakangan ini telah mengangkat valuasi Wall Street ke level tertinggi sepanjang sejarah, membuat pelaku pasar waspada akan kemungkinan terjadinya koreksi. Indeks S&P 500 sepanjang tahun ini sudah menguat 2,6%, sementara Nasdaq melesat nyaris 5%.
Indeks S&P 500 diperdagangkan 22,8 kali laba (earning) per saham atau mendekati level semasa bubble dotcom tahun 2000, menurut catatan FactSet. Secara teknikal, indeks berisi 500 saham unggulan AS itu diperdagangkan 16% di atas rerata pergerakan (moving average/MA) 200 hari, dua kali dari level normal di situasi bullish sekalipun.
Kehati-hatian pelaku pasar tersebut tentunya bisa berimbas ke pasar Asia hari ini, termasuk IHSG yang kemarin juga mengalami koreksi setelah menyentuh level 6.500.
Apalagi, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali kembali diperpanjang 2 pekan hingga 8 Februari mendatang. PPKM tahap pertama berakhir pada 25 Januari.
Keputusan perpanjangan PPKM tersebut itu disampaikan oleh Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (21/1/2021).
Airlangga menjelaskan, per 20 Januari 2021, tingkat kasus positif Covid-19 akumulasinya 939.948 orang dengan tingkat kesembuhan 81,2%, tingkat kematian 2,9%, dan positivity rate 16,6%.
Sementara kasus baru yang dilaporkan kemarin sebanyak 11.703 orang sehingga total menjadi 951.651 kasus. Penambahan kasus Covid-19 di Indonesia mulai konsisten di atas 10.000 per hari sejak 8 Januari lalu, artinya meski PPKM sudah diterapkan, penambahan kasus masih tetap saja tinggi.
Diperpanjangnya PPKM tentunya dapat menghambat laju pemulihan ekonomi Indonesia yang berdampak negatif ke pasar.
Jika IHSG berisiko terkoreksi, rupiah justru berpeluang menguat melihat indeks dolar AS yang merosot 0,42% ke 90,093 kemarin.
Ekspektasi segera cairnya stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun setelah Partai Demokrat menguasai DPR dan Senat AS memberikan tekanan bagi the greenback.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari ini (2)
Bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) kemarin mengumumkan kebijakan moneter, masih tanpa perubahan dari sebelumnya, namun proyeksi pertumbuhan ekonomi diperbaharui.
BoJ mempertahankan kebijakan yield curve control (YCC), dengan suku bunga acuan -0,1%, dan yield obligasi tenor 10 tahun dekat 0%.
Dalam konferensi pers yang digelar kemarin, Gubernur BoJ, Haruhiko Kuroda merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun fiskal 2021 menjadi 3,9%, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya 3,6%.
Kuroda juga memperingatkan meski proyeksi pertumbhan ekonomi dinaikkan, risiko kemerosotan juga meningkat sebab kebijakan pembatasan sosial yang lebih ketat akibat penyebaran Covid-19 bisa mempersulit pemulihan ekonomi yang rapuh.
Selain itu kemarin malam, European Central Bank (ECB) juga mengumumkan hasil rapat kebijakan moneter pertama di tahun ini. ECB memutuskan masih mempertahankan kebijakannya, suku bunga acuan tetap 0%, kemudian stimulus moneter dengan program pembelian obligasi atau yang disebut Pandemic Emergency Purchase Program (PEPP) tetapi senilai 1,85 triliun euro atau setara US$ 2,25 triliun dan akan berlangsung hingga Maret 2022.
Meski demikian, ECB mengatakan siap bertindak dengan menambah stimulus jika perekonomian kembali memburuk.
Presiden ECB, Christine Lagarde mengatakan pandemi Covid-19 masih memberikan "risiko yang serius" bagi perekonomian zona euro. Apalagi, banyak negara zona euro kembali mengetatkan pembatasan sosial guna meredam penyebaran Covid-19.
"Dimulainya vaksinasi di wilayah zona euro menjadi langkah penting dalam menanggulangi krisis kesehatan. Meski demikian, pandemi Covid-19 masih menimbulkan risiko yang serius bagi kesehatan masyarakat dan ekonomi zona euro serta global," kata Lagarde sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (21/1/2021).
Jerman di pekan ini mengumumkan lockdown diperpanjang hingga 14 Februari mendatang. Belanda akan memberlakukan jam malam mulai pekan ini, Prancis juga memperketat jam malamnya, sementara Portugal menutup sekolah mulai hari ini.
Alhasil, bursa saham Eropa yang sebelumnya menguat berbalik ke zona merah pada perdagangan Kamis kemarin.
Hal tersebut menunjukkan Covid-19 masih menjadi ketakutan para pelaku pasar, bahkan saat vaksinasi massal sudah dimulai di banyak negara.
Rilis data purchasing managers' index (PMI) manufaktur dan jasa di Eropa bisa menunjukkan seberapa besar efek pengetatan pembatasan sosial yang dilakukan. Tetapi data-data tersebut baru dirilis setelah pasar keuangan Indonesia ditutup.
Berikut adalah sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data inflasi Jepang (6:30 WIB)
- Rilis data penjualan ritel Australia (7:30 WIB)
- Rilis data PMI Manufaktur Jepang (7:30 WIB)
- Rilis data penjualan ritel Inggris (14:00 WIB)
- Rilis data PMI Manufaktur & Jasa Prancis (15:15 WIB)
- Rilis data PMI Manufaktur & Jasa Jerman (15:30 WIB)
- Rilis data PMI Manufaktur & Jasa Zona Euro (16:00 WIB)
- Rilis data PMI Manufaktur & Jasa Inggris (16:30 WIB)
- Rilis data PMI Manufaktur & Jasa AS (21:45 WIB)
Data dan Indikator Ekonomi Makro | Satuan | Nilai |
Pertumbuhan Ekonomi Q320 | %yoy | -3.49 |
Inflasi 2020 | %yoy | 1.68 |
BI 7 Day Reverse Repo Rate November 2020 | % | 3.75 |
Surplus/Defisit Anggaran 2020 | %PDB | -6.34 |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan Q320 | %PDB | 0.36 |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia Q30 | US$ Miliar | 2.05 |
Cadangan Devisa November 2020 | US$ Miliar | 135.9 |
TIM RISET CNBC INDONESIA