
Menanti Gebrakan 10 Hari Joe Biden, IHSG Bakal Melesat Lagi?

Wall Street yang menghijau pada perdagangan Selasa waktu setempat tentunya mengirim hawa positif pasar Asia hari ini, dan IHSG berpeluang kembali ke zona hijau.
Pelantikan Joe Biden sebagai Presiden AS ke 46 akan menjadi perhatian utama pelaku pasar. Keamanan jalannya pelantikan tersebut tentunya menjadi perhatian utama. Maklum saja, pendukung Donald Trump dikhawatirkan akan melakukan demo menolak pelantikan Biden. Dua pekan lalu, situasi di Washington DC bahkan cukup mencekam.
Pengunjuk rasa yang mendukung Presiden Donald Trump menyerbu gedung parlemen Capitol Hill AS pada Rabu (6/1/2021) waktu setempat, saat DPR, Senat, dan Wakil Presiden Mike Pence sedang mengadakan sidang untuk menetapkan Joe Biden sebagai Presiden AS ke-46.
Bentrokan pun tak terhindarkan, 4 orang dilaporkan tewas. Pasca insiden tersebut pemerintah AS memperketat penjagaan di Washington DC dan semua negara bagian, menjelang pelantikan Biden.
Keamanan dan stabilitas di AS jelang, saat, dan pasca pelantikan Biden akan memberikan sentimen positif ke pasar finansial global.
Setelahnya, pasar akan menanti gebrakan dari mantan wakil presiden 2 periode tersebut. Biden dikabarkan akan mengambil langkah cepat dalam 10 hari pertama pemerintahannya, dalam menanggulangi yang disebut 4 krisis, Covid-19, kemerosotan ekonomi, ketidakadilan rasial, serta perubahan iklim.
Begitu dilantik, Biden akan langsung bergabung kembali dalam perjanjian iklim Paris, dimana Trump sebelumnya keluar dari perjanjian tersebut. Biden juga akan mencabut larangan Muslim datang ke AS, kemudian mewajibkan penggunaan masker.
Pada hari Kamis, Biden akan menandatangani peraturan presiden terkait dengan pembukaan kembali sekolah dan dunia usaha. Di hari Jumat, ia kan memerintahkan Kabinetnya untuk segera bertindak memberikan bantuan ekonomi bagi keluarga yang terdampak krisis akibat Covid-19.
Sementara itu mengenai stimulus US$ 1,9 triliun, calon menteri keuangan AS Janet Yellen, saat berbicara di hadapan Komite Finansial Senat mengatakan hal tersebut akan menjadi fokus pertama nanti.
"Itu (stimulus fiskal) akan menjadi fokus utama saya jika saya menjadi menteri keuangan, fokus pada kebutuhan para pekerja yang tinggal di kota dan pedesaan, dan memastikan kami akan memiliki perekonomian yang baik yang memberikan pekerjaan dan gaji yang bagus," kata Yellen sebagaimana dilansir CNBC International.
Para senator AS memberikan berbagai pertanyaan kepada Yellen, mulai dari hubungan dengan China, pajak hingga utang yang membengkak.
Mengenai hubungan AS dengan China, Yellen mengatakan masih akan bersikap keras, namun dengan pendekatan yang berbeda dari rezim Donald Trump. Selain itu mantan ketua The Fed periode 2014-2018 ini juga menyinggung mengenai kenaikan pajak yang akan dilakukan, tapi tidak menjadi fokus utama saat ini. Begitu juga dengan kondisi fiskal dengan utang yang membengkak ke depannya akan dibenahi, tetapi tidak menjadi fokus utama saat ini.
Yellen juga membahas mengenai nilai tukar dolar AS. Berbeda dengan Pemerintahan Trump yang cenderung menginginkan dolar AS melemah, era Biden akan mendunkung dolar AS yang kuat dan stabil yang nilainya ditentukan oleh mekanisme pasar.
"Amerika Serikat tidak melemahkan mata uang untuk mendapat keuntungan kompetitif, dan kita juga harus melawan usaha yang sama yang dilakukan negara lain. Melemah mata uang untuk mendapat keuntungan komersial tidak dapat diterima," kata Yellen.
Meski demikian, dolar AS justru melemah Selasa kemarin. Indeks dolar AS turun 0,29% ke 90,499, yang tentunya membuka peluang rupiah untuk menguat lagi pada hari ini.
Yield Treasury AS juga mengalami penurunan, tenor 10 tahun berada di level 1.0903% turun 0,67 bps. Hal tersebut tentunya menguntungkan bagi obligasi Indonesia, sebab selisih yield kembali melebar.