Polling CNBC Indonesia

Neraca Dagang 2020 Cetak Rekor, Tapi Kok Rasanya Sedih Ya...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 January 2021 12:02
Aktifitas Peti Kemas di Daerah Priok. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ilustrasi Aktivitas di Pelabuhan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Akan tetapi, sepertinya surplus raksasa ini bukan sesuatu yang bisa disyukuri. Pasalnya, surplus ini malah mempertegas bahwa ekonomi domestik sedang tidak baik-baik saja.

Surplus neraca perdagangan lebih disebabkan oleh impor yang anjlok. Ekspor memang bangkit akhir-akhir ini, tetapi adalah penurunan impor yang membikin neraca perdagangan surplus tanpa henti sejak Mei 2020.

Lho, bukannya impor turun itu berkah? Nanti dulu, ki sanak...

Masalahnya, lebih dari 90% impor Indonesia adalah bahan baku dan barang modal untuk keperluan produksi industri dalam negeri. Impor barang konsumsi tidak sampai 10%.

Jadi ketika impor lesu, itu tandanya industri dalam negeri sedang 'tiarap'. Lemasnya industri dalam negeri tergambar dari data Puchasing Managers' Index (PMI).

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika masih di bawah 50, artinya industriawan belum ekspansi alias masih terkontraksi.

Rata-rata PMI manufaktur Indonesia pada 2020 adalah 44,69. Jauh di bawah 2019 yang sebesar 49,74 apalagi 2018 yang 50,9.

"Kapasitas produksi di industri manufaktur masih belum optimal sehingga berakibat kepada berlanjutnya pengurangan pekerja. Arus rantai pasok juga masih mengalami gangguan sehingga sulit mengamankan pasokan bahan baku," sebut Andrew Harker, Economics Director di IHS Markit, lembaga yang merilis PMI manufaktur.

Per Oktober 2020, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 2,1 juta pekerja mendapatkan 'vonis' dirumahkan atau bahkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ini orang-orang yang sudah ada datanya, by name-by address. Kalau yang datanya belum lengkap, jumlahnya lebih banyak lagi yaitu sekitar 3,5 juta pekerja.

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular