
Semua Mata Tertuju ke Inggris, IHSG Dibayangi Tekanan

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku pasar domestik di bursa saham pada Senin (21/12/2020) kian yakin dengan prospek ekonomi, meski pemodal di pasar obligasi dan valuta asing tak sepenuhnya sepakat. Hari ini, perhatian akan tertuju ke London terkait temuan virus corona strain baru.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin melesat 1% atau 61,3 poin ke 6.165,625 menjadi jawara Asia, meski investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 142,3 miliar. Total nilai transaksi di bursa domestik mencapai Rp 20,66 triliun.
Data perdagangan mencatat sebanyak 308 saham mengalami kenaikan, 190 turun dan sisanya 139 saham stagnan. Saham pentolan perbankan bergerak berlawanan arah. Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) melemah 1,6% ke Rp 4.210 per unit, dengan nilai net foreign sell Rp 412,5 miliar.
Sebaliknya, saham PT Bank Central Asia Tbk menguat 0,4% ke Rp 34.150 setelah asing masuk dengan net foreign buy hampir Rp 223 miliar ke saham berkode BBCA tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sentimen pemodal lokal di bursa masih positif dan belum khawatir dengan kabar dari Inggris.
Varian baru virus Covid-19 ditemukan di Negeri Beatles dan dikabarkan memiliki 70% peluang penularan lebih tinggi ketimbang strain awalnya. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah mengidentifikasi virus tersebut di Denmark, Belanda, dan Australia.
Kabar tersebut membuat sentimen pelaku pasar asing terganggu sehingga memilih menjual aset mereka di negara berkembang termasuk Indonesia. Net sell asing di bursa saham terjadi berbarengan dengan koreksi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pada penutupan perdagangan kemarin, US$ 1 dibanderol Rp 14.100/US$ di pasar spot. Rupiah melemah 0,14% dibandingkan dengan penutupan perdagangan Jumat pekan lalu. Padahal, stimulus di Amerika Serkat (AS) sebesar US$ 900 miliar dikucurkan yang seharusnya membuat kurs dolar AS melemah.
Pada bulan Maret lalu, saat virus corona ditetapkan sebagai pandemi, berbagai aset investasi mulai dari saham hingga emas mengalami aksi jual masif. Pelaku pasar mengalihkan investasinya ke dolar AS.
Koreksi juga menimpa harga obligasi pemerintah yang kompak terjerembab. Imbal hasil obligasi berjatuh tempo 30 tahun kembali ke level psikologis 7%, setelah menguat 6,5 bp. Kenaikan imbal hasil ini merupakan yang terbesar.
Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar kembali naik ke level psikologis 6%. Imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) seri FR0082 tersebut naik 6,2 basis poin (bp) dengan bertengger pada level 6,038%.
Imbal hasil bergerak berlawanan dari harga, sehingga penguatan yield mengindikasikan harga surat utang yang melemah. Demikian juga sebaliknya. Penghitungan imbal hasil menggunakan acuan basis poin (bp), yang setara dengan 1/100.
Bursa saham Amerika Serikat (AS) menutup perdagangan Senin (21/12/2020) dengan pergerakan variatif, dicekam kekhawatiran kasus Covid-19 bakal kian kompleks menyusul temuan strain baru virus Corona di Inggris.
Indeks Dow Jones Industrial Average yang sempat ambles 200 poin pada pembukaan berbalik menguat jadi 37,4 poin ( 0,1%) ke 30.216,45. Indeks S&P 500 surut 14,5 poin ( 0,1%) ke 3.694,92 dan Nasdaq minus 13,1 poin (-0,1%) ke 12.742,52.
Saham Nike lompat nyaris 5% mencetak rekor tertinggi menyusul kuatnya laba perseroan. Saham JPMorgan dan Goldman lompat masing-masing 3,8% dan 6,1% setelah bank sentral (Federal Reserve/The Fed) mengizinkan lagi pembelian kembali saham (buyback) bank pada kuartal I-2021.
Sebaliknya, saham Tesla yang resmi menjadi konstituen indeks S&P 500 dengan bobot 1,7% anjlok lebih dari 6% setelah Apple dikabarkan menjadi penantang perseroan dengan menggarap mobil listrik.
Sentimen pemodal sempat terpuruk diterpa kekhawatiran seputar temuan mutasi virus Corona di Inggris yang memicu karantina wilayah (lockdown) London dan beberapa bagian Tenggara Inggris, serta pembatasan aktivitas kumpul-kumpul untuk merayakan Natal.
"Yang jadi soal adalah jika vaksin akhirnya bisa mengubah protein di permukaan (virus) hingga tak bisa dikenali oleh antibodi yang sudah kita miliki, dan kita harus meng-update vaksin kita," ujar Scott Gotlieb, mantan komisioner Balai Obat dan Makanan (Food and Drug Administration/FDA) AS.
Menurut dia, protein dalam virus Covid kemungkinan tidak bermutasi secepat flu musiman, sehingga vaksin yang sekarang beredar masih bisa menciptakan antibodi virus tersebut, hanya saja vaksin bakal perlu diupdate setiap tiga tahun.
Akibatnya, saham-saham yang terkait dengan sektor perjalanan pun tertekan. Saham American Airlines ditutup anjlok 2,5% setelah sempat drop hingga 5%, dan United Airlines melemah 1,5% setelah lebih dari dua lusin negara menghentikan penerbangan dari Inggris.
Namun, sentimen pelaku pasar membaik setelah produsen vaksin Eli Lilly menilai vaksin Covid-19 yang sekarang ada "seharusnya memberikan aktivitas penuh melawan strain baru tersebut."
Moderna tengah mengapalkan gelombang pertama vaksinnya setelah mendapatkan izin penggunaan darurat dari Balai Obat dan Makanan (Food and Drug Administration/FDA) sementara vaksin Pfizer dan BioNTech telah didistribusikan ke tenaga kesehatan.
Dengan dua hari perdagangan tersisa di tahun 2020, indeks S&P 500 tercatat telah meroket 14,4% sepanjang tahun berjalan, sedangkan indeks Dow Jones melesat 5,9%. Indeks Nasdaq terbang hingga 42% karena investor memburu saham teknologi yang relatif tahan pandemi.
Kongres melakukan pemungutan suara menyepakati stimulus senilai US$ 900 miliar, yang menurut Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan dicairkan pekan depan.
Vaksin telah beredar, meski masih dalam status 'untuk kepentingan darurat.' Lalu, sekonyong-konyong muncul varian baru virus Corona di Inggris yang dikhawatirkan membuat vaksin tak cukup efektif. Pasar global pun gundah gulana.
Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengumumkan temuan varian baru virus corona bernama VUI 202012/01 atau dalam klaster pohon filogenetiknya (pohon kekerabatan berdasarkan data genetik) disebut sebagai varian B.1.1.7.
Varian baru virus Covid-19 tersebut dikabarkan memiliki 70% peluang penularan lebih tinggi ketimbang strain awalnya. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah mengidentifikasi virus ini di Denmark, Belanda, dan Australia.
Data Worldometers menyebutkan jumlah orang yang terinfeksi virus corona telah menembus 77,6 juta individu, dengan 54,5 juta pulih dan 1,7 juta orang meninggal dunia. Inggris yang pada Minggu mencetak 27.052 kasus baru dan berada di urutan keempat terburuk dunia, kemarin tetiba merangsek ke urutan kedua dengan 35.928 kasus baru.
Indonesia, masih menurut data Worldometers, masuk di jajaran terburuk yakni urutan 16 untuk penambahan kasus baru (6.982 orang) dan urutan ke-17 untuk total kematian (sebanyak 19.880 orang), serta urutan 20 untuk jumlah kasus (664.930 orang).
Namun, kapasitas penanganan penderita Covid-19 dikhawatirkan kian menurun. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyatakan bed occupancy rate (BOR) alias tingkat keterisian tempat tidur rawat inap di 98 rumah sakit (RS) rujukan pasien Covid-19 mencapai 85%.
Data per 20 Desember, dari 6.663 tempat tidur isolasi, kini sudah ditempati sebanyak 5.691 yang kapasitasnya sudah mencapai 85%. Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta sedang mempersiapkan tambahan ruang ICU di RS guna mengantisipasi lonjakan kasus pasien Covid-19.
Di tengah masih melajunya tren penyebaran virus, keberadaan varian baru dalam sekian bulan ini membuat pasar bertanya-tanya mengenai efektivitas vaksin yang sekarang sudah beredar.
Sejauh ini, menurut Scott Gotlieb, mantan komisioner Balai Obat dan Makanan (Food and Drug Administration/FDA) AS, protein dalam virus Covid-19 kemungkinan tidak bermutasi secepat flu musiman, sehingga vaksin yang sekarang beredar masih bisa menciptakan antibodi virus tersebut, hanya saja vaksin bakal perlu diupdate setiap tiga tahun.
Pasar perlu mencermati perkembangan ini lebih detil, untuk menakar risikonya terhadap perekonomian dan tren pergerakan bursa dalam jangka menengah.
Untuk saat ini, dalam jangka pendek, window dressing masih menjadi panglima yang mengerek harga aset di pasar saham. Meski dibayangi tekanan mengikuti tren di bursa Eropa dan AS, IHSG berpeluang bertahan di zona positif karena fenomena bursa akhir tahun tersebut.
Di luar isu pandemi, pemodal bakal mencermati perkembangan reshuffle di dalam negeri. Sumber CNBC Indonesia di lingkaran ring 1 mengatakan Jokowi sudah memikirkan perombakan kabinet dalam beberapa bulan terakhir.
Jokowi disebut sudah 'tak tahan' dengan kondisi saat ini. Jika muncul nama-nama yang profesional dan dinilai mumpuni, IHSG berpeluang melenggang ke jalur positif.
Berikut adalah sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- RUPSLB PT Bank Bukopin Tbk (09:30 WIB)
- RUPST PT Agro Yasa Lestari Tbk (11:00 WIB)
- Rilis PDB Inggris kuartal III-2020 (14:00 WIB)
- Rilis final PDB AS kuartal III-2020 (20:00 WIB)
- Penjualan rumah AS per November (21:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags) Next Article Angin Ribut Mulai Reda, tapi Cermati Koreksi 'Saham Baterai'