
Vaksin Darurat Sudah Tiba, Tapi Investor Jangan Kalap Ya...

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Rabu (2/12/20) ditutup di zona hijau, melesat 1,39% di level 5.804,67 setelah investor merespons kabar positif mengenai vaksin corona Moderna dan Pfizer. IHSG akhirnya mampu menembus resisten psikologisnya di angka 5.800 dan menjadi penutupan tertinggi pasca ambruk diserang pandemi Covid-19 Maret silam.
Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan aksi jual bersih sebanyak Rp 71 miliar di pasar reguler hari ini, dengan nilai transaksi hari ini menyentuh Rp16,4 triliun. Sentimen penggerak utama pasar modal dalam negeri tentu datang dari faktor stimulus jumbo Amerika Serikat (AS) yang akan kembali dibicarakan.
Selain itu dua vaksin corona yakni Pfizer dan Moderna juga akan menjadi perhatian. Apalagi, soal penilaian mengenai kesiapan edar dari Agensi Obat-obatan Uni Eropa yang bisa saja muncul akhir tahun ini.
Pasar saham global, termasuk Indonesia memang paling suka terhadap berita mengenai vaksin. Ketika perkembangan vaksin positif maka para pelaku pasar menganggap hidup normal semakin dekat dan roda perekonomian akan kembali berputar. Ini akan menguntungkan pasar modal sehingga optimisme membeli saham semakin kuat.
Stimulus jumbo yang akan diperbincangkan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Ketua DPR AS Nancy Pelosi juga akan membawa kabar positif tersendiri bagi bursa saham negara-negara emerging market terutama Indonesia yang masih menjadi primadona untuk kategori ini.
Apabila nantinya stimulus jumbo ini cair maka peredaran dolar AS akan naik. Sehingga nilainya turun sehingga aset-aset dalam negeri akan menjadi kurang menarik dan membuat investor global cenderung mengalihkan dananya ke negara-negaraemerging marketseperti Indonesia yang akan siap kebanjiran dana asing.
Sementara itu nilai tukar rupiah menguat tipis melawan dolar AS pada pertengahan perdagangan Rabu (2/12/2020), mengakhiri pelemahan sejak awal pekan lalu. Dolar AS yang sedang terpuruk membuat Mata Uang Garuda mampu menguat hari ini.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% di Rp 14.090/US$, tetapi tidak lama langsung melemah 0,25% ke Rp 14.135/US$. Rupiah berhasil memangkas pelemahan dan berada di level Rp 14.100/US$ atau stagnan nyaris sepanjang perdagangan.
Baru menjelang penutupan perdagangan, rupiah kembali ke zona hijau dan berakhir di level Rp 14.090/US$.
Sedangkan, harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) pada Rabu (2/12/2020) kompak ditutup menguat, setelah pasar merespons positif kabar terbaru dari perkembangan vaksin virus corona (Covid-19) dan kabar dari stimulus jumbo Amerika Serikat (AS).
Seluruh tenor SBN hari ini ramai dikoleksi oleh investor, ditandai dengan imbal hasil (yield) yang kompak mengalami penurunan.
Tercatat yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara turun 0,7 basis poin ke level 6,178% pada hari ini. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang naik.
Dari bursa saham acuan global, Wall Street terpantau ditutup bervariatif. Data perdagangan mencatat indeks acuan Dow Jones terapresiasi 0,20%, Indeks S&P 500 menanjak 0,18%, meskipun Nasdaq terpaksa merah tipis 0,05%.
Meskipun hanya naik tipis saja, apresiasi ini cukup untuk membuat indeks S&P 500 naik ke level penutupan tertinggi sepanjang masanya alias all time high. Melesatnya dua indeks acuan Paman Sam terjadi setelah optimisme akan paket stimulus jumbo dan kabar terbaru mengenai vaksin corona.
Dengan harapan untuk menyuntik kembali perekonomian AS yang lesu akibat diserang pandemi Ketua DPR AS, Nancy Pelosi dan Pemimpin Partai Minoritas di Senat, Chuck Schumer mendukung paket stimulus fiskal jumbo senilai US$ 908 miliar. Ini siap digolkan oleh kedua partai politik mayoritas di AS untuk menyokong bisnis kecil dan pengangguran di AS.
Sementara itu kabar positif lain datang dari raksasa di sektor farmasi Pfizer dikabarkan sudah mendapatkan ijin dari pemerintahan Britania Raya untuk penggunaan darurat bagi vaksin Pfizer dan partnernya BioNTech Sedangkan ijin dari pemerintahan AS akan datang sebentar lagi, bahkan banyak yang beranggapan bahwa vaksin Pfizer akan disetujui untuk penggunaan darurat sebelum tahun 2021.
Selanjutnya, Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin juga mendukung bonus tambahan stimulus untuk sektor maskapai penerbangan yang terpukul sangat parah pascadiserang pandemi virus corona senilai US$ 20 miliar. "Dana ini akan sangat penting bagi penyelamatan industri maskapai penerbangan serta menyelamatkan para pekerja di sektor ini," Ujar Mnuchin di testimoninya kepada DPR AS, dilansir dari Reuters.
Sentimen negatif sendiri datang dari rilis data lapangan kerja di sektor privat yang ternyata lebih buruk daripada perkiraan.
"Laporan ADP mengenai ketenagakerjaan menunjukkan terdapat peningkatan lapangan kerja sebanyak 307.000 di sektor privat, jauh berada di bawah prediksi kami yang memperkirakan akan muncul 750.000 lapangan kerja baru, meskipun demikian data ketenagakerjaan ini menunjukkan lapangan kerja dengan industri yang luas terus meningkat di berbagai jenis perusahaan," tulis laporan Morgan Stanley.
Sentimen penggerak utama pasar modal dalam negeri tentu datang utamanya dari stimulus jumbo yang diperbincangkan Mnuchin dan Pelosi dimana stimulus ini akan tiba dalam waktu dekat.
Hal ini tentunya akan membawa kabar positif tersendiri bagi bursa saham negara-negara emerging market terutama Indonesia yang masih menjadi primadona untuk kategori ini.
Apabila nantinya stimulus jumbo ini cair maka peredaran dolar AS akan naik sehingga nilainya turun sehingga aset-aset dalam negeri akan menjadi kurang menarik sehingga investor global cenderung mengalihkan dananya ke negara-negara emerging market seperti Indonesia yang akan siap kebanjiran dana asing.
Selanjutnya kabar dari vaksin corona Pfizer-BioNTech yang siap disuntikkan ke manusia meski hanya dalam keadaan darurat sudah disetujui oleh pemerintah Britania Raya juga tentunya akan direspons positif oleh para pelaku pasar.
Diketahui pasar saham global, termasuk Indonesia paling reaktif terhadap berita mengenai vaksin dimana ketika perkembangan vaksin positif maka para pelaku pasar menganggap hidup normal setelah vaksinasi massal akan semakin dekat maka roda perekonomian akan kembali berputar dan akan menguntungkan pasar modal sehingga optimisme membeli saham semakin kuat.
Meskipun demikian, pasar juga masih khawatir akan tensi AS-China yang masih tinggi setelah kemarin ulah Trump kembali membuat pasar bereaksi negatif. Sang taipan properti dikabarkan akan menutup akses perusahaan produsen chip SMIC dan perusahaan produsen gas dan minyak offshore CNOOC asal China terhadap investor AS.
Kali ini muncul kembali kabar yang akan menegangkan hubungan Washington DC dengan Beijing yakni kamar House of Representative AS yang sudah menyetujui untuk menerbitkan aturan yang dapat melarang perusahaan China untuk melantai di bursa AS kecuali mereka patuh terhadap standar akuntansi di AS. Aturan ini sedang dikirim ke Gedung Putih untuk ditandatangani oleh Presiden Trump.
Kedua partai politik raksasa di DPR AS ini dikabarkan sudah menyutujui aturan yang dinamakan "The Holding Foreign Companies Accountable Act" ini yang melarang seluruh perusahaan asing untuk melantai di seluruh bursa saham AS apabila mereka gagal patuh terhadap audit U.S Public Accounting Oversight Board selama 3 tahun berturut-turut.
Aturan ini disasarkan ke Negara Panda karena nantinya perusahaan terbuka harus mendeklarasikan apakah perseroan tersebut dimiliki atau dikontrol oleh pemerintah negara asing. Perusahaan raksasa China yang melantai di AS seperti JD.com dan Alibaba punya waktu 3 tahun untuk patuh terhadap aturan ini atau siap di depak dari bursa.
Rilis data yang patut dicermati hari ini adalah angka PMI di sektor jasa di berbagai negara, yang memang terdampak parah oleh pandemi corona. Negara yang akan merilis data ini termasuk Selandia Baru, Jepang, China, India, Russia, Spanyol, Italia, Perancis, Jerman, Uni-Eropa, Britania Raya, Brazil, dan AS dimana mayoritas dari negara ini masih diramalkan akan berada di zona kontraksi.
Berikut adalah sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data Indeks PMI Sektor Jasa Selandia Baru periode November 2020 (05:00 WIB)
- Rilis data Indeks PMI Sektor Jasa Jepang periode November 2020 (07:00 WIB)
- Rilis data Indeks PMI Sektor Manufaktur Hong Kong periode November 2020 (07:30 WIB)
- Rilis data Indeks PMI Sektor Jasa China periode November 2020 (08:45 WIB)
- Rilis data Indeks PMI Sektor Jasa India periode November 2020 (12:00 WIB)
- Rilis data Indeks PMI Sektor Jasa Russia periode November 2020 (13:00 WIB)
- Rilis data Indeks PMI Sektor Jasa Spanyol periode November 2020 (15:15 WIB)
- Rilis data Indeks PMI Sektor Jasa Italia periode November 2020 (15:45 WIB)
- Rilis data Indeks PMI Sektor Jasa Perancis periode November 2020 (15:50 WIB)
- Rilis data Indeks PMI Sektor Jasa Jerman periode November 2020 (15:55 WIB)
- Rilis data Indeks PMI Sektor Jasa Uni-Eropa periode November 2020 (16:00 WIB)
- Rilis data Indeks PMI Sektor Jasa Britania Raya periode November 2020 (16:30 WIB)
- Rilis data Indeks PMI Sektor Jasa Brazil periode November 2020 (20:00 WIB)
- Rilis data Klaim Pengangguran Amerika Serikat (20:30 WIB)
- Rilis data Indeks PMI Sektor Jasa Amerika Serikat periode November 2020 (21:45 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (kuartal III-2020YoY) | -3,49% |
Inflasi (Oktober 2020YoY) | 1,44% |
BI 7 Day ReverseRepoRate (November 2020) | 3,75% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (kuartal III-2020) | 0,36% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (kuartal III-2020) | US$ 2,05 miliar |
Cadangan Devisa (Oktober 2020) | US$ 133,66 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp) Next Article Uji Coba Vaksin Sukses, Naga-naganya IHSG Siap Melesat!
