
Hai Investor! Wall Street 'Kebakaran' Lho, IHSG Gimana?

Sentimen selanjutnya datang dari pemilu AS yang tinggal menghitung hari. Sebelum pemilu investor biasanya cenderung wait & see. Debat masing-masing kandidat presiden AS sudah berakhir.
Dalam berbagai poling nasional, Joe Biden dari Partai Demokrat lebih diunggulkan dari rivalnya dari Partai Republik yang juga kebetulan merupakan petahana yaitu Donald Trump.
Namun sistem pemilu di AS yang menggunakan lembaga pemilihan (electoral college) membuat poling berdasarkan popularitas tak bisa menjadi indikator yang kuat untuk memprediksi siapa yang bakal jadi presiden AS untuk empat tahun ke depan.
Pasar tampaknya mulai terbiasa dengan gagasan Biden akan memenangkan pertempuran sengit dalam pemilu tahun ini. Partai Demokrat yang cenderung lebih berani dalam merekomendasikan kebijakan stimulus bernominal besar berpotensi semakin mendevaluasi dolar AS.
Kebijakan fiskal ekspansif yang dibarengi dengan stance dovish bank sentral dan kebijakan moneter ultra longgar the Fed membuat injeksi likuiditas membanjiri pasar dan perekonomian.
Pasokan uang yang berlimpah dan era suku bunga murah di negara maju terutama di AS nantinya akan memicu terjadinya aliran modal ke negara-negara berkembang. Hal inilah yang membuat bank investasi global Morgan Stanley mengatakan ini saatnya untuk all in masuk ke mata uang dan aset kredit pasar berkembang.
Dalam laporan terbarunya, bank Wall Street itu menyukai real Brasil, peso Meksiko, dan peso Kolombia, dan telah memasuki posisi buy di rand Afrika Selatan dan rubel Rusia.
Lagipula mata uang yang disebut oleh Morgan Stanley sudah di-punish oleh pasar sehingga nilainya telah terdepresiasi sangat tajam di hadapan dolar AS sepanjang tahun ini.
Di pasar kredit Morgan Stanley mengatakan hal itu telah meningkatkan eksposur ke Afrika Selatan, Brasil, Mesir, Ghana, Ukraina, dan Pemex Meksiko.
Indonesia memang tidak disebut. Namun di Asia, Indonesia memang berpotensi bakal menadah aliran dana asing tersebut mengingat aset keuangan domestik masih memberikan imbal hasil yang menarik.
Suku bunga riil yang didapatkan dari pengurangan suku bunga acuan dengan inflasi di Indonesia masih berada di teritori positif. Yield obligasi pemerintah RI juga masih memberikan imbal hasil riil di kisaran angka 5%.
Pagi ini Korea Selatan juga akan mengumumkan pertumbuhan PDB kuartal ketiganya untuk pembacaan awal. Konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics memperkirakan pertumbuhan ekonomi Negeri Ginseng berada di -1,9% (yoy) di kuartal ketiga, membaik dari kuartal sebelumnya yang berada di -2,7% (yoy).
Apabila rilis data tersebut lebih baik dari konsensus, maka ini menjadi kabar positif untuk pasar karena mengindikasikan ekonomi mulai rebound pasca resesi global akibat lockdown.
(twg/twg)