Newsletter

Pasar Sepi Sentimen, Investor Mulai Tengok Efek Demo

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
09 October 2020 06:28
Demo Tolak Omnibus Law Bioskop Senen
Foto: Petugas memadamkan api yang terbakar di depan Bioskop Grand Theater, Senen, (8/10) malam. Kerusuhan di Jakarta sebagai buntut aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja. Penolakan tersebut berujung ricuh dan tak terkendali dengan melakukan pengrusakan sejumlah fasilitas umum seperti halter pospol hingga Bioskop. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat, indeks bursa hijau tapi investor asing jualan, dan obligasi melemah pada Kamis (8/10/20). Hari ini, ketika sentimen masih sepi, aksi demo kian terposisi jadi penentu arah bursa.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin ditutup naik 0,70% di level 5.039,14. IHSG melenggang meskipun ada demo mahasiswa dan mogok kerja buruh menolak pengesahan UU Cipta Kerja, yang masih akan berlanjut hingga hari ini.

Data perdagangan mencatat investor asing melakukan aksi jual bersih sebanyak Rp 61 miliar di pasar reguler dari nilai transaksi Rp 6,4 triliun. Sebanyak 257 saham naik, 179 turun, sisanya 165 stagnan.

Nilai tukar rupiah kembali juga berakhir menguat, menjadi reli 4 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) meski terbebani situasi dalam negeri. Dolar AS yang sedang lesu membuat rupiah mampu melanjutkan tren positif meski terjadi rusuh demo buruh di sekitar Istana Negara, Kamis sore, menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14% ke Rp 14.670/US$, tetapi tidak lama langsung balik melemah 0,11% ke Rp 14.706/US$. Di akhir perdagangan, rupiah menguat tipis 0,03% di level Rp 14.685/US$.

Namun, harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) mayoritas ditutup melemah, merespons maraknya demonstrasi penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) yang berujung kericuhan. Mayoritas SBN cenderung dilepas oleh investor pada hari ini, kecuali SBN tenor 1 tahun dan 20 tahun yang ramai dikoleksi investor.

Dilihat dari imbal hasilnya (yield), hampir semua SBN mengalami penguatan yield, kecuali SBN tenor 1 tahun yang mencatatkan pelemahan yield 4,6 basis poin ke 3,762% dan yield SBN 20 tahun yang turun 0,1 basis poin ke 7,43%.

Yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan obligasi negara naik 0,3 basis poin ke 6,899%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang turun. Demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Aksi unjuk rasa dan mogok kerja yang berlangsung 2 hari terakhir berujung pada demo di berbagai pelosok negeri, sehingga investor lebih memilih melepas SBN.

Pada siang hingga sore hari kemarin, kericuhan mulai pecah di sekitar Istana Negara. Fasilitas umum seperti halte Transjakarta Bundaran HI, Tosari dan pintu masuk Stasiun MRT Jakarta Bundaran HI dirusak oleh oknum pengunjuk rasa.

Di sisi lain, rilis data ekonomi belum bisa membagikan angin segar. Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel yang dicerminkan dari Indeks Penjualan Riil (IPR) per Agustus turun 9,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). 

Angka itu memang membaik dibandingkan Juli 2020 (-12,3%) YoY tetapi masih menunjukkan penurunan alias terkontraksi.

Bursa saham Amerika Serikat (AS) berakhir di zona hijau pada perdagangan Kamis (8/9/2020), menyusul pertaruhan investor bahwa negosiasi stimulus d Kongres bakal tercapai sebagaimana tersirat dari pernyataan kedua petinggi partai.

Indeks Dow Jones Industrial Average menguat 122 poin ( 0,4%) ke 28.425,51 dan S&P 500 naik 0,8% ke 3.446,83. Nasdaq tumbuh 0,5% ke 11.420,98. Reli tersebut terjadi setelah Presiden AS Donald Trump dalam wawancara dengan Fox pada Kamis pagi mengatakan bahwa pihaknya dan Partai Demokrat telah memulai "pembicaraan yang sangat produktif."

Di sisi lain, Ketua DPR Nancy Pelosi mengatakan bahwa tidak akan ada stimulus ketengan, yang dikeluarkan khusus untuk membantu industri penerbangan. Artinya, pembicaraan kedua pihak yang berseteru di Kongres tersebut masih berfokus pada stimulus miliaran dolar yang sempat dihentikan pembicaraannya oleh Trump.

"Kita akan lihat apakah ada yang diteken sebelum pemilihan presiden. Itu akan menjadi hasil yang diinginkan pasar," tutur Gregory Faranello, Kepala Trading AmeriVet Securities, kepada CNBC International.

Saham United Airlines dan Delta Airlines kompak menguat lebih dari 1% sedangkan saham American Airlines tumbuh 0,6%. Di sisi lain, saham IBM meroket nyaris 6% setelah perseroan mengumumkan rencana pemisahan (spin off) divisi infrastruktur teknologi informasi miliknya.

"Meski ada ketakpastian saat ini mengenai negosiasi stimulus fiskal, siapapun yang memenangi pemilihan presiden [pilpres], kita bakal mendapatkan stimulus tambahan," tutur Nancy Davis, Manajer Portofolio Quadratic Capital, sebagaimana dikutip CNBC International.

Di tengah negosiasi stimulus yang maju-mundur, data mingguan klaim pengangguran menunjukkan angka 840.000 atau lebih buruk dari ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan pengajuan klaim oleh mereka yang baru menganggur bakal mencapai 825.000. Pekan sebelumnya, klaim pengangguran mencapai 837.000.

Namun demikian, risiko Covid-19 masih membayang. Demikian juga risiko lambatnya pemulihan ekonomi.

Data Worldometers menyebutkan angka penderita Covid-19 di seluruh dunia telah mencapai lebih dari 36 juta orang. Di AS, sebanyak 7,7 juta orang teridentifikasi positif Covid-19, dengan lebih dari 216 ribu orang meninggal dunia, sementara yang sembuh nyaris 5 juta orang.

Hari ini, tidak banyak rilis data dan agenda ekonomi yang bakal menjadi panduan pergerakan bursa, alias sepi. Oleh karenanya, investor kemungkinan bakal menengok keramaian di jalanan, untuk melihat sejauh mana penolakan atas UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) mengganggu prospek atau nasib UU tersebut.

Efek positif jangka panjang Omnibus Law pun terpaksa dibayangi efek jangka pendeknya, yakni penolakan berbagai elemen masyarakat, terutama buruh. Jika demonstrasi kian meluas, maka investor akan mempersepsikan bahwa nasib UU tersebut bakal di ujung tanduk: direvisi kembali, atau nyangkut di Mahkamah Konstitusi (MK).

Opsi revisi "masih terbuka", karena Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sendiri mengaku bahwa apa yang mereka ketok palu atau sepakati di Sidang Paripurna Senin (5/10/2020) lalu bukanlah UU yang final, melainkan masih direvisi akibat salah ketik (typo).

"Draf yang disahkan di paripurna ya final. Tapi bukan yang bereda di luar," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Ahmad Baidhowi kepada CNBC Indonesia, Kamis (8/10/2020).

Mungkin DPR perlu belajar lagi tata cara pembuatan aturan. Bisa jadi mereka belum paham makna kata 'paripurna', serta 'pengesahan'. Baru kali ini ada UU yang disahkan, tetapi masih diedit-edit redaksionalnya.

Setidaknya ada dua draf RUU Cipta Kerja dengan nama file berbeda yang beredar di masyarakat. Satu naskah memiliki nama file 'RUU Cipta Kerja FINAL-Paripurna' setebal 905 halaman, dan satu lagi naskah dengan nama file '5 OKT 2020 RUU Cipta Kerja - Paripurna' sebanyak 1.028 halaman.

Keduanya berbeda, bukan hanya typo tapi juga secara esensi. Soal pesangon, misalnya, pasal 156 versi RUU 1.028 halaman menyebutkan bahwa "Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling sedikit sesuai ketentuan.."

Namun di versi "final" disebutkan bahwa "Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak sesuai ketentuan.."

Mengikuti naskah pertama, jika pengusaha hanya bisa membayar pesangon di bawah ketentuan, alias lebih kecil, maka dia melanggar Undang-Undang. Bisa digugat. Namun jika mengikuti naskah kedua, tak ada pelanggaran yang dilakukan jika pesangon yang dibayarkan ternyata di bawah ketentuan.

Hal-hal seperti inilah yang memicu aksi protes. Ketidakhati-hatian dan sikap amatir para pembuat aturan baik perumus di kalangan pemerintah maupun pengetok palu di kalangan anggota DPR menjadi pemicu aksi protes yang tak perlu ada (jika UU tersebut benar-benar jelas butir peraturannya).

Oleh karenanya, investor hari ini akan melihat ke mana arah demo dan penolakan masyarakat, respons pemerintah, serta naskah final UU tersebut. Jika demo kian panas, atau nasib naskah UU Omnibus Law kian tak jelas, investor mendapatkan alasan untuk merealisasikan keuntungan terlebih dahulu. Khawatir!

Dari pasar global, negosiasi stimulus AS masih akan menjadi perhatian. Sejauh ini, pasar bertaruh bahwa pembicaraan antara Gedung Putih dan Partai Demokrat di DPR masih berlangsung.

Akibatnya, kontrak berjangka (futures) indeks bursa saham AS pagi ini bergerak di jalur hijau, menguat 100 poin. Jika kepastian negosiasi itu kian jelas, maka bursa bisa mendapatkan alasan penguatan di tengah keriuhan penolakan Omnibus Law.

Dari Eropa, dua data akan dirilis dan patut disimak, yakni neraca perdagangan dan inflasi. Neraca perdagangan Uni Eropa per Agustus diprediksi hanya sebesar 15,1 miliar euro, turun dari capaian Agustus sebanyak 27,9 miliar euro jika mengutip proyeksi Tradingeconomics.

Sementara itu, Indeks Harga Konsumen (IHK) diprediksi tumbuh 0,1% secara bulanan tetapi turun alias mencatatkan deflasi sebesar 0,3% secara tahunan. Inflasi inti juga hanya 0,2% atau melambat dari bulan sebelumnya 0,4%.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Neraca perdagangan Uni Eropa per Agustus (16:00 WIB)
  • Inflasi Uni Eropa per September (16:00 WIB)
  • Penjualan Ritel AS per September (20:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020 YoY)

-5,32%

Inflasi (September 2020 YoY)

1,34%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (September 2020)

4%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-6,34% PDB

Transaksi berjalan (kuartal II-2020)

-1,18% PDB

Neraca pembayaran (kuartal II-2020)

US$ 9,24 miliar

Cadangan devisa (September 2020)

US$ 135,2 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags) Next Article Neraca Dagang Diramal Surplus, Akankah Happy Monday Hari Ini?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular