Newsletter

Stimulus Ditunda, Insentif Receh Disiapkan, Trump Maunya Apa?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
08 October 2020 06:20
Infografis/ Belum sembuh dari Corona, Trump bikin onar di Twitter & Facebook/Aristya Rahadian
Foto: Infografis/ Belum sembuh dari Corona, Trump bikin onar di Twitter & Facebook

Trump maunya apa? Itu yang sekarang menjadi pertanyaan besar di Wall Street jika bicara soal prospek stimulus tahap kedua di Amerika Serikat (AS).

Stimulus ini penting, karena jika mengutip bos Federal Reserve Jerome Powell, tanpa dukungan stimulus tersebut maka pemulihan ekonomi akan lambat, berujung kesulitan hidup bagi masyarakat dan pengusaha.

Sebagai negara dengan perekonomian terbesar dunia, lemahnya pemulihan AS bakal berujung pada lemahnya pemulihan negara lain, termasuk Indonesia. Tidak heran, bursa global ikut memantau arah angin di Washington.

Ketika kemarin Trump memutuskan menghentikan pembicaraan soal stimulus sampai dengan hasil pemilihan presiden (pilpres), pasar bursa anjlok. IHSG sempat tertekan seharian sebelum berbalik dan menguat tipis di akhir perdagangan.

Namun terbaru, Trump kembali bercuit bahwa pihaknya tak keberatan dengan pemberian stimulus untuk industri penerbangan AS, tetapi dananya diambil dari sisa anggaran stimulus tahap pertama.

Sikap ini menjadi ironi karena Ketua DPR Nancy Pelosi, politisi Demokrat yang menjadi lawan politik Trump, sebelumnya mengusulkan paket stimulus lebih kecil yang khusus ditujukan untuk membantu maskapai penerbangan AS. Namun, proposal itu ditolak oleh Partai Republik pada akhir pekan lalu.

Oleh karenanya, cuitan Trump terbaru membangkitkan harapan di kalangan pelaku pasar bahwa Trump telah melunak. Wall Street pun rebound! Indeks Dow Jones bahkan menguat hingga 500 poin. Namun sekali lagi, reli ini dialasdasari keyakinan atau ekspektasi semata, bukan fakta bahwa stimulus sudah ada di depan mata.

Julian Emanuel, Kepala Perencana Investasi Saham dan Derivatif BTIG, memiliki analisis yang menarik. Menurut dia, Wall Street saat ini di posisi rentan, yakni menguat tanpa dasar yang kuat sehingga bisa terkoreksi 7%.

"Trump dan para lawannya tahu sejarah: incumbent memenangi 85,7% pilpres yang digelar mengiringi reli Wall Street dalam 90 hari jelang pemungutan suara," tuturnya sebagaimana dikutip CNBC International. Sebaliknya, lanjut dia, ketika pasar tertekan pada September dan Oktober jelang pemungutan suara, biasanya pihak petahana kalah dengan rasio 6:6.

Apakah manuver Trump terakhir itu merupakan bagian dari upaya mendongkrak pasar jelang pilpres? Ini masih menjadi pertanyaan besar. Namun yang pasti, efek reli Wall Street bakal membuat bursa global menghijau pada hari ini, termasuk di Indonesia.

Namun pertanyaan besar tadi akan membuat reli cenderung bersifat jangka pendek, karena dinamika politik yang bakal kian tinggi sampai hari pemungutan suara di AS pada 3 November nanti.

Dari dalam negeri, pelaku pasar bakal memantau rilis indeks penjualan ritel. Namun, jangan berharap ada mukjizat yang bisa mengubah keadaan karena secara umum krisis pandemi belum usai.

Untung saja, ada sentimen positif dari kemajuan obat Covid di AS, di mana perusahaan farmasi Eli Lily telah mangajukan izin edar untuk obar yang mereka kembangkan. Di Indonesia, pasar juga bakal memantau kemajuan vaksin dan obat anti-corona.

Di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat penambahan kasus baru Covid-19 di Indonesia sebanyak 4.538 orang pada Rabu (07/10/2020), sehingga total kasus baru virus corona di Indonesia mencapai 311.176 orang.

Masih panjang jalan menuju pemulihan.

(ags/ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular