
Waspada! Sentimen Negatif Datang dari '4 Penjuru Mata Angin'

Kembali merosotnya Wall Street dengan berbagai sebab tersebut tentunya mengirim hawa negatif ke pasar Asia pagi ini. Maklum saja, Wall Street merupakan kiblat bursa saham dunia, pergerakannya tentu saja memberikan pengaruh ke bursa lainnya.
Sentimen negatif juga datang dari Eropa, Inggris kabarnya akan kembali melakukan karantina wilayah (lockdown) akibat jumlah kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19).
CNBC International yang mengutip BBC melaporkan Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson dikabarkan mempertimbangkan untuk kembali lockdown untuk menghentikan penyebaran Covid-19. Rencana tersebut kembali mengemuka setelah Inggris melaporkan lebih dari 4.000 kasus baru virus corona pada hari Minggu lalu.
Kepala petugas medis Inggris, Chris Whitty, kemarin memperingatkan jika tren penambahan kasus terus berlanjut dan tidak ada tindakan yang diambil, maka akan ada penambahan kasus sebanyak 50.000 per hari di pertengahan Oktober nanti.
Inggris tidak sendirian, banyak negara-negara Eropa mengalami peningkatan kasus yang signifikan setelah kebijakan lockdown dilonggarkan.
"Lebih dari setengah negara Eropa melaporkan peningkatan kasus Covid-19 lebih dari 10% dalam dua pekan terakhir. Dari semua negara tersebut, 7 negara melaporkan kasus baru bertambah lebih dari 2 kali lipat pada periode yang sama," kata Hans Kluge, Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) wilayah Eropa, sebagaimana dilansir CNBC International.
Peningkatan kasus tersebut, jika sampai memicu lockdown yang luas tentunya membuat pemulihan ekonomi kembali terganggu, bahkan bisa merosot kembali. Padahal Eropa sebelumnya digadang-gadang akan lebih cepat bangkit ketimbang Amerika Serikat.
Sementara itu skandal perbankan global mencuat setelah FinCEN Files yang berisi sekumpulan dokumen penting nan rahasia di dunia perbankan dan keuangan, bocor ke publik. Dokumen itu berisi 2.500 lembar halaman, sebagian besar adalah file yang dikirim bank-bank ke otoritas Amerika Serikat (AS) antara tahun 1999 sampai 2017.
Di dalam file tersebut terdapat skandal penggelapan dana hingga pengemplangan pajak dari lembaga keuangan besar dunia. Terdapat penjelasan soal bagaimana beberapa bank terbesar di dunia mengizinkan kriminal mentransaksikan "uang kotor" ke seluruh dunia dan nilainya mencapai sekitar US$ 2 triliun
Ada 5 bank besar yang disebut dalam file tersebut, HSBC, JPMorgan Chase, Deutsche Bank, Standard Chartered dan Bank of New York Mellon.
CNBC International yang mengutip radio Jerman, Deutsche Welle melaporkan Deutche Bank dicurigai memfasilitasi lebih dari setengah nilai transaksi tersebut.
Alhasil saham sektor finansial mengalami aksi jual Senin kemarin, mulai dari sesi Asia, Eropa, hingga ke AS.
Sentimen negatif tersebut kemungkinan akan berlanjut pada hari ini. Tidak hanya IHSG, rupiah dan SUN juga akan terkena dampaknya.
Ambrolnya bursa saham AS kemarin membuat indeks dolar menguat tajam 0,67% ke 93,546 yang merupakan level tertinggi dalam lebih dari 1 bulan terakhir.
Penguatan tersebut tentunya akan memukul rupiah pada perdagangan hari ini.
Sementara itu dari dalam negeri, rencana amandemen undang-undang Bank Indonesia (BI) masih menjadi sorotan investor asing. Aliran modal asing dilaporkan mulai keluar dari pasar obligasi Indonesia, yang tentunya bisa memberikan efek negatif ke pasar keuangan.
"Sejak arus modal keluar yang sangat besar kami melihat pasca lonjakan awal Covid ... arus modal benar-benar sangat lesu dalam hal minat asing untuk obligasi Indonesia," kata Stuart Ritson, manajer portofolio utang pasar berkembang di Aviva Investors, sebagaimana dilansir Reuters, Senin (21/9/2020).
"Tentu saja berita utama seperti yang telah kita lihat selama beberapa minggu terakhir yang mempertanyakan independensi bank sentral kemungkinan akan membuat investor lebih berhati-hati dalam mengalokasikan modal," tambahnya.
(pap)