Newsletter

Gaduh Soal Nasib BI Mereda, Mari Fokus Belanja!

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
03 September 2020 06:20
BI

Jakarta, CNBC Indonesia - Angin sejuk dari bursa global tak banyak menerbangkan pasar modal nasional pada Rabu (2/9/2020), karena angin panas justru datang dari dalam negeri terkait nasib independensi Bank Indonesia (BI). Menyusul klarifikasi pemerintah terkait independensi BI, investor hari ini bisa lebih tenang berbelanja.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Rabu (2/9/20) ditutup naik tipis 0,2% di level 5.311,97. Investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 612 miliar di pasar reguler, dari nilai transaksi harian Rp 8 triliun.

Pergerakan IHSG cukup volatil, dengan dibuka naik 0,32% ke 5.327,44 tetapi berbalik turun 10 menit kemudian, dengan koreksi 0,11% di level 5.304,40. Pada sesi penutupan siang, indeks acuan bursa nasional tersebut menguat 0,01% (0,7 poin) ke 5.311.4.

Penguatan ini terjadi setelah data manufaktur AS ternyata lebih baik dari ekspektasi. Institute for Supply Management (ISM) menyebutkan Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) AS di level 56, atau yang tertinggi dalam 19 bulan terakhir.

Sentimen negatif justru muncul dari dalam negeri, di mana pasar mengkhawatirkan wacana penghapusan independensi Bank Indonesia (B)), sehingga Republik ini mundur ke era Orde Baru di mana BI beroperasi di bawah Menteri Keuangan.

Akibatnya, investor berjaga-jaga dan menahan dulu arus pembelian saham sehingga berujung pada penguatan IHSG yang terbatas.

Kekhawatiran pasar seputar nasib BI itu juga sempat menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,24% di Rp 14.600/US$, tapi langsung berbalik melemah hingga 1,61% ke Rp 14.800/US$.

Namun, pelemahan rupiah sedikit membaik pada sore hari sehingga sukses ditutup pada level Rp 14.740/US$, atau melemah 1,2%. Dengan pelemahan tersebut, rupiah menjadi mata uang berkinerja terburuk di Asia kemarin.

Harga obligasi pemerintah jua tertekan dengan pelemahan harga pada hampir semua tenor, kecuali tenor jangka pendek 1 tahun dengan mencatatkan penurunan yield (imbal hasil) sebesar 2 basis poin ke 3,9%.

Sementara itu, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara mengalami kenaikan ke level 6,91%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang turun. Demikian juga sebaliknya.

Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup melesat hingga rekor-rekor tertinggi baru dicetak pada Rabu (2/9/2020), mengacuhkan data tenaga kerja yang menunjukkan lemahnya penyerapan tenaga kerja baru.

Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melesat 454,8 poin ( 1,6%) menjadi 29.100,5 menjadi level tertingginya sejak Februari. Nasdaq menguat 1% ke 12.056,44 dan S&P 500 naik 1,5% menjadi 3.580,84 menjadi rekor tertinggi sepanjang masa untuk keduanya.

Saham Coca-Cola menjadi penggerak utama Dow Jones, setelah melesat lebih dari 4%. IBM menyusul dengan melompat lebih dari 3%. Namun, keduanya masih mencatatkan koreksi dalam hitungan tahun berjalan (year to date/YTD).

Sebaliknya, saham Apple dan Tesla longsor masing-masing sebesar 2,1% dan 5,8%, menyusul aksi ambil untung pemodal. Mike Bailey, Direktur Riset FBB Capital Partners, menilai saham semikonduktor mengungguli saham produsen piranti lunak (software) yang menandakan adanya rotasi pasar.

"Kita sedang menyaksikan aksi beli yang sepertinya tertuju pada saham yang memiliki pertumbuhan dalam jangka panjang, menghindari saham teknologi yang valuasinya sudah gila-gilaan," tuturnya sebagaimana dikutip CNBC International.

Reli Wall Street menafikan data buruk tenaga kerja yang dirilis. ADP mengumumkan bahwa slip gaji pekerja swasta di AS bertambah 428.000 pada Agustus, atau jauh di bawah ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones sebelumnya yang berujung pada estimasi sebesar 1,17 juta.

Kepada CNBC International, Kepala Investasi Bleakley Advisory Group Peter Boockvar mengatakan bahwa laju penyerapan tenaga kerja telah benar-benar melambat dalam dua bulan terakhir, di mana angkanya berkisar 320.000.

"Rilis ini membuat laporan data tenaga kerja BLS pada Jumat nanti menjadi menarik, bukan hanya karena angka penggajian swasta pada Juli tercatat 1,46 juta, tapi estimasi Agustus juga berujung angka 1,29 juta, jauh berbeda dan jauh di atas apa yang dikeluarkan ADP," ujarnya.

Selain itu, ada kabar positif dari industri otomotif, di mana Autodata mengumumkan bahwa pada Agustus Negara Adidaya tersebut mencatatkan penjualan otomotf sebanyak 15 juta. Meski angka itu secara tahunan turun 11%, tetapi menjadi level yang tertinggi sejak Februari. 

Ada harapan bahwa kegaduhan kemarin akibat wacana pendiskonan independensi BI-sebagaimana termaktub dalam draf Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Reformasi Sistem Keuangan-bakal segera berakhir.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjanji bahwa BI akan tetap independen. Seperti dikutip dari Reuters, Jokowi mengatakan bahwa pihaknya tidak berencana mengeluarkan Perpu yang akan mengubah wewenang BI selama ini.

Sebelumnya, ramai diberitakan mengenai adanya Dewan Moneter, yang bakal diketuai Menteri Keuangan, dalam draf RUU. Yang menjadi perkara, BI akan dibawahi Dewan Moneter dan ketentuan soal "pihak lain tidak bisa ikut campur dalam pelaksanaan tugas BI" dihapus.

Seiring dengan klarifikasi Jokowi tersebut, pelaku pasar pun bisa bernafas lega dan fokus memburu saham unggulan yang tertekan akibat kegaduhan tersebut kemarin. Harap dicatat, Wall Street telah meroket 2,4% dalam dua hari terakhir sedangkan IHSG baru naik 1,6%.

Perhatikan rilis data Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) sektor jasa AS dan Uni Eropa. Jika ada sinyal ekspansi, mengonfirmasi pemulihan ekonomi di negara maju, maka penguatan bursa tidak akan terbendung.

Konsensus yang dhimpun Tradingeconomics menyebutka bahwa indeks PMI sektor Jasa AS per Agustus (versi Markit) akan berada di level 54,8 alias lebih besar dari posisi Juli yang di angka 50. Artinya, optimisme pelaku usaha di sektor jasa AS kian meningkat yang mengindikasikan bakal ada ekspansi di sektor tersebut.

Sebelumnya, Institute for Supply Management (ISM) menyebutkan PMI sektor manufaktur AS per Agustus berada di level 56, atau yang tertinggi dalam 19 bulan terakhir. Angka di atas 50 mengindikasikan ekspansi manufaktur, dan sebaliknya di bawah 50 menunjukkan kontraksi.

Untuk hari ini, harga saham terkait komoditas minyak bakal cenderung dihindari. Pasalnya, harga minyak anjlok lebih dari 2% menyusul koreksi permintaan bensin di AS sepekan terakhir. Investor mengabaikan data penurunan stok minyak AS sehari yang lalu.

Kemarin American Petroleum Institute (API) melaporkan stok minyak mentah AS Agustus berkurang 6,36 juta barel, melanjutkan penurunan pada Juli sebesar 4,5 juta barel. Namun hari ini, Energy Information Administraton (EIA) mengumumkan bahwa permintaan bensin di AS turun ke 8,78 juta barel per hari (bph), dari posisi sepekan sebelumnya 9,16 juta bph.

Akibatnya harga minyak jenis Brent turun US$ 1,15 per barel, atau 2,5%, menjadi US$ 44,43 per barel, menghentikan kenaikan harga 2 hari sebelumnya. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WI) melemah US$ 1,25 per barel (-2,9%) menjadi US$ 41,51 per barel.

Berikut sejumlah rilis data dan agenda yang terjadwal untuk hari ini:

  • Rilis PMI sektor jasa Jepang per Agustus versi Jibun Bank (07:30 WIB)
  • Neraca perdagangan Australia (08:30 WIB)
  • Rilis PMI sektor jasa China per Agustus versi Caixin (08:30 WIB)
  • RUPST PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (10:00 WIB)
  • RUPST PT Darma Henwa Tbk (14:00 WIB)
  • Rilis PMI sektor jasa Uni Eropa per Agustus versi Markit (14:30 WIB)
  • Rilis penjualan ritel Uni Eropa per Juli (16:00 WIB)
  • Neraca perdagangan AS per Juli (19:30 WIB)
  • Klaim pengangguran AS pekan ke-4 Agustus (19:30 WIB)
  • Rilis PMI sektor jasa AS per Agustus versi Markit dan ISM (20:30 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020 YoY)

-5,32%

Inflasi (Agustus 2020 YoY)

1,32%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2020)

4%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-6,34% PDB

Transaksi berjalan (kuartal I-2020)

-1,42% PDB

Neraca pembayaran (kuartal I-2020)

-US$ 8,54 miliar

Cadangan devisa (Juli 2020)

US$ 135,1 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags) Next Article Neraca Dagang Diramal Surplus, Akankah Happy Monday Hari Ini?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular