'BI Punya Dewan Moneter Seperti Orba, Justru Membahayakan'

Jakarta, CNBC Indonesia - Para jajaran menteri kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin dikabarkan tengah meramu satu peraturan reformasi sistem keuangan, yang kemungkinan akan diterbitkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
Melalui Perppu reformasi sistem keuangan tersebut, pemerintah ingin agar kebijakan makroprudensial dan mikroprudensial bisa dalam satu komando.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J Rachbini, mengingatkan kepada Presiden Joko Widodo untuk bisa secara hati-hati mengeluarkan Perppu.
Didik menjelaskan kembali tatkala Presiden Jokowi geram tatkala realisasi program penanganan covid-19 masih terhambat. Hal itu terungkap dalam video yang tayang di akun YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020).
"Presiden Jokowi waktu itu marah, yang waktu itu jadi perhatian publik, pokoknya lakukan apa saja demi rakyat. Kalau perlu mengeluarkan perppu," jelas Didik melalui video conference, Rabu (2/9/2020).
Menurut Didik, Perppu semestinya bisa dikeluarkan jika ada dalam masa darurat, dan tidak bisa sembarangan untuk dikeluarkan.
"Perppu itu darurat, tidak bisa main-main. Jadi hanya dalam keadaan yang sangat darurat yang bisa mengeluarkan Perppu," tuturnya.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pemerintah akan melihat seluruh arsitektur ketahanan yang ada di Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Pemerintah juga akan melihat dari sisi Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK), dan terkait perbendaharaan negara, untuk kemudian bisa menjadi satu bagian dalam pengawasan.
"Bagaimana seluruh sistem bisa jadi sesuatu yang seamless [berjalan mulus]. Kalau situasi tertentu bisa langsung mengintegrasikan," jelas Airlangga saat wawancara eksklusif dalam program Squawk Box CNBC Indonesia TV, Rabu (26/8/2020).
Beberapa hari kemudian, tepatnya Senin (31/8/2020) DPR melalui Badan Legislasi (Baleg) melakukan rapat bersama Tim Ahli mengkaji untuk menyusun draf Revisi Undang-Undang nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI). Dalam revisi ini akan ada banyak beberapa pasal yang dihapus dan juga ditambahkan.
Salah satu pasal yang diusulkan untuk diubah oleh DPR, yakni yang berada dalam pasal 9. Di mana dalam pelaksanaan tugas BI akan dihapuskan, diubah ke dalam Pasal 9A, Pasal 9B, dan Pasal 9C.
Di dalam pasal 9A disebutkan Dewan Moneter akan diisi oleh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yakni Menteri Keuangan, kemudian ada satu dari Menteri bidang Perekonomian, Gubernur BI, Deputi Senior BI, serta Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
DPR juga mengusulkan agar pemerintah dapat menambah beberapa orang menteri sebagai anggota penasehat kepada Dewan Moneter. Sementara, Sekretariat Dewan Moneter diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Memandang hal tersebut, Didik meyakini adanya Dewan Moneter di Indonesia akan mengancam perekonomian Indonesia.
"Sekarang ini ada Perppu untuk Dewan Moneter. Ini kacau lagi, kekuasaan yang liar akan masuk ke sistem moneter, dan ini akan balik [seperti ke zaman] ke orba. Dan ini sangat membahayakan," jelas Didik.
"Tapi kalau pemerintah tidak mau diberi nasihat, ya tidak apa nanti akan balik liar lagi. Selama ini BI sudah berhasil mengendalikan inflasi. Dari belasan target kebijakan Jokowi pada periode pertama tidak ada satu pun yang tercapai di RPJMN. Kecuali inflasi yang terkendali. Indef mengingatkan agar jangan main-main buat Perppu semau gue [Seenaknya]," kata Didik menegaskan.
[Gambas:Video CNBC]
Sri Mulyani Tentang Dewan Moneter BI: Belum Pernah Dibahas
(dru)