
Jaga Nafas! Inflasi Rendah, Manufaktur Masih Terkontraksi

Selasa (1/9/2020) akan menjadi hari yang sibuk bagi investor menyusul rilis beberapa data ekonomi yang sangat relevan untuk diperhatikan, karena bakal sangat memengaruhi psikologi pasar. Konsumsi masyarakat disinyalir masih tertekan, sehingga asa optimisme hari ini bakal bertumpu pada sinyal geliat manufaktur.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi Agustus 2020, di mana konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan nilai median -0,01% untuk Indeks Harga Konsumen (IHK) secara bulanan (month-to-month/MtM).
Artinya, kita berpeluang melihat deflasi lagi. Ini merupakan deflasi yang kedua secara beruntun sepanjang tahun ini. setelah deflasi pertama pada Juli. Kemudian median inflasi inti tahunan berada di 2% yang bakal menjadi level inflasi inti terendah setidaknya sejak tahun 2009.
Bank Indonesia (BI) juga memperkirakan terjadi deflasi. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) hingga pekan IV, MH Thamrin memperkirakan ada deflasi 0,04% MtM. Dengan demikian, inflasi tahunan menjadi 1,34% sementara inflasi tahun kalender (year-to-date/YtD) adalah 0,94%.
Namun, Polling Reuters berujung pada proyeksi inflasi bulanan 0,01%, dengan inflasi tahunan 1,4% dan inflasi inti 2%. Inflasi inti tersebut melemah dibandingkan dengan bulan Juli sebesar 2,07%. Inflasi inti yang tertekan mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat masih belum pulih benar.
Baik deflasi maupun inflasi tipis, keduanya sama-sama mengindikasikan bahwa kekuatan permintaan (demand side) masyarakat belum pulih, di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi. Beberapa pelonggaran yang dilakukan oleh pemerintah justru berujung pada rekor temuan kasus Covid-19.
Berdasarkan data Kementerian kesehatan (Kemenkes) terdapat 2.743 kasus baru Covid-19 pada Senin, sehingga total konfirmasi kasus positif di Indonesia mencapai 174.796 orang. Tambahan angka kasus baru tersebut membuat Indonesia berada di posisi 11 dunia dari jumlah kasus baru harian yang terbanyak, menurut data Worldometers.
Sebelumnya, Indonesia berada di peringkat 12 untuk kasus baru dan kematian tambahan. Indonesia juga kini di perngkat 11 dunia untuk kematian baru akibat Covid-19, setelah mencatatkan sebanyak 74 orang meninggal kemarin.
Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan pertumbuhan ekonomi mustahil terjadi jika penanganan covid-19 belum berjalan baik sebagaimana terlihat dari penularan Covid-19 yang terus melonjak hingga menyentuh 2.000-3.000 dalam waktu 24 jam. Ini yang membuat pasar saham anjlok kemarin.
"Sadar tidak sadar, kita sedang dihukum dunia gara-gara tidak becus menangani pandemi ini," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Senin (31/8/2020). Dia memproyeksikan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 akan minus 3%, alias resesi.
Oleh karena itu, pasar akan memantau rilis Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) per Agustus versi Markit. Pada bulan Juli, pelaku usaha masih terindikasi memilih berhenti berekspansi, yang terlihat dari indeks PMi sebesar 46,9. Angka di bawah 50 mengindikasikan kontraksi.
Hari ini, PMI kemungkinan besar masih di bawah angka 50, mengingat impor non-migas pada Juli lmasih tertekan. Impor non-migas turun 5,7% secara bulanan dan sebesar 30,95% secara tahunan pada Juli. Mayoritas barang impor kita merupakan produk barang modal dan bahan baku yang mencapai 80% lebih dari total impor.
Oleh karenanya, kondisi ekonomi kemungkinan belum kondisif untuk mendukung reli masif. Namun jika ada kejutan tipis dari data tersebut, besar peluang akan ada aksi pembelian di tengah koreksi (buy on weakness) terhadap saham-saham unggulan.
(ags/ags)