
Permintaan Lesu, Inflasi Juli Diramal Cuma 0,06%

Jakarta, CNBC Indonesia - Laju inflasi Indonesia pada Juli 2020 diperkirakan masih 'jinak'. Walau aktivitas masyarakat sudah mulai dibuka, tetapi hantaman keras Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terhadap perekonomian masih sangat terasa.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi pada awal pekan ini. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi bulanan (month-to-month/MtM) berada di 0,065%. Sementara inflasi tahunan (year-on-year/YoY) diperkirakan 1,72% dan inflasi inti tahunan di 2,115%.
Institusi | Inflasi MtM (%) | Inflasi YoY (%) | Inflasi Inti YoY (%) |
CIMB Niaga | 0.11 | 1.76 | 2.22 |
Maybank Indonesia | 0.06 | 1.7 | 2.12 |
Bank Danamon | - | 1.74 | 2.04 |
Bank Mandiri | -0.05 | 1.59 | - |
ING | - | 1.64 | - |
Standard Chartered | -0.03 | 1.61 | 2.1 |
Danareksa Research Institute | 0.07 | 1.79 | 2.06 |
Bank Permata | 0.05 | 1.7 | 2.14 |
BCA | 0.09 | 1.74 | 2.11 |
Citi | 0.17 | 1.82 | 2.32 |
MEDIAN | 0.065 | 1.72 | 2.115 |
Jika ini terwujud, maka inflasi domestik mengalami perlambatan dibandingkan Juni. Kala itu, inflasi bulanan adalah 0,18%, tahunan 1,96%, dan inflasi inti tahunan 2,26%.
Sedangkan Survei Pemantauan Harga (SPH) keluaran Bank Indonesia (BI) memperkirakan laju inflasi Juli sebesar -0,03% MtM, deflasi. Dengan demikian, inflasi tahunan lebih tipis ketimbang proyeksi pasar yaitu di 1,61%. Proyeksi BI menggambarkan inflasi tahunan terendah sejak Mei 2000.
PSBB sebagai kebijakan untuk menanggulangi dampak wabah virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) harus dibayar mahal. Saat masyarakat tidak bisa ke mana-mana alias #dirumahaja, otomatis ekonomi mati suri.
Sejak awal Juni, PSBB mulai dikendurkan dan 'keran' aktivitas publik dibuka kembali meski masih ada pembatasan di sana-sini. Namun itu belum bisa mengobati luka dalam akibat PSBB.
Begitu dalamnya luka yang ditinggalkan PSBB akan terlihat dalam rilis data output perekonomian atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia periode kuartal II-2020. Konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan PDB Tanah Air terkontraksi alias tumbuh negatif -4,53% YoY. Ini akan menjadi catatan terburuk sejak 1999.
Lebih dari separuh PDB Indonesia disumbangkan oleh konsumsi rumah tangga. Ketika konsumsi melemah, maka PDB secara keseluruhan akan terseret ke bawah.
Pelemahan konsumsi tercermin dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dibebankan kepada seluruh transaksi. Penerimaan PPN memberi gambaran aktivitas jual-beli di perekonomian, jadi kalau pos ini lesu maka berarti transaksi penjual-pembeli pun demikian.
Sepanjang semester I-2020, penerimaan PPN dalam negeri tercatat Rp 113,45 triliun, turun hampir 8% dibandingkan periode yang sama pada 2019. Bahkan kalau menyatukan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), koreksinya mencapai 10,68%.
"Seluruh komponen penerimaan pajak mengalami kontraksi seiring dengan aktivitas ekonomi yang masih melambat. Sementara PPN dalam negeri mengalami kontraksi seiring masih melambatnya transaksi jual-beli Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak," sebut laporan APBN Kita edisi Juli 2020.
Penurunan PPN adalah wujud nyata dari amblesnya permintaan domestik. Jadi tidak heran kalau inflasi pun melambat, karena tidak ada dorongan permintaan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Inflasi Diramal Naik ke 0,19%, Daya Beli Rakyat Sudah Pulih?