
Mohon Maaf Investor, Sepertinya IHSG Hari Ini Merah-merahnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Kamis (23/7/20) ditutup terbang 0,68% di level 5.145,01.
Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan aksi jual bersih sebanyak Rp 127 miliar di pasar reguler hari ini dengan nilai transaksi hari ini menyentuh Rp 9,2 triliun. Terpantau 229 saham harganya naik, 187 harganya turun, sisanya 171 tetap.
Kenaikan ini terjadi meskipun tensi antara AS dan China tereskalasi pekan ini setelah sebelumnya pemerintah AS memerintahkan untuk menutup konsulat China di Houston dengan alasan keamanan, sebagai balasan China akan menutup konsulat AS di Wuhan.
Sementara itu dari Benua Kuning karena Korea Selatan sudah merilis data GDP kuartal keduanya, setelah GDP kuartal pertama Negeri Ginseng secara QoQ sudah terkontraksi 1,3%, kini GDP kuartal kedua Korea Selatan kembali terkontraksi 3,3% bahkan lebih parah dari konsensus yang menargetkan terjadi kontraksi 2,3% maka ini artinya Korea Selatan resmi masuk ke jurang resesi pertama sejak 2003 setidaknya secara teknikal.
Tidak hanya saham, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menguat di perdagangan pasar spot kemarin, setelah menguat 0,34% kemarin lusa.
Pada Kamis (23/7/2020), US$ 1 dibanderol Rp 14.550/US$ di pasar spot. Rupiah menguat 0,55% dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin. Sebelumnya rupiah sempat menguat 1,16% ke Rp 14.510/US$.
Sementara harga obligasi rupiah pemerintah Indonesia hari ini, Kamis (23/7/2020) juga mengalami penguatan, Data Refinitiv menunjukkan penguatan harga surat utang negara (SUN) tercermin dari empat seri acuan (benchmark). Keempat seri tersebut adalah FR0081 bertenor 5 tahun dan FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun dan FR0083 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat hari ini adalah FR0081 yang bertenor 5 dengan penurunan yield 7,90 basis poin (bps) menjadi 6,215%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Dari bursa acuan dunia, Wall Street kompak ditutup anjlok parah pada penutupan dini hari tadi Dow Jones terpaksa terdepresiasi 1,31%, S&P 200 turun 1,23%, dan Indeks Nasdaq terjungkal 2,29%.
Klaim pengangguran di angka 1,42 juta untuk pekan yang berakhir 18 Juli, naik dari 1,31 juta pada pekan sebelumnya. Ini merupakan kenaikan mingguan pertama sejak pekan yang berakhir pada 28 Maret ketika klaim tunjanggan pengangguran mencapai angka 6,9 juta akibat karantina wilayah/lockdown.
Realisasi angka tersebut juga terhitung lebih buruk, karena ekonom dalam polling Reuters semula hanya memperkirakan angkanya hanya 1,3 juta. Lonjakan kembali kasus Covid-19 memicu beberapa negara membatasi kembali aktivitas ekonominya.
"Kenaikan kasus Covid di Sun Belt dan terganjalnya rencana pembukaan kembali aktivitas di negara lain telah memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) putaran selanjutnya," tutur Thomas Simons, ekonom Jefferies, dalam laporan risetnya sebagaimana dikutip CNBC International.
Berita CNBC International memberikan angin segar tambahan, di mana anggota Kongres dari Partai Republik mengatakan bahwa ada pertimbangan untuk memperpanjang program santunan pengangguran yang sedianya bakal berakhir bulan depan, menjadi akhir tahun ini.
Hanya saja, nilai santunan per orangnya dikurangi dari US$ 600 per pekan menjadi US$ 100 per pekan. Menteri Keuangan Steven Mnuchin menyebutkan bahwa perpanjangan manfaat pengangguran itu akan didasarkan pada penggantian "70% gaji."
Penurunan terbesar terjadi di saham Apple setelah Goldman Sachs menyarankan investor untuk berhati-hati terhadap saham tersebut. "Kami meramalkan pendapatan per lembar saham Apple pada tahun kalender 2021 akan turun 16% dibawah konsensus pasar setelah jumlah unit produk dan harganya turun."
Seluruh mata pelaku pasar hari ini akan tertuju pada harga emas yang sebentar lagi akan menembus level US$ 1.900 per troy ons, yang kelihatanya tidak lama lagi akan memecahkan rekor harga tertinggi sepanjang masanya.
Sementara itu kompatriotnya perak, geraknya akhirnya sedikit melambat pertama kali dalam 4 hari terakhir setelah bersama-sama reli dengan emas, setelah harga-harga logam mulia reli yang diakibatkan oleh ketidak pastian ekonomi akibat pandemi virus corona.
Logam mulia yang dianggap investor sebagai aset-aset penjaga nilai alias safe haven, harganya biasanya naik di tengah krisis ekonomi karena para investor mlarikan dananya dari aset-aset beresiko tinggi seperti saham ke aset penjaga nilai.
Kenaikan logam mulia sendiri diakibatkan oleh meningkatnya kembali jumlah pasien virus corona menembus angka 4 juta secara global, sementara tensi antara AS-China belum juga membaik.
Di AS sendiri dalam seminggu terakhir sudah mencatatkan lebih dari 915.000 kasus positif corona, sesuai dengan ramalan ahli pandemi AS, Anthony Fauci yang meramalkan tanpa Pembatasan Sosial, angka corona di AS bisa naik lebih dari 100 ribu pasien per hari.
Sementara itu harga minyak mentah kembali tertekan setelah angka permintaan turun akibat meningkatnya jumlah pasien virus corona, dini hari ini harga minyak mentah jenis WTI terkoreksi 2% menjadi US$ 41,07 per barel sementara itu minyak mentah acuan global Brent juga ikut terkoreksi 2,2% ke level harga US$ 43,76 per barel.
Angka PMI Manufaktur AS yang akan dirilis hari ini juga mengindikasikan adanya penurunan. PMI Manufaktur AS juga diestimasi turun menjadi 49,6 setelah sebelumnya berada di angka 49,8. Angka di bawah 50 sendiri mengindikasikan sektor manufaktur di AS belum terjadi ekspansi, masih kontraksi. Sementara itu negara-negara Uni-Eropa juga akan dirilis PMI hari ini.
Kabar duka lain datang setelah badai tropis baru saja menghantam AS akhir pekan ini, terutama di Texas dan Hawaii, beberapa perusahaan minyak offshore juga terdampak akan hal ini.
Berikut sejumlah rilis data yang terjadwal untuk hari ini.
- PMI Manufaktur Australia Bulan Juni (6:00 WIB)
- Produksi Industri Singapura Bulan Juni (12:00 WIB)
- PMI Manufaktur Perancis Bulan Juli (14:15 WIB)
- PMI Manufaktur Jerman Bulan Juli (14:30 WIB)
- PMI Manufaktur Uni-Eropa Bulan Juli (15:00 WIB)
- PMI Manufaktur Britania Raya Bulan Juli (15:30 WIB)
- PMI Manufaktur Amerika Serikat Bulan Juli (20:45 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (Kuartal I-2020 YoY) | 2,97% |
Inflasi (Juni 2020 YoY) | 1,96% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juni 2020) | 4,00% |
Surplus/defisit anggaran (Perpres No 54/2020) | -5,07% PDB |
Surplus/defisit transaksi berjalan (Kuartal I-2020) | -1,42% PDB |
Cadangan devisa (Juni 2020) | US$ 131,72 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp) Next Article Bersiap Euforia, IHSG Mau Nanjak Lagi!
