
Rebound Data Ekonomi vs Corona, Mana yang Paling Kuat?

Untuk perdagangan hari ini, Kamis (9/7/2020) investor perlu mencermati dan mengkaji sejumlah sentimen yang bisa memengaruhi perdagangan hari ini. Pertama penguatan bursa Wall Street yang terdorong oleh optimisme pelaku pasar atas pemulihan ekonomi semoga bisa membawa angin segar ke pasar saham global termasuk Indonesia.
Sentimen kedua,lagi dan lagi seputar perkembangan dari pandemi virus corona yang masih menjadi pusat perhatian atau fokus utama investor.
Mengacu data dari worldometers, jumlah orang terinfeksi virus corona di seluruh dunia mencapai lebih dari 12 juta orang, sementara jumlah korban jiwa lebih dari 550 ribu orang dengan penambahan sekitar 10.00 perharinya, angka yang cukup mengkhawatirkan.
Di Indonesia saat ini, jumlah kasus konfirmasi positif virus corona mencapai 68 ribu lebih, sementara yang sembuh menjadi 31 ribu lebih sedangkan korban jiwa mencapai 3.359. Situasi inibisa mempengaruhi psikologis investor.
Selama penyebaran virus corona semakin bertambah dan tidak menunjukkan kelandaian, maka investor akan terus di hantui kekhawatiran, sehingga inevstor enggan untuk mengalirkan dananya ke pasar keuangan dunia termasuk Indonesia.
Ketiga,laporan tingkat inflasi di China yang diperkirakan akan menjadi 2,20% pada akhir kuartal ini, menurut model makro global Ekonomi Perdagangan dan ekspektasi analis. Ke depan, diperkirakan tingkat inflasi di China akan mencapai 2,30 dalam waktu 12 bulan. Dalam jangka panjang, tingkat Inflasi Tiongkok diproyeksikan sekitar 1,90 persen pada tahun 2021.
Sementara pada rilis terakhir, tingkat inflasi tahunan China turun menjadi 2,4% pada Mei 2020, terendah sejak Maret 2019 dan di bawah konsensus pasar untuk sebesar 2,7%, di tengah upaya untuk mengendalikan wabah COVID-19. Secara bulanan, harga konsumen turun 0,8% setelah penurunan 0,9% di bulan April dan dibandingkan dengan perkiraan untuk penurunan 0,5%.
Laporan tingkat inflasi ini bisa memberikan gambaran kondisi ekonomi China terkini akibat hantaman dari virus corona yang pertama kali muncul di kota Wuhan. Tingkat inflasi yang semakin menurun mencerminkan terkendalinya harga barang dan jasa, selain itu, rendahnya inflasi akan mendorong penurunan suku bunga oleh bank sentral.
Sentimen keempat yaitu data klaim rilis klaim pengangguran baru Amerika Serikat (AS) yang diprediksi berada di angka 1,38 juta atau membaik dari posisi sepekan sebelumnya di angka 1,43 juta.
Pekan lalu, AS melaporkan pembukaan lapangan kerja baru sebesar 4,8 juta, atau jauh di atas ekspektasi ekonom sebanyak 2,9 juta. Angka pengangguran juga anjlok menjadi 11,1% dari posisi Mei sebesar 13,3% atau lebih baik dari polling ekonomi Dow Jones sebanyak 12,4%.
Penurunan dalam angka klaim pengangguran mencerminkan bahwa kondisi ekonomi AS berangsur-ansur pulih setelah terpukul keras oleh hantaman pandemi virus corona, sehingga para pelaku pasar bisa lebih optimis. Hal ini juga terlihat dari reli tiga indeks utama Wall Street dalam beberapa hari terakhir.
Meskipun secara umum dipandang sebagai indikator lagging, jumlah orang yang menganggur adalah sinyal penting dari kesehatan ekonomi secara keseluruhan karena belanja konsumen sangat berkorelasi dengan kondisi pasar tenaga kerja. Pengangguran juga merupakan pertimbangan utama bagi mereka yang mengendalikan kebijakan moneter negara tersebut.
(har/har)