Newsletter

Rebound Data Ekonomi vs Corona, Mana yang Paling Kuat?

Haryanto, CNBC Indonesia
09 July 2020 06:05
IHSG Bursa Efek Indonesia.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan domestikpada perdagangan hari Rabu kemarin cukup impresif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah dan harga obligasi pemerintah kesemuanya berhasil ditutup positif alias menguat.

IHSG pada perdagangan kemarin berhasil masuk zona hijau bahkan ditutup di atas level psikologis 5.000, dengan kenaikan yang sebesar 89,09 poin atau 1,79% ke level 5.076,17.

Apresiasi IHSG datang dari dalam negeri di tengah membaiknya data ekonomi yang ditunjukkan dengan angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Juni 2020 yang naik ke 83,8 dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 77,8. Sentimen positif lainnya juga merespons laporan data cadangan devisa untuk bulan Juni 2020 yang naik ke US$ 131,7 miliar dibandingkan dengan posisi akhir Mei 2020 pada US$ 130,5 miliar.

Membaiknya data-data tersebut membuat investor asing masuk kembali ke pasar saham karena pelaku pasar optimis atas keadaan ekonomi Indonesia.

Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 218 miliar di pasar reguler dengan nilai transaksi mencapai Rp 9,2 triliun. Terpantau 221 saham harganya naik, 174 turun, dan 174 stagnan.

Saham yang paling banyak dibeli asing hari ini adalah PT Bank Central AsiaTbk (BBCA) dengan beli bersih sebesar Rp 161 miliar dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang mencatatkan net buy sebesar Rp 250 miliar.

Sedangkan saham yang paling banyak dilepas asing hari ini adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dengan jual bersih sebesar Rp 51 miliar dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang mencatatkan net sell sebesar Rp 29 miliar.

Di pasar obligasi rupiah pemerintah Indonesia hari Rabu kemarin (8/7/2020) juga terpantau menguat. Hal tersebut mencerminkan investor mulai masuk ke aset pendapatan tetap (fixed income) Tanah Air seiring dengan kondisi ekonomi yang mulai atau berusaha pulih.

Data Refinitiv menunjukkan penguatan harga surat utang negara (SUN) tercermin dari empat seri acuan (benchmark). Keempat seri tersebut adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun dan FR0083 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling menguat hari ini adalah FR0081 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 7,50 basis poin (bps) menjadi 6,5%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Penguatan di pasar surat utang hari ini senada dengan penguatan rupiah di pasar valas. Pada hari Rabu ini (8/7/2020), Rupiah menguat 0,35% dari penutupan sebelumnya. Kini US$ 1 dibanderol Rp 14.350/US$ di pasar spot.

Nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (8/7/2020), melanjutkan tren positif sejak awal pekan. Meredanya kecemasan akan kenaikan inflasi menjadi tenaga bagi rupiah untuk menguat sejak kemarin.

Tidak hanya menguat, rupiah juga membukukan hat-trick alias penguatan tiga hari beruntun. Tidak hanya itu, rupiah kembali menjadi juara alias mata uang dengan kinerja terbaik di Asia kemarin.

Beralih ke bursa saham Amerika Serikat (AS) yakni Wall Street, pada penutupan perdagangan Rabu kemarin (Kamis dini hari tadi waktu Indonesia) kembali menguat terdorong oleh lonjakan saham sektor teknologi.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) terapresiasi 177,10 poin atau 0,7% menjadi 26.067,28, Nasdaq melonjak 148,61 poin atau 1,4% menjadi 10.492,50 dan S&P 500 naik 24,62 poin atau 0,8% menjadi 3.169,94.

Saham Apple naik 2,3% ke rekor tertinggi setelah analis Deutsche Bank menaikkan target harganya di bursa. Saham Microsoft naik 2,2% dan Netflix naik hampir 2%. Amazon ditutup 2,7% lebih tinggi. Sektor teknologi S&P 500 mengakhiri hari perdagangan dengan penguatan 1,6% yang sekaligus membukukan penutupan tertinggi sepanjang masa.

Penguatan tiga indeks utama Wall Street bahkan terjadi ketika kasus virus corona terus meningkat pada rekor kecepatan. Kasus COVID-19 AS melampaui 3 juta semalam, mempengaruhi hampir satu dari setiap 100 orang Amerika. California, Hawaii, Idaho, Missouri, Montana, Oklahoma dan Texas memecahkan rekor tinggi sebelumnya untuk infeksi baru.

"Angka-angka COVID di AS tetap meresahkan dan ini adalah awal untuk membuat berita utama ekonomi," kata Adam Crisafulli, pendiri Vital Knowledge, dalam sebuah catatan.

Penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mencoba untuk menenangkan kekhawatiran tentang dampak virus pada ekonomi, mengatakan kepada CNBC "Squawk Box" data yang menunjukkan pemulihan yang tajam.

"Tak ada yang menyangkal bahwa kita mencatat kenaikan drastis kasus di beberapa titik api.. Secara virtual, tiap keping data menunjukkan pemulihan berbentuk V," ujar Kudlow pada Rabu. Namun, lanjut dia, semua orang tak bisa menafikan bahwa ada banyak skenario dan sejauh ini ada 8 juta lapangan kerja yang tercipta dalam beberapa bulan terakhir.

Sentimen pasar juga sedikit membaik setelah pemerintah AS meneken kontrak senilai US$ 1,6 miliar dengan Novavax untuk mengembangkan vaksin corona, sebagai bagan dari operasi "Warp Speed."

Untuk perdagangan hari ini, Kamis (9/7/2020) investor perlu mencermati dan mengkaji sejumlah sentimen yang bisa memengaruhi perdagangan hari ini. Pertama penguatan bursa Wall Street yang terdorong oleh optimisme pelaku pasar atas pemulihan ekonomi semoga bisa membawa angin segar ke pasar saham global termasuk Indonesia.

Sentimen kedua,lagi dan lagi seputar perkembangan dari pandemi virus corona yang masih menjadi pusat perhatian atau fokus utama investor.

Mengacu data dari worldometers, jumlah orang terinfeksi virus corona di seluruh dunia mencapai lebih dari 12 juta orang, sementara jumlah korban jiwa lebih dari 550 ribu orang dengan penambahan sekitar 10.00 perharinya, angka yang cukup mengkhawatirkan.

Di Indonesia saat ini, jumlah kasus konfirmasi positif virus corona mencapai 68 ribu lebih, sementara yang sembuh menjadi 31 ribu lebih sedangkan korban jiwa mencapai 3.359. Situasi inibisa mempengaruhi psikologis investor.

Selama penyebaran virus corona semakin bertambah dan tidak menunjukkan kelandaian, maka investor akan terus di hantui kekhawatiran, sehingga inevstor enggan untuk mengalirkan dananya ke pasar keuangan dunia termasuk Indonesia.

Ketiga,laporan tingkat inflasi di China yang diperkirakan akan menjadi 2,20% pada akhir kuartal ini, menurut model makro global Ekonomi Perdagangan dan ekspektasi analis. Ke depan, diperkirakan tingkat inflasi di China akan mencapai 2,30 dalam waktu 12 bulan. Dalam jangka panjang, tingkat Inflasi Tiongkok diproyeksikan sekitar 1,90 persen pada tahun 2021.

Sementara pada rilis terakhir, tingkat inflasi tahunan China turun menjadi 2,4% pada Mei 2020, terendah sejak Maret 2019 dan di bawah konsensus pasar untuk sebesar 2,7%, di tengah upaya untuk mengendalikan wabah COVID-19. Secara bulanan, harga konsumen turun 0,8% setelah penurunan 0,9% di bulan April dan dibandingkan dengan perkiraan untuk penurunan 0,5%.

Laporan tingkat inflasi ini bisa memberikan gambaran kondisi ekonomi China terkini akibat hantaman dari virus corona yang pertama kali muncul di kota Wuhan. Tingkat inflasi yang semakin menurun mencerminkan terkendalinya harga barang dan jasa, selain itu, rendahnya inflasi akan mendorong penurunan suku bunga oleh bank sentral.

Sentimen keempat yaitu data klaim rilis klaim pengangguran baru Amerika Serikat (AS) yang diprediksi berada di angka 1,38 juta atau membaik dari posisi sepekan sebelumnya di angka 1,43 juta.

Pekan lalu, AS melaporkan pembukaan lapangan kerja baru sebesar 4,8 juta, atau jauh di atas ekspektasi ekonom sebanyak 2,9 juta. Angka pengangguran juga anjlok menjadi 11,1% dari posisi Mei sebesar 13,3% atau lebih baik dari polling ekonomi Dow Jones sebanyak 12,4%.

Penurunan dalam angka klaim pengangguran mencerminkan bahwa kondisi ekonomi AS berangsur-ansur pulih setelah terpukul keras oleh hantaman pandemi virus corona, sehingga para pelaku pasar bisa lebih optimis. Hal ini juga terlihat dari reli tiga indeks utama Wall Street dalam beberapa hari terakhir.

Meskipun secara umum dipandang sebagai indikator lagging, jumlah orang yang menganggur adalah sinyal penting dari kesehatan ekonomi secara keseluruhan karena belanja konsumen sangat berkorelasi dengan kondisi pasar tenaga kerja. Pengangguran juga merupakan pertimbangan utama bagi mereka yang mengendalikan kebijakan moneter negara tersebut.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  •          Inflasi China (08.30 WIB)
  •          Klaim Pengangguran Amerika Serikat (AS) (19.30 WIB)

 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Kuartal I-2020 YoY)

2,97%

Inflasi (Juni 2020 YoY)

1,96%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juni 2020)

4,25%

Surplus/defisit anggaran (Perpres No 54/2020)

-5,07% PDB

Surplus/defisit transaksi berjalan (Kuartal I-2020)

-1,42% PDB

Cadangan devisa (Juni 2020)

US$ 131,72 miliar

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular