
Ekonomi Kian Pulih, Pasar Keuangan Tanah Air Bakal Terkerek?

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen yang akan mewarnai perdagangan hari ini. Pertama lonjakan bursa Wall Street di tengah laporan data yang menunjukkan pemulihan ekonomi akibat hantaman pandemi virus corona.
Institute for Supply Management (ISM) mengatakan indeks non-manufaktur melonjak menjadi 57,1 pada Juni dari 45,4 pada Mei, dengan angka di atas 50 menandakan peningkatan aktivitas sektor jasa. Ekonom memperkirakan indeks naik ke 50,1.
Hijau-nya tiga indeks utama Wall Street semoga memberikan dorongan untuk pasar saham global termasuk Indonesia masuk ke teritori positif.
Sentimen kedua, perkembangan dari pandemi virus corona itu sendiri yang masih menjadi pusat perhatian atau fokus utama investor.
Mengacu data dari Worldometers, jumlah orang terinfeksi virus corona di seluruh dunia mencapai lebih dari 11,6 juta orang, sementara jumlah korban jiwa lebih dari 530 ribu orang.
Di Indonesia saat ini, jumlah kasus konfirmasi positif virus corona mencapai 64.958, sementara yang sembuh menjadi 29.919, sedangkan korban jiwa mencapai 3.241. Situasi ini bisa mempengaruhi psikologis investor.
Selama penyebaran virus corona semakin bertambah dan tidak menunjukkan kelandaian, maka investor akan terus di hantui kekhawatiran, sehingga investor enggan untuk mengalirkan dananya ke pasar keuangan dunia termasuk Indonesia.
Ketiga,yakni rilis cadangan devisa (cadev) per Juni oleh Bank Indonesia (BI), yang kebetulan berbarengan dengan rilis data yang sama di China dan Rusia. Tradingeconomics memperkirakan cadev Indonesia bakal naik ke US$ 131,7 miliar, membaik dari posisi bulan Mei (US$ 130,5 miliar).
Perbaikan posisi cadev setelah keputusan BI memangkas suku bunga acuannya menjadi 4,25% bakal menjadi indikator bahwa tekanan terhadap aset investasi portofolio di Indonesia masih terjaga, meski spread (rentang) imbal hasil aset Indonesia kian menipis jika dibandingkan dengan aset di negara maju, terutama AS.
Pada gilirannya, pelaku pasar dunia pun berpeluang makin optimistis untuk masuk ke pasar modal Indonesia karena yakin bahwa risiko kurs bakal terminimalisir. Pada titik tertentu, jika tak ada sentimen negatif secara fundamental, maka rupiah berpeluang menguat karenanya.
Sentimen Keempat, lembaga pemeringkat Fitch Ratings menyoroti industri keuangan di Tanah Air pasca terkuaknya beberapa kasus gagal bayar yang menjadi perhatian publik, akhir-akhir ini.
Dalam riset terbarunya, Fitch menyebut, risiko gagal bayar justru banyak terjadi di industri keuangan non bank (IKNB). "Kegagalan terkait tata kelola telah menghasilkan kerugian hingga USD3,5 miliar bagi investor sejak 2018," tulis Fitch.
"Serangkaian kasus gagal bayar baru-baru ini akibat kegagalan tata kelola perusahaan di industri keuangan di Indonesia," tulis Fitch Ratings, dikutip Senin (6/7/2020).
Fitch mencatat, beberapa kasus gagal bayar datang dari industri keuangan non bank karena Fitch meyakini, industri ini tidak diatur secara ketat seperti sektor perbankan meskipun ada beberapa penguatan regulasi dan pengawasan dalam beberapa tahun terakhir.
Gagal bayar atau default korporasi bisa menjadi sinyal bagi investor untuk segera keluar dari saham tersebut. Penundaan pembayaran bahkan default tersebut menandakan semakin terpuruknya kinerja keuangan suatu perusahaan.
(har)