Newsletter

Penurunan Suku Bunga: Ruang Terbuka, Waktu Dipersilakan

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
18 June 2020 07:10
BI
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Hari ini bakal jadi ajang penting bagi pasar dalam memandang sejauh mana Bank Indonesia (BI) bersikap agresif mengawal pertumbuhan ekonomi, yang kini masih tersandera pandemi.

Gubernur BI Perry Warjiyo memimpin Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dimulai sejak kemarin, dan hari ini akan mengumumkan nasib suku bunga acuan nasional, yakni Bi 7-Day Reverse Repo Rate.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia berujung pada ekspektasi bahwa acuan penentuan suku bunga kredit dan tabungan itu bakal berada di level 4,25%, turun 25 basis poin (bps) dari posisi sekarang.

Pasar telah dibuat menanti. Selama dua kali RDG sebelumnya, ekspektasi penurunan suku bunga acuan belum juga dipenuhi oleh bank sentral dengan mempertahankannya di level 4,5%. Jika kali ini BI mengabulkan harapan tersebut, maka suku bunga acuan nasioal ini akan menjadi yang terendah sejak tahun 2018.

Ini persoalan ruang dan waktu. Jika bicara ruang penurunan, suku bunga acuan sebenarnya sudah terbuka sejak dua bulan terakhir karena inflasi terkendali dan rentang (spread) suku bunga kita dengan suku bunga AS yang masih jauh di kisaran 4%.

Namun, waktunya belum tepat karena nilai tukar rupiah yang sempat melemah tajam pada Maret lalu hingga menyentuh level psikologis Rp 16.000/US$, atau mendekati era krismon 1998.

Di tengah kondisi demikian, tekanan tambahan atas rupiah, yang salah satunya berasal dari spread suku bunga yang menipis sehingga memantik pelarian modal (capital outflow) dalam skala sekecil apapun, harus dihindari. Artinya, momentum penurunan suku bunga belum terbuka. Waktunya belum tepat.

Namun kini, momentum tersebut terbuka sangat-sangat lebar. Selepas Maret, rupiah menguat sangat tajam, nyaris 14% terhadap hadapan dolar AS.

Kebutuhan penurunan suku bunga pun secara kasat mata kian mendesak setelah pada Selasa Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menyatakan kondisi perekonomian dunia bakal lebih buruk dari perkiraan awal.

Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath dalam blog resmi lembaga moneter internasional itu mengingatkan bahwa "Laporan Update Outlook Ekonomi Dunia yang bakal dirilis pada Juni sepertinya akan menunjukkan tingkat pertumbuhan negatif yang lebih buruk dari perkiraan sebelumnya."

Segendang sepenarian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 akan tertekan lebih dalam dari kuartal I-2020, dengan kontraksi--alias minus--3,1%.

Singkat kata, ruang penurunan suku bunga yang selama ini terbuka kini bertemu dengan momentum atau waktu yang tepat. Jika BI tak juga mengambil momentum tersebut, maka pasar akan menghukum.

Ketika ekonomi di ambang kontraksi, tapi kebijakan moneter masih kurang longgar, maka kian sedikit alasan untuk menggenggam aset investasiĀ tatkala laba perusahaan kian tertekan akibat kelesuan ekonomi yang tak coba dibendung dari sisi moneter.

Bukan begitu, Pak Perry?

(ags/ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular