Newsletter

Mampukah Bursa Menguat di Tengah Risiko 'The Great Lockdown'?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
17 June 2020 06:18
PM India Narendra Modi dan Presiden China Xi Jinping, di Wuhan China, 28 April 2018/India's Press Information Bureau/Handout via REUTERS
Foto: IHSG Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Setelah banjir kabar positif dari Amerika Serikat (AS), kini kita mendapatkan beberapa kabar yang kurang mengenakkan, yakni dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dan dari China.

Lembaga moneter internasional tersebut memperkirakan perekonomian global pada 2020 berpeluang terkontraksi lebih buruk dari perkiraan semula. Krisis kali ini, menurut Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath, adalah semacam Pengurungan Akbar (Great Lockdown) yang tak pernah dilihat dunia sebelumnya. 

Pada masa awal karantina wilayah (lockdown) Eropa pada Aprl lalu, IMF memperkirakan ekonomi akan terkontraksi sebesar 4% pada 2020. Kontraksi artinya ekonomi yang menurun (tumbuh negatif), tak hanya melambat.

"Untuk pertama kali sejak era Depresi Akbar, ekonomi negara maju dan emerging market akan mengalami resesi pada 2020. Laporan Update Outlook Ekonomi Dunia yang dirilis pada Juni sepertinya akan menunjukkan tingkat pertumbuhan negatif yang lebih buruk dari perkiraan sebelumnya," tutur Gita, sebagaimana dikutip CNBC International.

Namun, dia menegaskan bahwa masih terbuka peluang terjadi pemulihan yang lebih cepat, tak seperti di krisis sebelumnya karena kali ini sektor yang lebih terpukul adalah jasa. Hanya saja, muncul kekhawatiran akan adanya gelombang kedua penyebaran Covid-19 ketika beberapa negara sudah mulai melonggarkan lockdown mereka.

Terbaru, pemerintah Beijing di China menerapkan pembatasan perjalanan warganya, menyusul munculnya 106 kasus baru Covid-19 di wilayah tersebut. Sumber penyebaran disinyalir dari pasar grosir Xinfadi, di mana ribuan orang bertransaksi setiap harinya. Sebanyak 27 distrik dinyatakan sebagai wilayah dengan risiko menengah.

Namun, pemerintah China menyatakan belum akan memerintahkan penghentian operasi pabrik dan perusahaan, dan hanya menyerukan kebijakan kerja dari rumah (work from home/WFH).

Menurut data Worldometers, jumlah pasien virus corona (strain terbaru) ini telah mencapai 8,2 juta orang, dengan 5,4% di antaranya (444.890 orang) meninggal. Namun, 4,3 juta orang dinyatakan sembuh.

Masih dari China, ketegangan di perbatasan India kini mengalami eskalasi yang drastis setelah terjadi baku tembak yang menewaskan tentara kedua belah pihak. India melaporkan sebanyak 20 tentaranya tewas dalam insiden di lembah Galwan tersebut.

Kombinasi perkembangan yang buruk tersebut, kemungkinan besar akan mengganggu minat berinvestasi saham di pasar global, meski tidak sampai pada skala yang membalikkan posisi investasi mereka.

Aksi mencermati dan menunggu (wait and see) bakal terlihat dominan dalam perkembangan situasi seperti sekarang. Saham unggulan pun bakal cenderung mengandalkan sentimen korporasi untuk menguat lebih lanjut.

(ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular