Newsletter

AS Rusuh 7 Hari, Tapi Bara Optimisme Mungkin Lambungkan IHSG

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 June 2020 06:27
Demo kematian George Floyd
Foto: Mobil NYPD jadi amukan massa di New York AS (AP/Seth Wenig)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri libur Hari Lahir Pancasila Senin (1/6/2020) kemarin, saat pasar global sedang ceria. Bursa saham, yang menjadi indikator selera terhadap risiko (risk appetite), baik di Asia, Eropa, hingga Amerika Serikat (AS) kompak menguat.

Padahal di Amerika Serikat sedang terjadi demonstrasi yang berujung kerusuhan. 5 negara bagian mengumumkan status darurat, sementara 40 kota menerapkan jam malam. Presiden AS, Donald Trump bahkan dikabarkan sempat di bawah ke bungker untuk beberapa saat akibat kondisi yang tak kondusif di gedung putih. Belasan ribu pasukan militer Garda Nasional juga sudah diterjunkan guna meredam bara amarah di Negeri Paman Sam.



Kenapa bursa saham global mampu menguat meski sedang terjadi rusuh di AS akan dibahas pada halaman 3 dan 4, yang masih akan menjadi penggerak pasar keuangan dalam negeri hari ini, Selasa (2/6/2020). Selain itu, pelaku pasar global yang kini optimis rupiah akan terus menguat akan dibahas pada halaman 5.

Flashback ke belakang, pasar keuangan dalam negeri juga menghijau pada pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 4,57% ke level 4.753,612, yang merupakan level tertinggi dalam 7 pekan terakhir. Kemudian rupiah menguat 0,72%, ke Rp 14.575/US$ yang menjadi level terkuat sejak 12 Maret lalu. Rupiah juga membukukan penguatan dalam 7 dari 8 pekan terakhir.



Sementara dari pasar obligasi, yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun stagnan di 7,676%.

Pelaku pasar menyambut baik rencana pemerintah memutar kembali roda perekonomian dengan menerapkan tatanan kehidupan baru (new normal), singkatnya roda perekonomian kembali diputar dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat di tengah pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

Dalam skema new normal di bidang perdagangan, sejumlah pusat perbelanjaan akan dibuka kembali secara bertahap. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyebut ada 5 fase atau tahapan yang akan diterapkan.



"Setiap minggu kita lihat, karena kita mau menggerakkan Ekonomi secara cepat. Mungkin dan supaya tak ada distorsi yang lain-lain karena kita harus meningkatkan atau menghidupkan segera yang kemarin banyak pusat perbelanjaan tutup, dan pasar tradisional, dan ini kita harus buka minggu depan dengan protokol kesehatan yang ketat," kata Agus seperti dikutip CNBC Indonesia dari Rekaman Humas Kemendag, Jumat (29/5/2020).

Fase pertama akan dimulai pekan ini dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pembukaan kembali pasar rakyat dengan pembatasan pengunjung maksimal 50% dari kapasitas. Pedagang bergiliran berjualan dengan jarak maksimal 1,5 meter.
b. Toko swalayan tetap buka dengan menerapkan jarak di antrean. Pada fase ini, departemen store belum boleh beroperasi.
c. Restoran atau rumah makan diperbolehkan membuka layanan makan di tempat atau dine in dengan kapasitas pengunjung maksimal 30%. Sedangkan kafe belum boleh beroperasi.
d. Toko obat atau farmasi beroperasi penuh.
e. Mal, restoran di rest area, salon/spa, tempat hiburan/pariwisata belum boleh beroperasi.

Kemudian fase kedua akan dimulai pekan depan, fase ketiga, keempat, dan kelima akan menyusul di minggu-minggu berikutnya dengan beberapa penambahan ketentuan. Di fase kedua misalnya, akan ada evaluasi untuk membuka kembali departemen store, kemudian fase ketiga tempat hiburan boleh kembali beroperasi dengan jumlah pengunjung yang dibatasi, dan fase keempat jumlah pengunjung di beberapa sektor bisa ditambah.

Fase kelima akan menjadi evaluasi secara menyeluruh, dan diharapkan kegiatan perdagangan dapat beroperasi secara penuh di akhir Juli atau awal Agustus.

Dengan diputarnya kembali roda bisnis, diharapkan dapat meminimalisir bahkan membangkitkan perekonomian secara perlahan, meski harus berhati-hati agar tidak terjadi lonjakan kasus Covid-19.

Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga memberikan dorongan penguatan bagi rupiah pada pekan lalu.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam paparan Perkembangan Ekonomi Terkini kemarin mengatakan nilai tukar rupiah saat ini masih undervalue, dan ke depannya akan kembali menguat ke nilai fundamentalnya, kembali ke level sebelum pandemi Covid-19 terjadi di kisaran Rp 13.600-13.800/US$.



"Ke depan nilai tukar rupiah akan menguat ke fundamentalnya. Fundamental diukur dari inflasi yang rendah, current account deficit (CAD) yang lebih rendah, itu akan menopang penguatan rupiah. Aliran modal asing yang masuk ke SBN (Surat Berharga Negara) juga memperkuat nilai tukar rupiah" kata Perry, Kamis (28/5/2020).

"Kami yakni nilai tukar rupiah masih undervalue, dan berpeluang terus menguat ke arah fundamentalnya" tegas Perry.

Pernyataan Perry tersebut berbeda dengan sebelumnya yang mengatakan rupiah akan berada di kisaran Rp 15.000/US$ di akhir tahun. Rupiah kini disebut akan menguat ke nilai fundamentalnya, sehingga memberikan dampak psikologis ke pasar jika Mata Uang Garuda masih berpeluang menguat lebih jauh.

[Gambas:Video CNBC]



Bursa saham AS (Wall Street) mencatat penguatan pada perdagangan awal Juni, Senin (1/6/2020) meski kerusuhan di Negeri Paman Sam. Penguatan tersebut melanjutkan kinerja impresif Wall Street dalam dua bulan sebelumnya.

Indeks Dow Jones menguat 0,4% ke 25.475,02, S&P 500 juga naik 0,4% ke 3.055,73 yang merupakan level tertinggi sejak awal Maret, sementara Nasdaq memimpin penguatan sebesar 0,7% ke 9.552,05, yang menjadi level tertinggi sejak akhir Februari.

Kerusuhan di Amerika Serikat kini memasuki hari ketujuh, Presiden AS Donald Trump, kini menunjuk Jenderal Mark Milley sebagai pemimpin untuk meredam kerusuhan yang terjadi akibat isu rasisme tersebut.

"Jenderal Milley di sini, ia adalah Kepala Staf Gabungan, seorang petarung, seorang pejuang, banyak meraih kemenangan tidak ada kekalahan. Dan dia tidak suka melihat bagaimana penanganan kerusuhan di beberapa negara bagian. Saya menunjukkan sebagai pemimpin" kata Trump kepada para gubernur, sebagaimana dilansir CNBC International.

Tetapi masih belum jelas apa saja kewenangan dari Jenderal Milley. Juru bicara Pentagon, Letkol Chris Mitchel mengatakan Jenderal Milley akan terus menjadi penasehat Menteri Pertahanan AS.



Saat kondisi dalam negeri AS sedang membara, hubungan dengan China pun memburuk. Belum selesai masalah asal virus corona, Hong Kong menjadi "sumber" masalah baru antara AS vs China.

Parlemen China pada pekan lalu menyetujui undang-undang keamanan baru untuk Hong Kong, yang merupakan wilayah administratifnya. Undang-undang tersebut dibuat merespon demo berdarah selama berbulan-bulan pada tahun lalu.

Sayangnya undang-undang yang dibuat kali ini justru kembali memicu demo berdarah di Hong Kong dalam beberapa hari terakhir.

Merespon tindakan China ke Hong Kong, Presiden AS Donald Trump pada Jumat (29/5/2020) waktu setempat mengatakan akan mencabut hak istimewa yang diberikan ke Hong Kong dalam hal perdagangan.



"Saya memerintahkan kabinet saya untuk menghilangkan kebijakan yang memberikan perlakuan khusus ke Hong Kong," kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International.

"Pengumuman saya hari ini akan berlaku untuk semua perjanjian yang kita miliki dengan Hong Kong, mulai dari perjanjian ekstradisi, hingga kontrol ekspor dan teknologi. Perlakuan khusus untuk Hong Kong akan kami cabut, dan statusnya akan sama dengan wilayah China lainnya," tegas Trump Jumat lalu.  

Meski demikian, dengan segala kondisi yang terlihat kurang menguntungkan tersebut, Wall Street masih mampu melaju naik.

"Bursa saham menunjukkan ketahanan yang luar biasa dalam menghadapi rentetan situasi yang buruk, investor lebih berfokus pada tanda-tanda positif dari pelonggaran lockdown," kata Mark Hackett, kepala riset di Nationwide, sebagaimana dilansir CNBC International. Negeri Adikuasa, Amerika Serikat, tengah dilanda demonstrasi yang mayoritas berujung kerusuhan hingga penjarahan. George Floyd seorang warga kulit hitam yang tewas usai lehernya ditekan dengan lutut oleh polisi Derek Chauvin memicu demonstrasi di berbagai negara bagian AS, hingga akhirnya berujung kerusuhan.

Akibatnya 5 negara bagian Texas, Ariozona, Georgia, Missouri dan Minnesota menyatakan status darurat. Sementara itu, 40 kota menerapkan kebijakan jam malam.

Presiden AS, Donald Trump, bersama ibu negara Melania Trump serta putra mereka, Barron dikabarkan sempat dibawa ke banker selama beberapa saat akibat aksi demo yang mengepung Gedung Putih.

Hingga saat ini demonstrasi dan kerusuhan sudah terjadi selama 7 hari di AS. Akibat kerusuhan tersebut, Pentagon mengirimkan 17.000 pasukan Garda Nasional, tentara cadangan AS. Tentara dikerahkan di 15 negara bagian dan Washington DC untuk mengamankan situasi bersama polisi.

Di saat negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia tersebut dilanda kerusuhan, bursa saham Asia, Eropa, hingga AS sendiri kompak menguat, bahkan cukup tajam.

Sebabnya, ada optimisme besar di benak para pelaku pasar jika perekonomian global akan segera bangkit melalui new normal.



Pada tahun lalu, kerusuhan juga terjadi di Hong Kong (dengan sebab yang berbeda), bahkan selama berbulan-bulan. tetapi nyatanya, indeks Hang Seng Hong Kong masih mampu mencatat penguatan sepanjang 2019.

hsiFoto: CNBC International


Bahkan jika melihat pergerakan indeks Hang Seng sepanjang tahun, penguatan maupun pelemahan lebih dipengaruhi oleh perkembangan hubungan AS-China khususnya masalah perang dagang.

Berkaca dari pergerakan indeks Hang Seng di kala terjadi kerusuhan, hal yang sama sepertinya terjadi di AS. Pasar sepertinya memiliki keyakinan kerusuhan dan demonstrasi pada akhirnya akan berhasil dihentikan, mungkin akan berpengaruh dalam jangka pendek. Tetapi diputarnya kembali roda perekonomian akan memberikan dampak dalam jangka panjang, sehingga lebih mempengaruhi risiko risk appetite pelaku pasar.


Negara-negara di Asia, Eropa hampir semuanya akan memutar kembali roda perekonomiannya dengan melonggarkan kebijakan karantina wilayah (lockdown). China, negara awal virus corona, sudah melonggarkan lockdown sejak bulan Maret lalu, dan memberikan bukti perekonomian bisa segera bangkit. Hal tersebut terlihat dari sektor manufaktur yang kembali berekspansi dalam 3 bulan beruntun setelah mengalami kontraksi tajam di bulan Maret.

Minggu (31/5/2020) lalu, purchasing managers' index (PMI) manufaktur China bulan Mei dilaporkan sebesar 50,6. Meski menurun dari bulan sebelumnya 50,8, tetapi masih di atas 50, yang artinya sektor manufaktur China masih berekspansi. Di bulan Maret, PMI manufaktur China berada di level 52, naik tajam ketimbang bulan Februari sebesar 35,7, yang merupakan kontraksi terdalam sepanjang sejarah.



Data PMI manufaktur China tersebut memberikan gambaran pemulihan ekonomi V-shape, merosot tajam akibat pandemi Covid-19, dan melesat naik ketika penyebaranya virus corona berhasil diredam. Jika semua negara bisa meniru pelulihan ekonomi China, resesi global tentunya bisa terhindarkan.

Singapura juga sudah melonggarkan lockdown atau yang disebut "circuit breaker" mulai 1 Juni kemarin. Australia sudah melonggarkan lockdown secara bertahap sejak pekan kedua Mei lalu, dan akan dibuka penuh pada bulan Juli, dengan catatan tidak ada lonjakan kasus Covid-19.

Di Benua Biru, pelonggaran lockdown juga dilakukan sejak bulan lalu, bahkan beberapa negara sudah berencana membuka kembali industri pariwisata, tetap dengan menerapkan protokol kesehatan ketat.



Amerika Serikat, yang sedang dilanda kerusuhan juga sudah memutar kembali perekonomiannya sejak bulan lalu. CNBC Internasional mengumpulkan 5 data yang mengindikasikan perekonomian AS kembali berputar.

Pertama dari pergerakan warga yang berjalan kaki maupun berkendara yang didata dengan Apple Maps, menunjukkan kenaikan signifikan di bulan Mei dibandingkan Maret dan April. Kedua industri restaurant yang mengalami kemerosotan hingga 100% di bulan April sudah kembali beroperasi di beberapa negara bagian. Ketiga, tingkat hunian hotel juga menunjukkan peningkatan. Ke-empat transportasi udara yang bertambah, dan kelima pembelian rumah yang kembali meningkat di bulan Mei dibandingkan tahun lalu setelah merosot lebih dari 30% year-on-year di bulan April.

Roda bisnis yang kembali berputar meski secara perlahan tentunya membuat perekonomian perlahan bisa bangkit dari kemerosotan, sehingga terhindar dari resesi panjang bahkan kemungkinan depresi yang ditakutkan pelaku pasar.


Kabar baik bagi rupiah dan pasar keuangan dalam negeri. Pelaku pasar kini kembali optimistis rupiah akan menguat ke depannya, sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia.

Optimisme pelaku pasar tersebut terlihat dari survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters.

Survei tersebut menunjukkan para pelaku pasar mulai mengurangi posisi jual (short) rupiah sejak awal April. Survei tersebut konsisten dengan pergerakan rupiah yang mulai menguat sejak awal April.

Hasil survei terbaru yang dirilis Kamis (28/5/2020) pekan lalu menunjukkan -0,05, turun jauh dari rilis dua pekan lalu 0,21. Hasil tersebut menjadi penurunan kelima beruntun.

Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS dan jual (short) terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya.



Dengan survei terbaru yang menunjukkan angka minus, artinya pelaku pasar kembali mengambil posisi beli (long) rupiah, sehingga membuka peluang berlanjutnya penguatan rupiah.

Angka minus tersebut juga merupakan yang pertama sejak rilis survei 20 Februari lalu. Ketika itu rupiah masih membukukan penguatan secara year-to-date (YTD) melawan dolar AS.



Di bulan Januari, rupiah bahkan menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia alias mata uang dengan penguatan terbesar. Saat itu bahkan tidak banyak mata uang yang mampu menguat melawan dolar AS. Hal tersebut juga sesuai dengan survei Reuters pada 23 Januari dengan hasil -0,86, yang artinya pelaku pasar beli rupiah.

Rupiah bahkan disebut menjadi kesayangan pelaku pasar oleh analis dari Bank of Amerika Merryl Lycnh (BAML) saat itu.

"Salah satu mata uang yang saya sukai adalah rupiah, yang pastinya menjadi 'kesayangan' pasar, dan ada banyak alasan untuk itu" kata Rohit Garg, analis BAML dalam sebuah wawancara dengan CNBC International Selasa (21/1/2020).

Jika ke depannya hasil survei menunjukkan peningkatan angka minus maka rupiah bisa saja kembali menjadi juara dunia.

Dari dalam negeri akan banyak dirilis data ekonomi, seperti PMI manufaktur, inflasi, dan indeks keyakinan bisnis. Tetapi data-data tersebut sepertinya tidak akan berpengaruh besar, sudah pasti hasilnya buruk mengingat pandemi Covid-19 yang menyebabkan beberapa wilayah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sehingga aktivitas ekonomi menurun drastis.

Pelaku pasar sudah maklum perekonomian akan merosot, data-data ekonomi akan buruk, yang terpenting adalah bagaimana penanganan Covid-19 sehingga bisa segera diredam, dan memutar kembali roda perekonomian tanpa menyebabkan lonjakan kasus Covid-19.




Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

• Data PDB final Korea Selatan Q1 (06.00 WIB)
• Data PMI manufaktur Indonesia bulan Mei (7.30 WIB)
• Data inflasi Indonesia bulan Mei (11.00 WIB)
• Data indeks keyakinan bisnis Indonesia Q1 (11.00 WIB)
• Pengumuman suku bunga Australia (12.30 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Kuartal I-2020 YoY)

2,97%

Inflasi (April 2020 YoY)

2,67%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Mei 2020)

4,5%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-5,07% PDB

Transaksi berjalan (1Q20)

-1,4% PDB

Cadangan devisa (April 2020)

US$ 127,88 miliar


(pap) Next Article Jangan Takut Resesi! Amerika Serikat Saja Pernah 33 Kali...

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular