Newsletter

Sudahkah Anda "Mem-Price In" RIlis PDB Hari Ini?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
05 May 2020 06:17
Infrastruktur
Jakarta, CNBC Indonesia - Seperti yang sudah diduga, bursa keuangan nasional pada Senin (4/5/2020) kemarin merah membara menyusul afirmasi infeksi virus corona (strain terbaru) terhadap sektor manufaktur dan konsumer. Siap-siap, gambaran pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2020 pun bakal berujung sama.

Perdagangan kemarin, yang menjadi trading hari pertama di bulan Mei ditutup dengan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lebih dari 2%, menyusul ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China. Selain itu, dari dalam negeri, sentimen negatif datang dari angka Purchasing Managers' Index (PMI) dan inflasi April yang buruk.



Tensi antara AS-China meningkat setelah Presiden AS Trump mengancam akan mengenakan tarif impor terhadap China karena buruknya penanggulangan pemerintah China terhadap virus corona di Wuhan November silam. Trump juga menyalahkan China atas penyebaran wabah tersebut ke seluruh dunia.

Sempat turun ke angka 4.576 di awal pembukaan perdagangan, IHSG kemarin mampir di angka 4.605 pada penutupan sesi I. Pada sesi II, IHSG melanjutkan penurunannya di area 4.580 sebelum akhirnya berusaha menguat hingga ditutup kembali ke angka 4.605,49 atau terkoreksi 2,35%.

Di sisi lain, nilai tukar rupiah merosot tajam terhadap dolar AS. Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,74% di Rp 14.935/US$. Sejam kemudian, rupiah merosot lebih dari 2 kali lipat sebesar 1,59% di Rp 15.060/US$ yang menjadi level terlemah sepanjang hari kemarin.

Pelaku pasar kemarin terlihat mencari aset aman dengan keluar dari bursa saham terlebih dahulu. Aset pendapatan tetap (fixed income) menjadi opsi di tengah gejolak pasar, sehingga harga surat utang pemerintah meningkat, yang mengindikasikan adanya kenaikan dari sisi pembelian.



Data Refinitiv menunjukkan penguatan harga surat utang negara (SUN) tercermin dari tiga seri acuan (benchmark). Ketiga seri tersebut adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun dan FR0083 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling menguat adalah FR0081 dengan penurunan imbal hasil (yield) sebesar 29,8 basis poin (bp) menjadi 7,29%. Imbal hasil dan harga obligasi bergerak berlawanan arah, dan besaran 100 bp setara dengan 1%. 

Kabar buruk datang dari Badan Pusat Statistiik (BPS) yang menunjukkan inflasi lemah pada April, di angka 0,08% (secara bulanan). Adapun secara tahunan inflasi berada di 2,67%. "Pergerakan inflasi ini tidak biasa dengan pola sebelumnya, tahun lalu masuk Ramadan dan jatuh pada Mei inflasi meningkat tahun ini justru melambat," kata Kepala BPS Suhariyanto, Senin (4/5/2020).

Situasi COVID-19 ini yang menurut Suhariyanto menyebabkan pola tidak biasa. Permintaan harusnya meningkat apalagi memasuki bulan puasa dan Idul Fitri.

Di sisi lain, IHS Markit melaporkan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia di angka 27,5 atau jauh menurun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 43,5 dan menjadi yang terendah sepanjang pencatatan PMI yang dimulai sejak April 2011.

[Gambas:Video CNBC]



Bursa saham Amerika Serikat (AS) menutup perdagangan Senin (4/5/2020) di jalur positif, setelah sempat anjlok hingga 200 poin di sesi pembukaan. Kebangkitan saham-saham teknologi menjadi penyelamat Wall Street sehingga lolos dari kubangan zona merah.

Indeks Dow Jones Industrial Average menguat 0,1%, atau 26,07 poin ke 23.749,76 setelah anjlok di pembukaan hingga 360 poin. Indeks S&P 500 naik 0,4%, atau 12,03 poin ke 2.842,74, sedangkan Nasdaq tumbuh 1,2%, atau 105,77 poin ke 8.710,71.

Saham sektor teknologi pulih dari koreksi yang menderanya pada Jumat pekan lalu dengan menguat berbarengan. Saham Microsoft dan Netflix melesat masing-masing sebesar 2,4% dan 3% sedangkan Apple dan Facebook kompak naik 1,4%

Sebaliknya, saham sektor penerbangan menjadi pemberat Wall Street kemarin setelah investor kenamaan Warren Buffet menjual habis sahamnya di industri tersebut. Saham Delta, United, dan American Airlines anjlok lebih dari 5% sedangkan saham produsen pesawat Boeing terjerembab 1,4%.

Pasar sempat ketar-ketir melihat prospek perdagangan saham pada Senin kemarin setelah sang “Suhu dari Omaha” tersebut mengatakan perusahaannya, yakni Berkshire Hathaway, menjual seluruh sahamnya di maskapai penerbangan akibat virus corona.

Warren dikenal sebagai investor yang mengejar nilai (value investor) dengan menanamkan dananya ke aset yang benar-benar berkualitas dan memahami aspek fundamental. Aksi jual tersebut ditafsirkan bahwa kondisi fundamental memang benar-benar parah.

“Buffett adalah investor jangka panjang, sehingga keputusan jualnya itu merefleksikan keyakinannya bahwa industri penerbangan menghadapi tantangan ke depan yang secara fundamental mengubah cara mencetak nilai di bisnis tersebut,” tulis analis Fundstrat Tom Le dalam laporan risetnya, sebagaimana dikutip CNBC International.

Investor juga mengkhawatirkan prospek hubungan AS dan China setelah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan ada “sejumlah bukti signifikan” yang menghubungkan wabah COVID-19 dengan laboratorium di Wuhan, China.

Kekhawatiran itu membuyarkan optimisme mengenai rencana pembukaan kembali perekonomian AS secara terbatas, di tengah melandainya kurva penambahan korban virus corona (strain baru).

Sebelum itu, Gilead Science melaporkan pasien COVID-19 yang mendapat terapi dengan Remdesivir, nama obat produksi perusahaan farmasi AS tersebut, menunjukkan perbaikan dan bisa meninggalkan rumah sakit dalam kurun waktu dua pekan.

Pelaku pasar sudah tahu, dan karenanya mereka melakukan penjualan saham setelah ekspektasi terkonfirmasi secara resmi (sell on news). Ini yang menimpa pasar keuangan kemarin, dengan koreksi sebesar 2%.

Bayangkan saja. Dari 90 kota, BPS melaporkan 39 kota mengalami inflasi dan 51 kota terjadi deflasi. Artinya, lebih banyak wilayah yang konsumsinya minus alias turun tak ada pertumbuhan. Padahal Bulan Puasa sudah terjadi, di mana secara historis ada kenaikan konsumsi.

Inflasi lemah pada April ini sudah menjelaskan semuanya mengenai prospek ekonomi kita. Maka, rilis angka pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020 pada hari ini pun menjadi agak basi, karena sudah diperkirakan bakal terjadi penurunan kinerja mesin ekonomi, terutama secara kuartalan. 

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekonomi domestik menurun pada kuartal satu, sebesar -1,19% secara kuartalan (quarter on quarter/QoQ) dan tumbuh hanya 4,33% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Jika benar demikian, maka ekonomi Tanah Air akan melambat signifikan dibandingkan kuartal IV-2019 yang sebesar 4,97%. Apalagi kalau dibandingkan dengan kuartal I-2019 yang masih tumbuh 5,07%. Pertumbuhan ekonomi 4,3% akan menjadi laju terlemah sejak kuartal IV-2009.

Senada, konsensus Tradingeconomics memperkirakan ekonomi Indonesia terhitung minus 1,6% secara kuartalan, meski masih tumbuh 3,6% secara tahunan. Sementara itu, polling Refinitiv memperkirakan PDB kta akan terkontraksi -1,27% (kuartalan) dan tumbuh melambat sebesar 4,04% (tahunan).

Kontraksi kuartalan wajar terjadi karena secara historis pertumbuhan kuartal I biasanya lebih rendah dibanding kuartal IV yang memiliki momen Natal dan Tahun Baru, di mana konsumsi masyarakat Indonesia meningkat dengan laju tertinggi kedua setelah momen Lebaran.

Namun kalau sampai terkontraksi menjadi minus, alias menurun atau pertumbuhan negatif (negative growth), ini jelas kondisi yang tidak biasa. Penyebabnya sudah jelas, pandemi COVIID-19 yang mulai menginfeksi ekonomi pada bulan Maret, atau sepertiga terakhir periode kuartal I.

Kabar buruk juga masih akan muncul dari rilis indeks keyakinan bisnis di Indonesia per kuartal I, yang menurut Tradingeconomics bakal melemah di level 98, dari posisi sebelumnya pada level 104,82.

Dari luar negeri, pemerintah AS dijadwalkan merilis neraca perdagangan Maret dengan defisit perdagangan yang bakal mencapai angka US$ 44,2 miliar (menurut polling Revinitif), membesar dari defisit sebelumnya US$ 39,9 miliar.

Jadi mohon maaf, belum ada kabar positif dari pasar untuk hari ini. Namun bursa saham bisa mencetak momen penguatan terbatas, dengan mengasumsikan koreksi 2% pada Senin sudah memasukkan juga "pengetahuan pasar" mengenai rilis PDB yang tak memuaskan pada hari ini.

Istilahnya, pasar sudah mem-price in kabar buruk rilis PDB ke dalam koreksi kemarin. Dus, koreksi hari ini--sekalipun terjadi--semestinya tidak akan sebesar pada perdagangan kemarin. Bahkan jika ada angin positif dari bursa global, IHSG berpeluang ikut terangkat meski tipis.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini
  • RUPST PT Selamat Sempurna Tbk (09:00)
  • RUPST PT Kota Satu Properti Tbk (09:00)
  • RUPST PT Total Bangun Persada Tbk (09:30)
  • RUPST PT Nusa Raya Cipta Tbk (09:30)
  • RUPST PT Merck Tbk (10:00)
  • RUPST PT Victoria Insurance Tbk (10:00)
  • RUPST PT Kabelindo Murni Tbk (10:30)
  • RUPST PT Astrindo Nusantara Infrastruktur Tbk (13:30)
  • RUPST PT Indosat Tbk (14:00)
  • RUPST PT Gema Grahasarana Tbk (14:00)
  • RUPST PT Metropolitan Kentjana Tbk (14:00)
  • RUPST PT ABM INvestama Tbk (14:00)
  • RUPST PT Asuransi Ramayana Tbk (14:00)
  • Rilis PMI sektor jasa Inggris versi Markit (15:30 WIB)
  • Rilis neraca dagang AS Maret (17:30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (2019 YoY)

5,02%

Inflasi (April 2020 YoY)

2,67%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2020)

4,5%

Defisit anggaran (APBN-P 2020)

-5,07% PDB

Transaksi berjalan (2019)

-2,72% PDB

Cadangan devisa (Maret 2020)

US$ 120,97 miliar


TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/sef) Next Article Moment of Truth! Siap-siap Simak Rilis Inflasi AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular