
Sentimen Campur Aduk, Pasar Keuangan Tanah Air Volatil

Beralih ke bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street terperosok ke zona merah pada perdagangan Rabu (15/4/2020), karena penjualan ritel AS bulan Maret turun lebih dari yang diperkirakan, menggarisbawahi ekonomi yang suram dari pandemi virus corona.
Indeks Dow Jones Industrial Average merosot 445,41 poin atau 1,9% menjadi 23.504,35. Indeks S&P 500 turun 62,7 poin atau 2,2% ke 2.783,36 sedangkan indeks Nasdaq ambles 122,56 poin atau 1,4% ke level 8.8.393,18.
Departemen Perdagangan AS menyebutkan penjualan ritel Maret anjlok 8,7%, menjadi koreksi bulanan terbesar sejak data tersebut disusun pada tahun 1992. Lonjakan permintaan hanya terjadi di barang grosir, farmasi, dan bahan pokok. Di luar itu, semua anjlok akibat lockdown.
Indeks manufaktur Empire State mencapai -78,2, atau terparah kedua sejak Resesi Akbar yang saat itu berada di level -34,3.
"Ini menunjukkan resesi bakal sangat parah karena ini baru awalnya... masyarakat tak belanja," tutur Peter Cardillo, Ekonom Kepala Spartan Capital Securities, sebagaimana dikutip CNBC International.
Penurunan Wall Street juga seiring dengan lemahnya kinerja saham-saham unggulan per kuartal II-2020.
Emiten pertama yang merilis kinerja mengecewakan adalah Bank of America yang laba bersihnya anjlok hingga 45% dan biaya pencadangan atau provisi-nya menggelembung sebesar US$ 3,6 miliar akibat pecahnya pandemi.
Laba bersih Goldman Sachs dan Citigroup sama-sama anjlok 46% masing-masing karena seretnya bisnis pengelolaan aset dan kenaikan pencadangan kredit bermasalah.
Sementara itu, pada penutupan perdagangan dini hari tadi saham Bank of America ditutup lebih dari 6% lebih rendah di belakang laba yang mengecewakan. Citigroup turun lebih dari 5%. Sektor energi, bahan baku dan keuangan adalah sektor dengan kinerja terburuk di S&P 500, masing-masing turun lebih dari 4%.
"Kemarin, pasar masih mendengar apa yang ingin didengarnya, sedangkan hari ini lebih seperti: 'Inilah yang sebenarnya terjadi," kata JJ Kinahan, kepala strategi pasar di TD Ameritrade. Kinahan mencatat, bagaimanapun, pasar diperdagangkan dalam kisaran yang lebih sempit daripada saat sell-off pertama kali dimulai.
Di sisi lain, salah satu pemicu turunnya bursa saham Wall Street yaitu harga minyak mentah kontrak berjangka AS WTI yang turun 24 sen per barel, atau 1,2%, menjadi US$ 19,87/barel, menjadi yang pertama kalinya harga berada di bawah angka US$ 20/barel sejak 2002. Ini terjadi setelah data baru menunjukkan bahwa persediaan minyak AS naik lebih dari yang diperkirakan minggu lalu.
Sementara harga minyak mentah Brent, patokan minyak global, turun US$ 1,91 per barel, atau 6,5%, menjadi US$ 27,69 per barel. Permintaan minyak global kemungkinan akan turun dengan rekor 9,3 juta barel per hari di tahun ini, Badan Energi Internasional mengatakan dalam laporan bulanannya. Permintaan pada bulan April akan turun 29 juta barel per hari ke tingkat yang tidak terlihat sejak 1995, kata badan itu. Melansir dari Dowjones Newswire.
(har/sef)