Newsletter

Banjir Sentimen & 'Jamu' BI, Bikin Pasar Domestik Semringah?

Haryanto, CNBC Indonesia
15 April 2020 06:19
Bursa efek Indonesia
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kompak menguat pada perdagangan hari Selasa kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), pasar obligasi pemerintah dan nilai tukar rupiah ditutup semringah.

Kemarin, IHSG ditutup terapresiasi 1,78% ke level 4.706,49, dengan nilai transaksi tercatat Rp 6,03 triliun. Sentimen yang jadi pemicunya yaitu rilis data neraca perdagangan China bulan Maret memberikan sentimen positif ke pasar finansial. Memang ekspor dan impor Negeri Tiongkok menunjukkan penurunan, tetapi tidak seburuk prediksi pelaku pasar.

Ekspor China denominasi dolar AS pada bulan Maret turun 6,6% year-on-year (YoY) jauh lebih baik dibandingkan prediksi Reuters yakni penurunan sebesar 14% YoY. Sementara impor pada periode yang sama turun 0,9% YoY, lebih bagus daripada prediksi penurunan 9,5% YoY.

Akibatnya neraca dagang China mengalami surplus US$ 19,9 miliar, lebih tinggi ketimbang prediksi ekonom untuk pembacaan US$ 18,55 miliar.

Di pasar obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) juga menguat. Kenaikan harga terlihat dari penurunan imbal hasil (yield) untuk kesemua seri acuan (benchmark).

 

Seri acuan yang paling menguat kemarin adalah FR0082 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 8,5 basis poin (bps) menjadi 8,03%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.  Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Di antara pasar obligasi negara yang dikompilasi Tim Riset CNBC Indonesia, SBN menjadi yang terbaik kedua setelah Afrika Selatan.

Apresiasi harga obligasi rupiah pemerintah Indonesia pada Selasa kemarin (14/4/2020) terjadi setelah Bank Indonesia (BI) menetapkan sejumlah kebijakan lanjutan, termasuk meningkatkan quantitative easing (QE).

Quantitative Easing (QE) adalah salah satu kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral guna meningkatkan jumlah uang beredar.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Selasa sore, BI menerapkan berbagai kebijakan guna menjaga stabilitas eksternal termasuk nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian keuangan global yang saat ini masih relatif tinggi

Selain itu, pada hari Selasa kemarin pemerintah juga melakukan lelang Surat Utang Negara (SUN) tujuh seri, dengan target indikatif Rp 20 triliun, penawaran masuk Rp 27,65 triliun, dimenangkan Rp 16,88 triliun. Mengacu data DJPPR Kementerian Keuangan.

Hal tersebut mencerminkan investor global sudah mulai masuk ke pasar pendapatan tetap (fixed income) ini di tengah sejumlah stimulus yang memberikan harapan atau daya dorong investor.

Penguatan di pasar surat utang kemarin senada dengan penguatan rupiah di pasar valas. Pada Selasa (14/4/2020), rupiah menguat 0,06% dari penutupan sebelumnya. Kini US$ 1 dibanderol Rp 15.610/US$ di pasar spot.

Nilai tukar rupiah terus menguat meninggalkan level Rp 16.000/US$. Terutama pada pekan kedua April 2020 karena kepanikan di pasar global mulai mereda.

 

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menekankan risiko masih tinggi tapi kepanikan menurun sehingga rupiah bisa terapresiasi 4,35% secara point to point dibandingkan akhir Maret. Sedangkan, rupiah masih terdepresiasi 11,18% dibandingkan akhir tahun lalu.

Penguatan nilai tukar rupiah ini tentunya memberikan kabar baik di pasar keuangan RI, di mana aliran modal masuk asing mulai mengalir ke pasar domestik, meski belum signifikan.

"Apresiasi rupiah pada April 2020 didorong kembali meningkatnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik pasca ditempuhnya berbagai kebijakan di banyak negara untuk memitigasi dampak penyebaran Covid-19, termasuk Indonesia," ujar Perry, Selasa (14/4/2020), dalam konferensi pers virtual usai Rapat Dewan Gubernur BI.

Dia melanjutkan, penguatan nilai tukar rupiah juga didukung oleh berlanjutnya pasokan valas dari pelaku domestik sehingga dapat terus menopang stabilitas nilai tukar rupiah.

Selain itu, dengan kebijakan yang terus akan dilakukan ini serta koordinasi yang erat antara BI, pemerintah dan otoritas terkait, maka pada akhir tahun rupiah diprediksi akan menguat ke level Rp 15.000/US$.

[Gambas:Video CNBC]



Beralih ke bursa saham Amerika Serikat, Wall Street ditutup melonjak pada perdagangan Selasa (14/4/2020), karena investor tumbuh lebih optimis tentang prospek pandemi virus corona.

Indeks Dow Jones Industrial Average menguat 558,99 poin atau 2,4% menjadi 23.949,76. Indeks S&P 500 melonjak 3,1% ke 2.846,06 sedangkan indeks Nasdaq naik 4% ke level 8.515,74. Saham Amazon naik ke level tertinggi sepanjang masa untuk memimpin Nasdaq lebih tinggi.

Penguatan Wall Street seiring dengan pernyataan dari Gubernur New York Andrew Cuomo yang memberikan nada optimis tentang penyebaran pandemi corona di kota New York, yang menjdai pusat pandemi di Amerika Serikat.

Andrew Cuomo mengatakan pada hari Selasa bahwa angka kematian akibat virus corona di negara bagian AS tersebut mereda, sementara tingkat rawat inap juga tetap rendah.

Sementara Presiden AS Donald Trump dalam konferensi pers Senin mengatakan bahwa pertumbuhan kasus pasien virus korona strain baru menunjukkan kestabilan, menjadi "bukti nyata" bahwa program pemerintah membuahkan hasil.

"Pasar keuangan sudah mulai mengambil pandangan yang lebih positif dari prospek," kata Jan Hatzius, kepala ekonom di Goldman Sachs, dalam sebuah catatan. “Peningkatan awal sebagian besar didorong oleh kebijakan, tetapi optimisme yang lebih besar dalam seminggu terakhir setidaknya sebagian terkait dengan virus itu sendiri. ”

"Agar lebih jelas, situasi kesehatan tetap sangat buruk dalam hal absolut, terutama di AS yang sekarang berada di atas Italia dan Spanyol dalam hal kematian terkait virus corona (meskipun masih jauh lebih rendah berdasarkan per kapita)."

Jumlah kasus virus corona terus meningkat secara global. Data dari Johns Hopkins University menunjukkan ada lebih dari 1,9 juta kasus di seluruh dunia, dengan lebih dari 598.000 terpapar virus corona di AS.

Di sisi lain, musim pendapatan perusahaan dimulai pada hari Selasa dengan JPMorgan Chase dan Johnson & Johnson melaporkan hasil kuartalan terbaru mereka, memberikan investor pandangan pertama mereka pada seberapa dahsyatnya pukulan terhadap korporasi dari pandemi ini.

JPMorgan Chase melaporkan penurunan laba besar untuk kuartal pertama. Saham Johnson & Jonson naik 4,8% karena laba yang lebih baik dari perkiraan. Johnson & Johnson juga mengatakan dapat memproduksi hingga 900 dosis vaksin coronavirus pada April 2021, tergantung pada bagaimana uji coba berjalan.

Wells Fargo melaporkan laba kuartal pertama jauh dari harapan karena bank yang berbasis di San Francisco menyisihkan uang tunai untuk kerugian kredit di tengah pandemi corona. Ini melaporkan laba 1 sen dolar per saham, di bawah perkiraan analis untuk 33 sen dolar per saham.

Analis memperkirakan pertumbuhan pendapatan S&P 500 turun 10,2% pada kuartal pertama secara tahun-ke-tahun, menurut Refinitiv. Ada juga kisaran perkiraan yang jauh lebih anjlok mengingat ketidakpastian yang belum pernah terjadi sebelumnya dari coronavirus.

"Meskipun perkiraan pendapatan yang turun dapat memberikan optimisme, mengingat beberapa analis belum menyesuaikan angka secara rinci sejak pertengahan Maret sebagai akibat terhadap penutupan alias lockdown di banyak kota besar di seluruh negeri," kata Jeff Buchbinder, ahli strategi ekuitas untuk LPL Financial.

Untuk kuartal pertama, ada 88 emiten mengumumkan laba yang negatif dari pengumuman awal yang telah dikeluarkan oleh perusahaan S&P 500, menurut Refinitiv. Bahkan perusahaan-perusahaan dengan kapitalisasi besar telah melaporkan pendapatan selama setahun penuh.

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di bursa saham Wall Street yang ditutup melonjak, kemungkinan memberikan sentimen positif bagi bursa saham global dan domestik.

Sentimen Kedua, yaitu perkembangan penyebaran wabah virus corona. Per pukul 04:30 WIB, jumlah pasien terpapar virus corona di seluruh dunia mencapai hampir 2 juta orang, dengan jumlah korban jiwa sebanyak 125.196 orang.

Di Indonesia sendiri, ada penambahan kasus sebanyak 282 menjadi 4.839 orang terinfeksi positif virus corona dan korban jiwa tercatat sebanyak 459 orang.

Situasi ini bisa mempengaruhi psikologis investor. Sementara langkah-langkah sejumlah daerah yang mulai menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) turut berkontribusi penurunan pendapatan dari sektor terdampak pandemi corona dalam kinerja emiten terkait, meski sifatnya sementara.

Ketiga yaitu ‘jamu’ BI, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di 4,5%. Namun BI menetapkan sejumlah kebijakan lanjutan, termasuk meningkatkan quantitative easing.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 4,5%. Keputusan ini ini mempertimbangkan perlunya untuk menjaga stabilitas eksternal termasuk nilai tukar di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang saat ini masih relatif tinggi," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam konferensi pers secara virtual usai Rapat Dewan Gubernur BI edisi April 2020, Selasa (14/4/2020).

Namun, lanjut Perry, posisi (stance) kebijakan BI masih longgar. BI melihat ke depan ada ruang untuk menurunkan suku bunga acuan seiring rendahnya laju inflasi domestik dan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Meski BI 7 Day Reverse Repo Rate belum turun, tetapi BI melengkapi dengan empat kebijakan lanjutan. Pertama adalah dengan meningkatkan intensitas intervensi di tiga pasar yaitu spot, Domestic Non-Delivarable Forwards (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Kedua, BI akan meningkatkan pelonggaran moneter melalui instrumen kuantitas alias quantative easing. Selama ini, BI sudah melakukan quantitative easing hampir Rp 300 triliun dan ke depan akan bertambah lagi.

Peningkatan quantitative easing dilakukan melalui:

1. Penyediaan trem repo dengan underlying SBN dengan tenor sampai dengan satu tahun.

2. Menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah sebesar 200 basis poin (bps) untuk bank konvensional dan 50 bps untuk bank syariah, berlaku mulai 1 Mei. Langkah ini diperkirakan mampu menambah likuiditas perbankan sekitar Rp 102 triliun.

3. Tidak memberlakukan kewajiban menambah giro untuk penambahan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) baik untuk bank konvensional dan bank syariah, berlaku mulai 1 Mei selama satu tahun. Kebijakan ini akan menambah likuiditas sekitar Rp 15,8 triliun.

Ketiga, BI akan meningkatkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 200 bps untuk bank konvensional dan 50 bps untuk bank syariah, berlaku mulai 1 Mei. Kenaikan PLM tersebut wajib dipenuhi melalui pembelian SBN di pasar perdana.

"Tidak hanya likuiditas perbankan, kemampuan manajemen likuiditas juga membaik karena seluruh PLM dapat di-repo ke BI. Selain itu juga menambah pembiayaan defisit fiskal," kata Perry.

Keempat adalah memperluas penggunaan transaksi non-tunai dengan cara:

1. Mendukung percepatan program bantuan sosial non-tunai.

2. Meningkatkan sosialisasi dan kampanye bersama penyelenggara jasa sistem pembayaran baik bank maupun non-bank agar lebih banyak menggunakan transaksi non-tunai.

3. Melonggarkan kebijakan kartu kredit terkait batas maksimum suku bunga, nilai pembayaran minimum, pembayaran denda, dan jangka waktu pembayaran denda. 

Sentimen penggerak pasar keempat yaitu, outlook ekonomi dunia April 2020 dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang bertajuk "The Great Lockdown".

Pandemi COVID-19 yang meningkat di seluruh dunia menimbulkan biaya hidup manusia yang tinggi, dan langkah-langkah perlindungan yang diperlukan sangat berdampak pada kegiatan ekonomi.

Sebagai hasil dari pandemi, ekonomi global diproyeksikan berkontraksi tajam hingga minus tiga persen (-3%) pada tahun 2020, jauh lebih buruk daripada selama krisis keuangan yang terjadi di 2008-2009.

Dalam skenario dasar, yang mengasumsikan bahwa pandemi memudar pada paruh kedua tahun 2020 dan upaya pembatasan sosial dapat secara bertahap dilonggarkan ekonomi global diproyeksikan tumbuh sebesar 5,8% pada tahun 2021 ketika kegiatan ekonomi menjadi normal, dibantu oleh dukungan kebijakan.

Namun, risiko untuk hasil yang lebih parah, sangat besar. Kebijakan yang efektif sangat penting untuk mencegah kemungkinan hasil yang lebih buruk, dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi penularan dan melindungi kehidupan merupakan investasi penting dalam kesehatan manusia dan ekonomi jangka panjang.

Karena kejatuhan ekonomi sangat akut di sektor-sektor tertentu, para pembuat kebijakan perlu menerapkan langkah-langkah pasar fiskal, moneter, dan keuangan yang ditargetkan secara substansial untuk mendukung rumah tangga dan bisnis yang terkena dampak di dalam negeri.

Dan secara internasional, kerja sama multilateral yang kuat sangat penting untuk mengatasi dampak pandemi, termasuk untuk membantu negara-negara yang mengalami kendala finansial menghadapi guncangan kesehatan dan pendanaan, dan untuk menyalurkan bantuan ke negara-negara dengan sistem perawatan kesehatan yang lemah.

Virus corona dan upaya negara-negara untuk mengendalikannya telah menempatkan ekonomi global pada jalur resesi terburuk sejak Depresi Hebat (Great Depression) dan dapat menelan kerugian kumulatif US$ 9 triliun dalam kegiatan ekonomi selama tahun 2020 dan 2021, lebih besar dari ukuran ekonomi Jepang dan Jerman jika digabungkan, Gita Gopinath, kepala ekonom Dana Moneter Internasional, mengatakan pada hari Selasa.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  •          Perkembangan Ekspor Impor April 2020
  •          Statistik Utang Luar Negeri Indonesia Februari 2020
  •          Pemberitahuan RUPS PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN)
  •          Pemberitahuan RUPS PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS)
  •          Pemberitahuan RUPS PT Kedawung Setia Industrial Tbk (KDSI)
  •          Pemberitahuan RUPS PT Merck Tbk (MERK)
  •          Pemberitahuan RUPS PT Plaza Indonesia Realty Tbk (PLIN)
  •          Penjualan Ritel Amerika Serikat (19:30 WIB)

 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Maret 2020 YoY)

2,96%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2020)

4,5%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-1,76% PDB

Transaksi berjalan (2019)

-2,72% PDB

Cadangan devisa (Maret 2020)

US$ 120,97 miliar

 

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular