Newsletter

Pasien COVID-19 Dunia Sudah Tembus Sejuta, Mau ke Mana Kita?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
03 April 2020 06:18
Pasien COVID-19 Dunia Sudah Tembus Sejuta, Mau ke Mana Kita?
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah bergerak dalam volatilitas tinggi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Kamis (2/4/2020) kemarin ditutup menguat 1,47% level 4.531,68. Namun, investor asing masih menjaga jarak dari pasar keuangan Indonesia sehingga rupiah dan obligasi kompak melemah.
 
Berdasarkan data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing masih mengambil posisi jual bersih (net sell) senilai Rp 384,28 miliar di pasar reguler dan non-reguler. Total nilai transaksi kemarin mencapai Rp 6,61 triliun.

Rupiah kemarin langsung melemah 0,35% di pembukaan. Namun pada sesi penutupan, pelemahan tersebut terpangkas menjadi 0,18% sehingga Mata Uang Garuda berakhir di level Rp 16.470 per dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot.

Sementara itu, imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun (yang menjadi acuan harga di pasar) juga naik 3,1 basis poin menjadi 7,938%. Kenaikan imbal hasil terjadi bersamaan dengan koreksi harga karena keduanya bergerak berlawanan.

Dengan kata lain, investor asing masih berjaga jarak terlebih dahulu, dan memilih keluar dari bursa saham meski investor lokal cenderung lebih optimistis melihat perkembangan ekonomi dan pengendalian wabah COVID-19.

Secara fundamental, basis penguatan IHSG kemarin memang kurang kuat. Indeks manufaktur Indonesia terpukul, demikian juga dengan pariwisata. Sementara itu, virus cocona strain baru masih terus menyebar. Di Indonesia, hingga kemarin sudah ada 1.790 kasus, dengan 170 orang meninggal dunia, dan 112 dinyatakan sembuh. 

IHS Markit melaporkan PMI Indonesia per Maret adalah 45,3 atau turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 51,9 sekaligus menjadi yang terendah sepanjang sejarah pencatatan PMI yang dimulai pada April 2011. Level di bawah 50 itu mengindikasikan kontraksi di sektor manufaktur.

Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) Rabu kemarin melaporkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) tercatat 885.067 pada Februari, anjlok 30,42% secara bulanan dan 28,85% secara tahunan.

"Biasanya Februari terjadi kenaikan dibandingkan Januari, tetapi Februari ini turun. Pada Maret, penurunan mungkin akan jauh lebih dalam," kata Suhariyanto, Kepala BPS.

Tidak heran, investor asing cenderung melakukan "social distancing" terlebih dahulu dari pasar keuangan Indonesia.

Bursa saham Amerika Serkat (AS) ditutup menguat pada perdagangan Kamis kemarin (2/4/2020), menyusul kenaikan harga minyak mentah dunia yang menghapus kekhawatiran akan anjloknya industri energi di AS.

Perdagangan kemarin tercatat menjadi salah satu yang volatil menyusul rilis data klaim asuransi penganggur yang mencapai 6,6 juta, di tengah penghentian bisnis akibat wabah COVID-19. Namun, pasar memilih belanja saham terlebih dahulu.

Dow Jones Industrial Average melompat 469,93 poin, atau 2,2%, menjadi 21.413,44. Indeks S&P 500 naik 2,3% ke 2.526,9 sedangkan Nasdaq merangkak naik 1,7% menjadi 7.487,31. Ayunan sangat lebar, dengan kenaikan tertinggi mencapai 534 poin, atau lebih dari 2% dan koreksi terbesar mencapai lebih dari 200 poin.

Presiden AS Donald Trump kepada CNBC International mengatakan bahwa dia berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Putra Mahkota Saudi Mohammad Bin Salman untuk mendorong pemangkasan produksi minyak hingga 10 juta barel.

Akibatnya, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) pun meroket 24%. Saham Chevron dan Exxon Mobil pun mengikuti, dengan menguat masing-masing 11% dan 7,7%`dan menjadi pendorong penguatan Dow Jones. Indeks saham sektor energi di S&P 500 melesat 9,1%.

Pelaku pasar memperhatikan isu harga minyak secara lekat karena longsornya harga energi utama dunia (hingga sebesar 63% sepanjang tahun ini) telah memukul industri minyak shale di negara tersebut, yang membuka lapangan kerja bagi jutaan warga AS.

Namun, data klaim asuransi pengangguran itu menunjukkan bahwa dampak COVID-19 terhadap perekonomian jauh lebih buruk dari perkiraan. Menurut data Johns Hopkins University, ada 1.000.000 kasus COVID-19 di seluruh dunia, dengan 236.000 di antaranya di AS.

“Beritanya buruk dan saya tidak tahu kenapa estimasi pasar dalam dua pekan terakhir jauh terlampaui tapi kita semua tahu seberat apa keadaannya,” tutur Peter Boockvar, Chief Investment Officer Bleakley Advisory Group sebagaimana dikutip CNBC International Jumlah pasien yang terkonfirmasi virus corona strain baru di seluruh dunia telah mencapai angka 1 juta orang. Ini menjadi penanda (milestone) yang perlu diperhatikan, karena angka tersebut dicapai dalam waktu kurang dari 3 bulan sejak virus ini teridentifikasi di Wuhan, China.

Pemerintah AS, misalnya, hari ini langsung menggelar briefing gugus tugas corona dan mengumumkan seruan baru agar semua orang memakai masker di tempat umum untuk mencegah penyebaran virus. Mereka juga menyiapkan stimulus fase 4 untuk mengurangi dampak krisis corona tersebut terhadap perekonomian.

Seperti Indonesia, AS menjadi salah satu negara yang semula mengecilkan ancaman corona. Namun, kini mereka berusaha mengoreksi kesalahan tersebut dengan bertindak cepat lewat stimulus dan pembatasan aktivitas masyarakat--yang sayangnya berkonsekuensi pada melonjaknya angka pengangguran.

Namun, bagi mereka faktor ekonomi adalah hal yang kedua. Persoalan pengangguran coba diselesaikan dengan pemberian stimulus yang menyasar hingga individu warga AS, dengan tunjangan sosial berbentu uang kaget. Sempat muncul wacana untuk memberikan uang kaget US$ 12.000 (sekitar Rp 20 juta) untuk tiap warga AS.

Dalam skala global, angka 1 juta juga berujung pada warning untuk mengantisipasi gelombang kedua penyebaran virus corona strain baru ini karena mudah menyebar, tapi sulit dideteksi karena penderita terkadang tak menunjukkan gejala.

Mengingat karakternya yang mirip virus influenza, pola penyebaran COVID-19 dikhawatirkan seperti pandemi flu pada tahun 1918, di mana gelombang kedua penyebaran berkontribusi terbesar pada total kematian 50 juta jiwa.

Tingkat atau rasio kematian yang rendah (di kisaran 4%) pun bisa menipu, jika jumlah yang terinfeksi jauh lebih besar dari wabah-wabah lain yang mematikan tetapi jumlah penderitanya kecil karena penyebaran yang rendah. Oleh karenanya, pemodal akan menunggu perkembangan seputar pencegahan penyebaran wabah ini di Indonesia.

Pemodal juga perlu memperhatikan arah aliran dana asing ke pasar Indonesia, yang sampai sekarang cenderung negatif. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan sejak 20 Januari hingga 30 Maret 2020, total capital outflow mencapai Rp 167,9 triliun. 

Reuters melaporkan bahwa cadangan devisa Indonesia pada Maret anjlok hingga US$ 9 miliar, atau menjadi penurunan yang terburuk sejak September 2011. Perry mengatakan bahwa cadangan devisa Maret sejauh ini berkisar di angka US$ 121 miliar, turun 7,2% dari posisi Februari US$ 130,4 miliar. 

"Sebanyak US$ 3 miliar terpakai untuk membayar utang dalam denominasi asing, dan sisanya untuk menstabilkan rupiah dan keperluan lain," tuturnya dalam Conference Call pada Kamis. Data resmi cadangan devisa baru akan diumumkan pada Selasa pekan depan (7/4/2020).

Jika tidak ada sentimen positif di pasar global yang memicu para investor memburu kembali aset-aset di negara berkembang, maka bursa Indonesia masih akan menghadapi paceklik dana asing dan transaksi bergantung pada pemodal domestik.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
  • Penjualan motor dan mobil Indonesia per Februari (tentatif)
  • Rilis PMI Jepang sektor jasa per Maret versi Jibun Bank (07:30 WIB)
  • Rilis PMI China sektor jasa per Maret versi Caixin (08:30 WIB)
  • RUPSLB PT Adi Sarana Armada Tbk (09:00 WB)
  • RUPSLB PT Acset Indonusa Tbk (14:00 WB)
  • Rilis PMI Uni Eropa sektor jasa per Maret versi Markit (14:30 WIB)
  • Rilis penjualan ritel Uni Eropa per Februari (16:00 WIB)
  • Rilis tingkat pengangguran AS per Maret (19:30 WIB)
  • Rilis PMI AS sektor jasa per Maret versi Markit (14:30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Maret 2020 YoY)

2,96%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2020)

4,5%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-1,76% PDB

Transaksi berjalan (2019)

-2,72% PDB

Cadangan devisa (Februari 2020)

US$ 130,44 miliar


TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags) Next Article Geopolitik Panaskan Global, Persepsi Konsumen Jadi Harapan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular