Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham domestik pada perdagangan hari ini, Selasa (3/3/2020) akhirnya berbalik menguat hampir 3%, tepatnya 2,94% menjadi 5.518 setelah amblas hingga -1,68% sehari sebelumnya.
Efek wabah virus corona tampaknya mulai reda dan investor mulai berani membeli saham-saham yang relatif murah, apalagi didukung oleh keinginan beberapa bank sentral untuk menggelontorkan pemangkasan suku bunga acuan.
Saat perdagangan hari ini dibuka, IHSG langsung melesat 1,3% ke 5.431,296. Rebound terus berlanjut hingga 3,43% ke 5.455,774, sebelum mengakhiri perdagangan sesi I di 5.518,459 atau menguat 2,93%.
Memasuki perdagangan sesi II, IHSG mampu mempertahankan kinerja positif, meski belum mempertebal penguatan lagi. Di akhir perdagangan IHSG menguat 2,94% di 5.518,62. Dengan penguatan tersebut, IHSG resmi menghentikan koreksi dalam 7 hari beruntun. Selama periode 'merah' tersebut, total nilai penurunan IHSG mencapai 10,20%.
Berdasarkan data RTI, nilai transaksi sepanjang hari kemarin tercatat sebesar Rp 7,49 triliun dengan investor asing melakukan aksi jual bersih (nett foreign sell) di pasar reguler Rp 264,72 miliar. Penguatan yang sempat terjadi 3,43% tersebut akhirnya mereda hingga pasar ditutup dengan penguatan 2,94%.
Sembilan sektor di IHSG membukukan penguatan, di mana sektor konsumer yang memimpin penguatan di sesi I tersalip oleh sektor infrastruktur yang membukukan penguatan sebesar 4,23%, sementara sektor konsumer 3,9% dan sektor keuangan yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar tercatat menguat 2,79%.
Saham-saham yang banyak diburu investor pada perdagangan hari ini antara lain, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik 3,02% ke level harga Rp 4.100/unit dengan nilai transaksi Rp 814 miliar. Selama tahun berjalan, saham BRI masih minus 6,82%.
Kemudian ada saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) hari ini tercatat naik 3,95% ke level Rp 31.600/unit. Nilai transaksi saham BCA mencapai Rp 723,14 miliar, di mana secara year to date masih terkoreksi 5,46%.
Saham operator telekomunikasi terbesar di Indonesia yakni PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) tercatat naik 5,23% ke level Rp 3.620/unit senilai Rp 412,37 miliar. Saham Telkom pada periode yang sama tercatat masih mengalami koreksi 5,24%.
Secara total, 306 saham naik, 93 turun, 129 saham tidak bergerak, dan 260 saham tidak ditransaksikan kemarin di pasar. Transaksi yang tercipta di pasar kemarin mencapai Rp 7,49 triliun, di atas rerata sejak awal tahun yang memang lesu Rp 6,56 triliun per hari.
Tidak hanya di pasar ekuitas karena kemeriahan yang sama juga dirasakan di pasar obligasi rupiah pemerintah. Kemarin, pasar surat utang negara (SUN) juga menguat seiring dengan hasil lelang yang masih menunjukkan minat peserta lelang dan pelaku pasar masih cukup besar dengan nilai penerbitan senilai Rp 17,5 triliun dalam lelang rutin. Hasil penerbitan itu masih di dalam rentang target indikatif Rp 15 triliun-Rp 22,5 triliun yang ditetapkan sebelumnya.
Jumlah penerbitan itu merupakan bagian yang dimenangkan dari total penawaran yang masuk dari peserta lelang Rp 78,41 triliun.
Hasil lelang tersebut masih cukup baik mengingat selama hampir setengah bulan terakhir pasar obligasi sedang mengalami tekanan akibat kekhawatiran penyebaran virus corona Covid-19, terutama ketika di awal pekan ini penyebarannya sudah mulai masuk ke Indonesia.
Harga obligasi rupiah pemerintah kemarin mulai berbalik menguat signifikan dan mematahkan tren penguatan yang terjadi sejak 5 hari terakhir, tepatnya pada 25 Februari. Penguatan harga tersebut sekaligus menekan tingkat imbal hasil (yield) yang tercermin pada seri FR0082 yang menjadi acuan 10 tahun, di mana yield-nya turun menjadi 6,85%.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun.
Terang saja, penguatan terjadi karena pasar tersulut euforia dari niat penurunan suku bunga acuan beberapa bank sentral di dunia serta dari negara-negara anggota G-7.
Penguatan serupa juga terjadi di pasar saham Asia dan Eropa, meskipun tidak seperti IHSG yang penguatan hariannya seperti balas dendam dan menjadi rekor tertinggi sejak 5 September 2018.
Di Asia, penguatan terjadi di indeks Straits Times asal Singapura 0,39% dan Shanghai Composite di China 0,74%. Di pasar saham Eropa, penguatannya tercermin dari kenaikan indeks FTSE 100 di Inggris Raya yang naik 0,95%, DAX di Jerman 0,46%, dan CAC di Prancis 0,75%.
[Gambas:Video CNBC]
Semalam, di luar ekspektasi dan di luar jadwal, Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (0,5%) sebagai langkah darurat untuk melindungi Negeri Paman Sam dari dampak virus corona Covid-19.
Dalam sebuah keterangan pers, kutip
Reuters, penurunan suku bunga acuan menjadikannya berada pada rentang 1,00%-1,25% dari posisi sebelumnya 1,5%-1,75%.
"Fundamental ekonomi AS masih tetap kuat. Meskipun demikian, virus corona menimbulkan risiko terhadap kegiatan ekonomi. Menghadapi risiko-risiko tersebut dan guna mendukung pencapaian maksimal serta tujuan menjaga stabilitas harga, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) memutuskan menurunkan suku bunga federal," ujar the Fed.
Keputusan the Fed memangkas suku bunga terjadi sebelum jadwal rapat FOMC yang sejatinya digelar pada 17-18 Maret sehingga mencerminkan urgensi kebutuhan bank sentral untuk beraksi guna mencegah melebarnya kemungkinan resesi global terutama akibat Covid-19.
Meskipun sudah diprediksi pasar akan ada penurunan suku bunga dan sempat membuat pasar keuangan dunia sumringah sejak kemarin malam, pelaku pasar Wall Street justru menunjukkan reaksi yang bertolak belakang.
Setelah dibuka terkoreksi tipis, tiga indeks utama Wall Street yaitu Dow Jones Industrial Avg sempat turun hingga -3,7% dari posisi sehari sebelumnya, S&P 500 turun hingga -3,7%, dan Nasdaq Composite turun sampai -4,1%. Akhirnya, ketiga indeks saham utama itu ditutup dengan koreksi yang lebih reda yaitu Dow Jones -2,97%, Nasdaq -2,81%, dan S&P 500 -3,19%.
Lain halnya dengan pasar saham. Pasar obligasi pemerintah AS, atau biasa disebut US Treasury, justru mengalami penguatan harga dan menekan
yield seri acuan 10 tahunnya di pasar hingga ke bawah 1%, tepatnya menjadi 0,99%. Posisi
yield tersebut merupakan titik terendah sepanjang masa sekaligus pertama kalinya dalam sejarah dunia keuangan.
Langkah the Fed dianggap sebagai langkah panik dan sudah antiklimaks ketika bank sentral negara lain sudah menurunkan suku bunga acuannya, salah satunya Australia. Kemarin, Reserve Bank of Australia sebagai bank sentral Negeri Kangguru, menurunkan bunga acuan 25 basis poin ke 0,5%, posisi terendah sepanjang masa.
Kebijakan ini diambil setelah sebelumnya bank sentral AS dan Eropa lebih dulu mengindikasikan bakal mengambil langkah mitigasi untuk melawan tekanan ekonomi akibat penyebaran virus corona.
Philip Lowe, Gubernur Bank Sentral Australia, menilai pertumbuhan ekonomi global diekspektasikan bakal menurun di semester I-2020 karena dampak virus corona. Kondisi ini bakal memengaruhi ekonomi domestik Australia. Sektor pendidikan dan pariwisata di Australia, yang sangat bergantung pada China, terhantam karena virus corona.
Selain itu, langkah panik itu semakin membuat gemas pelaku pasar karena pada akhir pekan lalu the Fed menyatakan bahwa dampak dari virus corona hanya akan sementara meskipun sudah menyiapkan penurunan suku bunga jika diperlukan.
Presiden AS Donald Trump yang bereaksi cepat ketika suku bunga turun dengan menyatakan bahwa masih membutuhkan the Fed menurunkan suku bunganya lebih rendah lagi, menyatakan tidak ingin memusingkan penurunan pasar saham dan ingin fokus pada penanganan virus corona di dalam negeri.
Hari ini, pasar akan diwarnai sikap anomali pasar yang justru menyikapi secara negatif penurunan suku bunga acuan AS yang dianggap terburu-buru dan menunjukkan keputusasaan, padahal sebelumnya rencana penurunan suku bunga sudah diantisipasi pelaku pasar dengan sangat positif.
Faktor ekspektasi pelaku pasar saham dunia sangat penting mengingat pandangan pelaku pasar dunia akan berbalik dan membuat pasar keuangan akan kembali tertekan pagi ini.
Bukan tidak mungkin, pasar saham Asia dan domestik akan menyikapi serupa pemangkasan suku bunga tersebut dengan negatif, seperti halnya pelaku pasar di Wall Street.
Faktor lain adalah perkembangan dari penyebaran virus Covid-19 secara global dan di dalam negeri. Kemarin, angka pertumbuhan kasus di Korsel mencapai 851 kasus dalam sehari sehingga total orang yang terjangkit penyakit tersebut mencapai 5.186 orang.
Yang cukup membuat heboh adalah kasus COVID-19 di New York, hingga menambah total penyebaran virus corona di AS tembus di atas psikologis 100 orang.
Di dalam negeri, jika angka penyebarannya bertambah, dan dengan dasar penghitungan yang rendah tentu akan menghasilkan persentase kenaikan yang tinggi, maka pasar dan publik akan disibukkan dengan berita tentang aksi rush ke pasar-pasar modern dan tradisional serta dapat membuat suasana di dalam negeri semakin panas, yang tidak seharusnya tidak terjadi.
Meskipun virus corona sudah menggoyang pasar dunia dan korban jiwanya sudah mencapai angka psikologis 3.168 orang pagi ini, jangan lupa bahwa di Indonesia baru tertular, dan secara global angka kematian (fatalitasnya) virus itu pun cukup rendah yaitu 3,41% (penyebaran 92.818 dan angka kematian 3.168 orang). Bandingkan saja dengan wabah SARS yang tingkat kematiannya mencapai 9,5%.
Di sisi lain, agenda dunia sepekan ini tentu masih akan menjadi perhatian pasar. Ajang 'Selasa Super' yang berlangsung hingga pagi ini akan menentukan sosok yang akan menjadi kandidat dari Partai Demokrat untuk menantang Presiden AS Donald Trump dalam pemilih presiden November nanti.
'Selasa Super' adalah ajang terpenting kedua setelah hari pencoblosan di AS, di mana para bakal calon presiden baik dari kubu Demokrat maupun Republik bakal mengantongi suara untuk melaju ke putaran selanjutnya, bertarung di pemilihan presiden (pilpers) langsung.
Karena kubu Republik telah memiliki calon, yakni Trump, maka pandangan pelaku pasar akan tertuju ke kubu Demokrat. Bernie Sanders sejauh ini dianggap menjadi kandidat terkuat dari kubu tersebut, mengalahkan tujuh kandidat lainnya termasuk Michael Bloomberg. Hingga pagi ini, suara untuk Sanders masih harus bersaing di momen-momen akhir agar dapat mengalahkan wakil presiden di masa Barack Obama yaitu Joe Biden.
Jika Sanders terpilih, maka AS akan memiliki calon presiden pertama yang merupakan seorang sosialis. Sanders juga akan menjadi presiden tertua yang menjabat, yakni pada umur 79 tahun, menggeser Trump yang sebelumnya memegang rekor tersebut pada usia 73 tahun.
Sentimen dari agenda lain juga akan berasal dari pengumuman beberapa data ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi Australia dan Italia. Angka pertumbuhan PDB Italia akan menjadi fokus mengingat Negeri Pizza saat ini menjadi negara Eropa dengan kasus penyebaran virus corona tertinggi yaitu dengan 2.502 kasus.
Rabu, 4 Maret 2020
DIRE Ciptadana Properti Ritel Indonesia (XCID) dividen kas cum date
DIRE Ciptadana Properti Perhotelan Padjajaran (XCIS) dividen kas cum date
Pertumbuhan ekonomi, Australia. 07.30 WIB.
Pertumbuhan ekonomi, Italia. 16.00 WIB.
EIA Stock minyak mentah, Amerika Serikat. 10.30 WIB.
Angka pesanan pabrik, Amerika Serikat. 22.00 WIB.
Kamis, 5 Maret 2020
PT Estika Tata Tiara Tbk (BEEF) RUPS 10.00 WIB.
PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk (CSIS) RUPS 09.00 WIB.
PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) RUPS 14.00 WIB.
Jumat, 6 Maret 2020
PT Bank Mega Tbk (MEGA) RUPS 14.00 WIB
Cadangan devisa, Indonesia, 10.00 WIB.
Neraca perdagangan, angka tenaga kerja non-pertanian, Amerika Serikat. 20.30 WIB.
Sabtu, 7 Maret 2020
Neraca perdagangan, China. 10.00 WIB.
Cadangan devisa, China, 14.00 WIB.
Berikut ini sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (2019 YoY) | 5,02% |
Inflasi (Februari 2020 YoY) | 2,98% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Februari 2020) | 4,75% |
Defisit anggaran (APBN 2020) | -1,76% PDB |
Transaksi berjalan (2019) | -2,72% PDB |
Cadangan devisa (Januari 2020) | US$ 131,7 miliar |
Â