
Newsletter
Aksi Jual 'Misterius' Pukul Wall Street, Waspada Koreksi IHSG
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
21 February 2020 06:32

Wall Street yang melemah pada perdagangan Kamis kemarin tentunya memberikan sentimen negatif ke pasar Asia. Ini tentunya menjadi tantangan bagi IHSG yang sudah menguat empat hari beruntun dengan total 1,28%.
Apalagi Wall Street mengalami aksi jual "misterius" yang bisa jadi mencerminkan kecemasan yang besar akan risiko pelambatan ekonomi global. Goldman Sachs mengatakan pasar meremehkan potensi kejatuhan bursa saham akibat wabah virus corona. Pernyataan tersebut menunjukkan adanya risiko tinggi bursa saham sewaktu-waktu akan mengalami koreksi.
Kamis kemarin stimulus moneter dari China serta pemangkasan suku bunga oleh BI masih akan menjadi sentimen positif, dan masih akan berpengaruh pada hari ini. Seperti yang telah disebutkan di halaman pertama, PBoC sudah tiga kali memangkas suku bunga di bulan ini. Di awal bulan, PBoC menurunkan suku bunga suku bunga reverse repo tenor 7 hari menjadi 2,4%, sementara tenor 14 hari diturunkan menjadi 2,55%.
Kemudian di awal pekan ini PBoC juga menurunkan suku bunga MLF tenor setahun menjadi 3,15% dari 3,25%. Kamis kemarin giliran LPR yang diturunkan, tenor setahun menjadi 4,05% dari 4,15%, dan tenor lima tahun turun 4,75% menjadi 4,8%.
Belum lagi suntikan dana jumbo dalam bentuk operasi pasar guna menambah likuiditas. Semua itu dilakukan untuk meminimalisir dampak Covid-19 ke perekonomian. Semua upaya China tersebut disambut baik oleh pelaku pasar dan mulai masuk ke aset-aset berisiko. Meski demikian, masih ada sikap hati-hati sehingga penguatan bursa belum merata.
Sementara itu dari dalam negeri pemangkasan suku bunga BI juga disambut baik pelaku pasar. Roda perekonomian diharapkan berputar lebih kencang di tahun ini.
Selain itu BI juga menilai dampak penyebaran virus Corona bersifat V-Shape, artinya pelambatan ekonomi terjadi dengan cepat, tetapi pemulihan juga memakan waktu tidak lama.
Pelaku pasar kini tinggal menunggu kabar bagus dari wabah COVID-19. Apalagi China sudah melaporkan penambahan jumlah kasus COVID-19 per hari terendah sejak akhir Januari lalu. Di luar China, Korea Selatan melaporkan penambahan kasus COVID-19 yang signifikan, sampai saat ini tercatat 104 pasien yang positif. Jumlah tersebut kini menjadikan Korea Selatan negara dengan jumlah kasus corona terbanyak kedua, menggeser Singapura dan Jepang.
Ketika sudah semakin banyak bukti penyebarannya semakin melambat, bursa saham global termasuk IHSG berpeluang besar melesat naik. Tetapi patut diwaspadai jika jumlah kasus virus corona kembali melonjak, IHSG yang sudah menguat 1,28% di pekan ini akan diterpa aksi profit taking. Dari pasar obligasi, harga SUN juga berisiko mengalami koreksi.
Sementara itu, rupiah masih harus menghadapi perkasanya dolar AS. Data terbaru menunjukkan aktivitas manufaktur Philadelphia mencatat ekspansi tertinggi dalam tiga tahun terakhir di bulan ini.
The Fed Philadelphia melaporkan indeks manufaktur di wilayahnya naik menjadi 36,7 dari bulan Januari sebesar 17.
Ini berarti sudah dua bulan beruntun sektor manufaktur di Philadelphia melesat signifikan. Pada bulan Desember 2019, sektor pengolahan ini nyaris mengalami kontraksi, dengan angka indeks dilaporkan sebesar 0,3. Sebagai informasi, indeks manufaktur Philadelphia menggunakan angka 0 sebagai patokan, di atas 0 berarti ekspansi, sementara di bawahnya berarti kontraksi.
Data terbaru ini tentunya semakin menguatkan sikap The Fed untuk tidak lagi menurunkan suku bunga di tahun ini, yang menguatkan posisi indeks dolar di level tertinggi sejak 11 Mei 2017.
Selain itu, data aktivitas manufaktur dan jasa juga akan dilaporkan dari zona euro dengan Jerman sebagai fokus utama. Maklum, Jerman merupakan motor penggerak ekonomi Eropa dan berorientasi ekspor sehingga sektor manufaktur sangat penting menggambarkan kinerja ekonomi Negeri Panser.
Apesnya, sektor manufaktur Jerman sudah berkontraksi dalam 13 bulan beruntun, dan menjadi salah satu penyebab stagnanya pertumbuhan ekonominya di kuartal IV-2019 lalu.
Data dari kawasan Eropa baru dirilis sore hari jelang penutupan perdagangan dalam negeri sehingga efeknya belum akan sangat terasa.
(pap)
Apalagi Wall Street mengalami aksi jual "misterius" yang bisa jadi mencerminkan kecemasan yang besar akan risiko pelambatan ekonomi global. Goldman Sachs mengatakan pasar meremehkan potensi kejatuhan bursa saham akibat wabah virus corona. Pernyataan tersebut menunjukkan adanya risiko tinggi bursa saham sewaktu-waktu akan mengalami koreksi.
Kamis kemarin stimulus moneter dari China serta pemangkasan suku bunga oleh BI masih akan menjadi sentimen positif, dan masih akan berpengaruh pada hari ini. Seperti yang telah disebutkan di halaman pertama, PBoC sudah tiga kali memangkas suku bunga di bulan ini. Di awal bulan, PBoC menurunkan suku bunga suku bunga reverse repo tenor 7 hari menjadi 2,4%, sementara tenor 14 hari diturunkan menjadi 2,55%.
Kemudian di awal pekan ini PBoC juga menurunkan suku bunga MLF tenor setahun menjadi 3,15% dari 3,25%. Kamis kemarin giliran LPR yang diturunkan, tenor setahun menjadi 4,05% dari 4,15%, dan tenor lima tahun turun 4,75% menjadi 4,8%.
Belum lagi suntikan dana jumbo dalam bentuk operasi pasar guna menambah likuiditas. Semua itu dilakukan untuk meminimalisir dampak Covid-19 ke perekonomian. Semua upaya China tersebut disambut baik oleh pelaku pasar dan mulai masuk ke aset-aset berisiko. Meski demikian, masih ada sikap hati-hati sehingga penguatan bursa belum merata.
Sementara itu dari dalam negeri pemangkasan suku bunga BI juga disambut baik pelaku pasar. Roda perekonomian diharapkan berputar lebih kencang di tahun ini.
Selain itu BI juga menilai dampak penyebaran virus Corona bersifat V-Shape, artinya pelambatan ekonomi terjadi dengan cepat, tetapi pemulihan juga memakan waktu tidak lama.
Pelaku pasar kini tinggal menunggu kabar bagus dari wabah COVID-19. Apalagi China sudah melaporkan penambahan jumlah kasus COVID-19 per hari terendah sejak akhir Januari lalu. Di luar China, Korea Selatan melaporkan penambahan kasus COVID-19 yang signifikan, sampai saat ini tercatat 104 pasien yang positif. Jumlah tersebut kini menjadikan Korea Selatan negara dengan jumlah kasus corona terbanyak kedua, menggeser Singapura dan Jepang.
Ketika sudah semakin banyak bukti penyebarannya semakin melambat, bursa saham global termasuk IHSG berpeluang besar melesat naik. Tetapi patut diwaspadai jika jumlah kasus virus corona kembali melonjak, IHSG yang sudah menguat 1,28% di pekan ini akan diterpa aksi profit taking. Dari pasar obligasi, harga SUN juga berisiko mengalami koreksi.
Sementara itu, rupiah masih harus menghadapi perkasanya dolar AS. Data terbaru menunjukkan aktivitas manufaktur Philadelphia mencatat ekspansi tertinggi dalam tiga tahun terakhir di bulan ini.
The Fed Philadelphia melaporkan indeks manufaktur di wilayahnya naik menjadi 36,7 dari bulan Januari sebesar 17.
Ini berarti sudah dua bulan beruntun sektor manufaktur di Philadelphia melesat signifikan. Pada bulan Desember 2019, sektor pengolahan ini nyaris mengalami kontraksi, dengan angka indeks dilaporkan sebesar 0,3. Sebagai informasi, indeks manufaktur Philadelphia menggunakan angka 0 sebagai patokan, di atas 0 berarti ekspansi, sementara di bawahnya berarti kontraksi.
Data terbaru ini tentunya semakin menguatkan sikap The Fed untuk tidak lagi menurunkan suku bunga di tahun ini, yang menguatkan posisi indeks dolar di level tertinggi sejak 11 Mei 2017.
Selain itu, data aktivitas manufaktur dan jasa juga akan dilaporkan dari zona euro dengan Jerman sebagai fokus utama. Maklum, Jerman merupakan motor penggerak ekonomi Eropa dan berorientasi ekspor sehingga sektor manufaktur sangat penting menggambarkan kinerja ekonomi Negeri Panser.
Apesnya, sektor manufaktur Jerman sudah berkontraksi dalam 13 bulan beruntun, dan menjadi salah satu penyebab stagnanya pertumbuhan ekonominya di kuartal IV-2019 lalu.
Data dari kawasan Eropa baru dirilis sore hari jelang penutupan perdagangan dalam negeri sehingga efeknya belum akan sangat terasa.
(pap)
Next Page
Simak Data dan Agenda Berikut
Pages
Most Popular